Bunyi apa itu?
Joanna mengerang pelan dan menarik selimut menutupi kepala tapi samar-samar masih terdengar bunyi berisik seperti sirene yang meraung-raung. Awalnya ia menulih mengabaikan bunyi itu, tetapi lama-kelamaan ia merasa terganggu juga. Dengan mata yang masih terpejam ia mengulurkan tangan ke meja kecil di samping tempat tidur dan mulai meraba-raba. Pertama-tama ia meraih ponselnya.
''Haaa.. lo?" gumamnya dengan kening berkerut dan mata tetap terpejam.
Bunyi itu masih terdengar. Oh, ia lupa....
"Hallo!" gumamnya sekali lagi setelah menekan tombol Jawab Bunyi itu masih tetap terdengar. Joanna mendecakkan lidah dan menjatuhkan ponselnya ke lantai. Setelah itu ia mengulurkan tangan sekali lagi dan meraba-raba. Tangannya menemukan sebuah beker kecil. Ternyata benda itu yang berbunyi nyaring dan bergetar dengan hebamya sampai hampir meloncat dari genggamannya. Ia mematikan alarm beker dan damailah dunia, Karena malas mengembalikan beker ke meja, ia melemparkan benda itu ke lantai. Semua itu dilakukannya tanpa sekali pun membuka mata. Sekarang ia kembali meringkuk dengan nyaman di balik selimut.
🌧
Bunyi apa lagi itu?
Joanna meraih bantal dan menutup kepalanya, berharap bunyi itu segera berhenti. Tapi ternyata bunyi itu sanggup menembus bantal dan sampai di telinganya. Ia melempar bantal ke samping. menendang selimur dan mengerang kesal.
Demi Tuhan! Hari ini hari Minggu! Kenapa tidak ada kedamaian sedikit pun?
la mendecakkan lidah dan menjulurkan tangan ke meja di samping tempat tidur. Ia meraba-raba, tetapi tidak ada apa-apa di sana. Walaupun masih setengah sadar, ia teringat barang- barang yang tadinya ada di meja kini tergeletak di lantai. la bersusah payah membuka mata yang seakan direkat dengan lem superkuat dan mencondongkan tubuh ke tepi tempat tidur, berusaha meraih ponselnya yang berbunyi nyaring. Ia masih tidak sudi bangun dari tempat tidur, karenanya ia agak kesulitan menggapai ponselnya. Akhirnya setelah memanjang-manjangkan badan dan tangan, ia berhasil menggapai benda berisik itu.
Masih dengan posisi setengah tergantung di ujung tempat tidur, Joanna menempelkan ponsel ke telinga. "Halo?" dengan suara serak.
"My Princess, kau masih tidur?" Suara ayahnya yang secerah matahari terdengar di ujung sana.
"Papa?" tanya Joanna sambil mengerutkan kening. "Kenapa Papa telepon pagi buta begini? Papa kan tahu kalau aku-WUAAA"
''Apa itu? Kau jatuh, My Princess?" tanya ayahnya kaget.
Joanna cepat-cepat meraih ponselnya yang terlepas dari nya ketika ia jatuh dari tempat tidur. "Tidak. Aku tidak apa," katanya pendek, lalu berdeham. Kantuknya langsung hilang begitu kepalanya membentur karpet di lantai. Ia duduk bersila di lantai dan bertanya sekali lagi, "Kenapa Papa menelepon pag buta begini?"
"Oh, sebenarnya Papa tahu kebiasaan burukmu yang di mau bangun dari tempat tidur sebelum jam dua belas siang di hari Minggu, tapi Papa butuh bantuanmu," jelas ayahnya dengan nada resmi, seakan hendak mengatakan kalau Joanna akan melakukan tugas mulia bagi negara. "Mobil Papa rusak tiba-tiba, sedangkan Papa ada janji penting jam setengah sebelas nanti. Antarkan Papa ya?"
Joanna tersentak dan mengerjap-ngerjapkan mata. Jam 10.30 Bukankah ia sendiri punya janji dengan Haruto jam 10.00 Sekarang jam berapa? Joanna mencari-cari beker yang tadi dilemparnya ke lantai. mana jam itu sekarang? "Papa Sekarang jam berapa?" serunya
"Tidak perlu teriak-teriak. Papa belum tuli,'' gerutu ayahnya "Sekarang jam... setengah sepuluh.''
"Astaga! Gue telat!" Joanna meloncat berdiri dan berlari ke lemari pakaiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta In The Rain
Fanfiction[FICTION] Joanna Melisa sangat menyukai hujan. Ia mengira bahwa semua yang ia miliki sudah menjadi segalanya dalam hidup...sampai ia bertemu dengan Watanabe Haruto yang susah di tebak dan selalu membuatnya penasaran. Watanabe Haruto tidak suka denga...