Lima

24 13 0
                                    

Sebenarnya saat itu Joanna tidak benar-benar bosan. Ia hanya mengantuk karena kemarin ia terpaksa bangun pakel 09.30 Dalam kamusnya, matahari baru mulai terbit jam 10:00 di Minggu.

Joanma mendengar Bianca tertawa kecil di dalam siarannya. "Kak Harutawa, kedengarannya itu seperti ajakan kencan. Demi kamu, kami berharap gadis itu mendengarkan acara ini." Bianca lantas mengakhiri siarannya setelah itu.

Senyum Joanna melebar, Joanna tahu jika Haruto menyebutkan dirinya secara tidak langsung. Haruto benar-benar laki-laki yang lucu dan penuh kejutan

🌧

"Mau makan di mana?" tanya Jeandra.

Joanna memindahkan ponsel dari telinga kiri ke telinga kanan dengan kening berkerut. "Di mana ya?"

Kedengarannya Jeandra juga sedang berpikir di ujung sana. "Mau makan Kwetiaw?" sarannya.

"Boleh aja. Udah lama kita tidak makan Kwetiaw. Di tempat biasa?''

"Ya'' Lalu suara Jeandra terdengar ragu. "Oh, ya. Lo gak keberatan kalo gue ajak Haruto sekalian, kan?"

"Nggak kok. Ajak aja," sahut Joanna langsung. sekali bertemu Haruto lagi.

Suara Jeandra terdengar lega. "Bagus. Kita ketemu di sana aja, ya?''

Joanna mengiyakan, lalu menutup telepon dan merenung. Jeandra kedengarannya ragu ketika menanyakan apakah ia boleh mengajak Haruto. Joanna berpikir itu mungkin karena Jeandra takut Joanna tidak akan setuju mengingat sikapnya yang tidak bersahabat saat pertemuan pertamanya dengan Haruto. Tetapi Jeandra tidak tahu Joanna sudah pernah bertemu dengan Haruto setelah pertemuan pertama itu.

Joanna memang belum memberitahu Sebastien tentang hal itu. Bukannya tidak mau, tapi waktunya tidak tepat. Kemarin mereka berdua sibuk dan tidak bisa bertemu, sementara dua hari yang lalu ketika ia pergi menjemput Jeandra di stasiun, Joanna sempat kesal dengannya.

Sebenarnya ketika ia pergi menjemput Jeandra di stasiun suasana hati Joanna masih bagus sekali. Melihat sosok Jeandra yang keluar dari pintu kereta api saja hatinya langsung melonjak dan ia segera melambai-lambai dengan gembira.

Suasana hati Joanna mulai berubah ketika mereka sudah berada didalam mobil dan ia bertanya tentang perjalanan study Jeandra ke Bandung.

"Bagaimana Bandung?" tanyanya sementara mereka meninggalkan stasiun.

Jeandra tersenyum lebar. "Semuanya baik-baik aja'' jawab nya puas. Ia menoleh ke arah Joanna dan mengedipkan sebelah mata. "Gue juga ketemu cewek di sana."

"Lagi-lagi," Joanna mendesah. Ia sudah bosan mendengar kisah cinta kilat Jeandra.

"Tunggu dulu," sela Jeandra. "Ini gak kaya yang sebelumnya."

"Apa bedanya?"

"Gadis ini berbeda. Gue bener-bener suka sama dia."

Mobil sempat oleng begitu Joanna mendengar kata-kata Jeandra. "Ya Tuhan! Hati-hati dong Jo. Lo hampir nabrak mobil di sebelah lo!" seru Jeandra memperingatkan.

"Berbeda? Berbeda gimana?" tanya Joanna sambil memaksakan tawa sumbang. "Bukannya semua cewek sama aja buat lo?"

"Gue serius," sahut Jeandra. Dan suaranya memang terdengar serius. "Cemara berbeda," la mengulangi.

Cemara? Pemilik nama semacam itu pasti kurus kering dengan rambut panjang dan lurus berwarna hitam. Warna hitam mengingatkan Tara pada orang-orangan sawah di tempat neneknya, Jangan-jangan si Cemara  memang mirip orang-orangan sawah. Joanna tidak bisa menahan diri untuk berpikir yang tidak-tidak.

Jakarta In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang