Bab 4 - Proyek Bangunan Setengah Jadi

669 132 28
                                    

-oOo-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-oOo-

HARI-hari berikutnya datang secepat kabut yang menyelimuti langit. Gurat kelelahan terlihat dari ekspresi Haura, terutama malam ini, ketika dia pulang ke rumah dan tak sengaja melihat mamanya sedang menelepon di ruang tengah.

Kali ini pun suasana hati Mama tak terlihat baik. Wanita itu terlihat marah-marah dan menggerakkan tangan dengan gusar, sampai-sampai rona keunguan tampak di kulit wajahnya yang putih. Kemudian, sepertinya panggilan dimatikan secara sepihak, sebab Mama langsung mengumpat murka di layar ponselnya.

"Aku pulang," Haura sengaja mengeraskan suara agar Mama merasa malu dengan umpatannya. Namun, Mama tak terpengaruh apa-apa dan malah bertanya pada Haura.

"Kamu dari mana aja sampai pulang malam gitu?" Raut kemarahan di wajah Mama belum juga luntur, dan Haura yakin kali ini pun dia akan menjadi pelampiasan lagi.

"Dari rumah teman."

Mama hanya diam dengan tangan bersedekap di dada, kentara meminta penjelasan lebih. Pada saat-saat seperti ini, biasanya Haura akan sudi melawan mamanya dengan kemarahan yang sepadan dengan umpatan Mama di telepon. Namun, kali ini Haura sangat malas untuk menyulut pertengkaran. Jadi dia mengarang cerita dan membalas lemah, "Maaf, Ma. Tadi aku kerja kelompok dan lupa waktu."

"Terus?"

"Enggak akan aku ulangi lagi," kata Haura dengan wajah datar.

Mama tampak tak memedulikan reaksi Haura, dan langsung mengoceh, "Jangan dibiasakan pulang malam kayak gitu lagi, apalagi kamu cewek. Di luar sana banyak orang jahat yang melancarkan aksi malam-malam. Kalau suatu saat kamu dirampok atau dibegal, syukurin. Mama ogah bantu kamu―"

"Mama masak enggak?"

Mama mengernyit, tersinggung karena ucapannya dipotong putrinya, "Apa?"

"Makan malam," kata Haura sambil memegang perutnya. "Aku lapar."

Tatapan Haura seperti anak kucing malang yang kelaparan―dia memang sengaja memasang raut seperti itu agar Mama berhenti mengomel dan memberi sedikit perhatian untuknya. Mama menarik napas, matanya jelalatan panik ke sekitar dapur karena tertohok dengan tuntutan Haura. Tak menemukan alasan bagus, wanita itu lantas berdecak, "Kamu kan tahu Mama selalu sibuk. Beli sendiri di luar, mumpung belum terlalu malem."

"Katanya enggak boleh keluar malam-malam?"

"Ajak Hindra," Mama membalas nyaris menggerutu. Wanita itu tiba-tiba bangkit dari sofa dan merogoh sesuatu dari kantong dasternya. Haura tak sengaja melihat Mama mengeluarkan sekotak wadah rokok yang agak penyok dan dua lembar uang lima puluh serta beberapa pecahan ribuan yang sudah kusut dan tertekuk. Dia mencabut dua lembar lima puluh ribu dan menyerahkannya pada Haura, "Bungkus buat sarapan besok. Mama mau berangkat ke butik pagi-pagi, enggak bakal sempet masak."

"Selama ini juga enggak pernah masak," Haura menggumam lirih sekali, dan Mama menatapnya mengernyit. "Apa, Ra?"

Tapi Haura hanya menggeleng tidak minat.

𝐀𝐍𝐆𝐄𝐋'𝐒 𝐂𝐈𝐑𝐂𝐔𝐒 (𝐒𝐔𝐃𝐀𝐇 𝐓𝐄𝐑𝐁𝐈𝐓) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang