#sepucuksurat #streamingBiJo

23 15 1
                                    

Aku baru tiba di Jakarta hari ini.

Ini adalah kunjungan yang kesekian kalinya bersama keluarga. Biasanya setiap kali pesawatku mendarat di bandara Soekarno Hatta, aku akan melakukan hal-hal yang sudah rutin kulakukan. Aku turun dari pesawat, mengurus imigrasi, dengan sabar aku menunggu bagasiku muncul di ban berjalan, setelah semuanya beres semuanya langsung keluar dari bandara tanpa melihat kiri-kanan.

Tapi hari itu berbeda. Ketika aku keluar dari bandara, aku melewati sebuah kafe dan mencium aroma kopi yang enak. Untuk pertama kalinya aku tergoda untuk duduk dan menikmati kopi. Aku membiarkan keluargaku pergi menuju hotel yang telah kami sewa. Aku tidak tahu apa yang menarikku, tetapi aku meyakinkan diri sendiri bahwa aku hanya lelah setelah berjam-jam duduk di pesawat yang sempit.

Kafe itu memberi kesan nyaman, dengan beberapa meja kecil dan kursi empuk. Aku memesan Espresso dengan krim dan ketika menunggu pesananku itulah sesuatu terjadi.

Aku baru mengeluarkan ponselku dan mulai memeriksa jadwal kuliah onlineku  selama di Jakarya ketika seseorang menyenggol koperku yang kuletakkan di lantai, di sampin meja.

''Maaf.'' katanya.

Aku mendongak dan melihat seorang gadis muda sedang memperbaiki posisi koper berodanya yang menyenggol koperku. Ia tersenyum sekilas untuk meminta maaf. Sebelum aku sempat membalas senyumnya atau menyahut, ia sudah berbalik dan berjalan menjauhi mejaku sambil menarik kopernya.

Kuperhatikan ia berjalan ke meja dekat jendela kaca besar yang menghadap ke luar bandara. Dalam perjalanan singkat ke meja itu, kopernya menyenggol dua kursi dan nyaris melindas kaki salah seorang pelayan. Entah tidak menyadari atau tidak mau ambil pusing, gadis itu tetap berjalan seakan tidak ada yang terjadi.

Ia duduk dan menyilangkan kaki. Posisinya sedikit membelakangiku. Tanpa melirik menu yang ada di meja, ia memanggil pelayan dan memesan sesuatu. Aku terlalu jauh untuk mendengar apa yang dikatakannya. Setelah itu ia menyandarkan punggung sandaran kursi dan memandang ke luar jendela.

Gadis itu... posisi duduknya... kaca jendela besar... sinar matahari menyinarinya.... Aku terpesona melibat kombinasi semua itu. Dengan sinar matahari dari luar, sosok gadis itu menjadi agak kabur, gelap dan memberikan kesan misterius. Aku bisa saja terus memandangi gadis itu kalau saja aku tidak menyadari bahwa aku sudah punya janji bertemu seseorang hari itu.

Kupikir aku tidak akan bertemu gadis itu lagi, tapi aku mulai menyadari bahwa hidup penuh kejutan.

Aku bertemu lagi dengannya Malam itu juga. Seperti yang kukatakan tadi, aku punya janji bertemu seorang teman di sebuah kafe sekaligus klab malam itu dan aku datang terlalu cepat. Aku mengambil tempat duduk di bar yang agak ramai dan memesan minuman sambil menunggu.

Kemudian seseorang menghampiri minibar dan berseru. ''Nathan! Mau minta soju lagi ada? Kata papa gapapa kok gue minum soju hehehe soalnya gue udah legal loh''

Aku menoleh ke arah suara lantang dan jernih itu dan agak terkejut mendapati gadis cantik yang berdiri di sebelahku adalah gadis yang sama yang kutemui di bandara tadi sore. Ia bahkan masih memakai pakaian yang sama: turtleneck lengan panjang berwarna biru turkois dan celana panjang krem. Ia tidak mengenakan jaket. "Nathan!" seru gadis itu lagi sambil mengangkat gelas kosong yang dipegangnya untuk menarik perhatian sibartender.

Bartender berambut keriting yang dipanggil Nathan itu datang menghampiri. "Nathan, segelas soju satu lagi'' ulang gadis itu sambil menggoyang-goyangkan gelasnya. Ia menyunggingkan senyum manis, seakan berusaha membujuk si bartender mengabulkan permintaannya.

''Dasar anak jaman sekarang, sukanya mabuk di kelab bapaknya, untung anak pak bos! Ini juga pasti karena pergaulan di luar negeri sana!'' misuh si bartender.

Kelihatannya si bartender dan gadis itu sudah saling mengenal dengan baik karena Nathan mengangkat sebelah alisnya dan menatapnya dengan tatapan curiga, lalu bertanya dengan nada menantang ''Kau datang sendirian?"

Si gadis mengangguk tegas, lalu mengangkat dagu. ''Emangnya kenapa?'' balasnya dengan nada menantang yang sama.

"Menurutku kau sudah minum terlalu banyak.'' kata Nathan pelan, mengalah sedikit. ''Aku bisa dipecat kalau kau sampai mabuk di sini.''

Gadis itu menatap Nathan dengan mata disipitkan, lalu tersenyum lebar.''Gue belum mabuk, bro,'' bantahnya. Mendadak ia menoleh ke arahku dan berkata, ''Heh! tolong bilang ke dia kalo gue belum mabuk."

Aku mengamati gadis itu. Menurutku ia memang sedikit mabuk, tapi ia masih bisa berdiri tegak, ucapannya masih jelas, dan pandangannya masih terfokus.

Aku berdeham dan berkata pada Hugo.''Sepertinya dia belum terlalu mabuk.''

Nathan menopangkan kedua tangan di meja bar dan mengeleng-geleng. ''Kalau dia sudah memanggilku Nathan, artinya dia sudal harus pulang,'' katanya tegas.

Aku memandang Nathan tidak mengerti.

Nathan menarik napas, lalu berkata dengan nada datar, ''Namaku bukan Nathan.''

"Gue panggil lo Nathan karena nama lo susah banget di ucapin,'' gadis itu membela diri dan tertawa kecil. ''Gak berarti gue mabuk.''

''Karena hari ini kau datang sendirian, sebaiknya kau jangan mabuk-mabukan,'' kata Nathan lagi. ''Tidak ada yang bisa mengantarmu pulang kalau kau mabuk.''

Gadis itu mengibas-ngibaskan tangannya. ''Lo ini bener-bener nyebelin, Nathan.'' gerutunya, lalu mengangguk. ''Tapi lo bener. Minum sendirian emang gak nyenengin. Gue pulang aja.''

"Mau kupanggilkan taksi?'' aku menawarkan. Biasanya aku bukan orang yang suka ikut campur urusan orang lain. Entah apa yang merasukiku waktu itu.

Dia menatapku. Dari raut wajahnya aku hampir yakin gadis itu akan mengucapkan kata-kata seperti 'Aku memang sedikit mabuk, tapi aku tidak tolol. Bung. Mana mungkin aku membiarkan diriku ditipu pria asing yang kutemui di bar? Memanggilkan taksi? Yang benar saja!'

Namun imajinasiku terlalu berlebihan, karena pada kenyataannya gadis itu hanya tersenyum, menggeleng pelan, dan berkata, 'Terima kasih, tapi gak perlu. Gue bisa sendiri.''

Aku memandangi punggung gadis itu sampai ia menghilang di balik kerumunan orang. Aku ingin bertanya pada Nathan tentang gadis itu, tapi tidak jadi. Kalau Nathan memang kenal baik dengan gadis itu, ia pasti akan curiga kalau aku bertanya macam-macam. Tapi harus kuakui, ada sesuatu dari gadis itu yang membuatku tertarik.

-Harutawa
Jakarta 8 am.

Jakarta In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang