Part 5: Kenangan Manis

231 32 0
                                    

Udara malam makin menusuk kulit sepasang insan yang sedang menatap gedung-gedung pencakar langit jauh di depan mereka. Senyum dan tawa kini menghiasi wajah keduanya, kendati sebelumnya mereka memasang aksi siaga satu sama lain. Lebih tepatnya lelaki di sebelah Yola, sementara gadis itu kelewat santai kepada orang yang baru pertama kali dikenalnya.

Kaki mereka kini terasa berat usai berjalan beberapa kilo meter hingga akhirnya memilih beristirahat. Keduanya memutuskan duduk ketika melihat bangku kosong di area trotoar. Hujan yang baru saja membasahi tubuh mereka seakan tak mampu menghentikan niat keduanya untuk kembali ke rencana awal. Pulang ke rumah masing-masing. Beruntungnya, hujan yang turun deras, terbilang hanya sebentar.

Mereka lalu mendesah panjang bersamaan saat mengingat nasib masing-masing. Bisa sampai rumah jam berapa kalau begini ceritanya? Awalnya mereka memang menunggu di depan ruko sambil menunggu hujan reda, tetapi Yola tidak tahan dan ingin segera sampai rumah. Akhirnya, lelaki asing itu mengikutinya berjalan sampai pintu tol Kebon Jeruk.

"Pacaran, yuk!" Lelaki di sebelah Yola bergeming, lebih tepatnya bengong seolah masih berusaha mencerna informasi apa yang baru saja masuk ke telinganya.

Namun, alih-alih memberi jawaban, lelaki di sampingnya menanyakan perihal waktu pada perempuan itu. "Bahkan belum genap 2 jam kita kenal, kamu udah ngajak saya pacaran."

"Memang apa salahnya?" tanya Yola sambil memasang tampang polos. Faktanya, ia sadar betul bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang nekat dan berbahaya. Namun, ia seolah mencoba mencari peruntungan malam ini, barangkali nasib percintaannya tidak seburuk yang diperkirakannya selama ini.

"Ya, enggak ada salahnya sih, tapi apa kamu enggak takut dicap cewek gampangan? Dan lagi, kamu enggak takut juga kalau bisa saja saya bukan cowok baik-baik?"

"Kalau aku cewek enggak bener, kamu bukan aku ajak pacaran lagi, tapi aku ajak ke sana." Yola memperhatikan raut wajah lelaki di sampingnya dengan saksama ketika ia menunjuk bangunan yang bertuliskan Iris Hotel. Mata lelaki itu bahkan kini sudah membulat hingga membuat Yola memandangnya lekat. Sebaliknya, lelaki itu justru tampak salah tingkah ditatap seintens itu. Namun akhirnya, sang lelaki itupun tertawa melihat polah Yola yang terkadang membuatnya tidak bisa berpikir waras.

"Kenapa kamu ngelihatin saya kayak begitu sih?" tanya Si lelaki pada akhirnya.

"Aku mau mencoba mengingat wajah kamu kalau semisalnya kamu memang beneran orang jahat. Nanti aku gambar, terus kukasih hasilnya ke polisi. Ini karena ponselku ketinggalan di toko aja, ya. Kalau enggak gitu, udah kufoto wajah Masnya dari tadi."

"Dengar, ya, wajah model begini tuh enggak sembarang orang bisa motret lho!"

"Iya-iya, Masnya memang ganteng banget makanya saya ngajak pacaran." Lelaki itu menggelengkan kepalanya. Lama-lama jantungnya meledak mendengar kalimat-kalimat ajaib dari isi kepala Yola. "Oh, ya, nama kamu siapa? Kalau aku, Yola."

Lelaki itu tergelak beberapa detik sampai kelopak matanya menipis. Ia mendekati Yola lalu akhirnya menjawab, "Kamu baru nanya nama setelah ngajak saya pacaran? Ajaib kamu tuh." Ia tersenyum lalu kembali berkata, "Panggil saya Satrya! Tapi kamu yakin ngajak saya pacaran, tampang kamu masih kelihatan bocah begini soalnya."

"Hey, aku udah dewasa. Aku udah bisa menghasilkan uang sendiri. Sekarang umurku juga udah 22 tahun."

"Baru dua puluh dua tahun?"

"Kenapa? Memangnya kamu berapa?"

"Dua sembilan."

"Hmm, pantesan."

"Pantesan apanya?"

"Dari cara ngomong kamu udah memancarkan aura kedewasaan. Ini berarti aku harus manggil pakai saapaan dong, ya. Mau dipanggil apa? Abang, Mas, Kakak, Bapak, atau Oppa?"

Thursday I'm In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang