Jeandra meneguk air putih yang disuguhkan sambil melirik jam tangannya. Joanna sudah terlambat 23 menit, tapi Jeandra tidak heran. Ia tidak berharap gadis itu bisa muncul cepat waktu, karena itu sama artinya dengan berharap salju turun di Jakarta.
Hari ini Jeandra mengajak Joanna makan siang untuk menebus acara makan siang mereka yang batal beberapa hari yang Jalu. Jeandra sudah bersiap-siap menghadapi Joanna yang marah-marah atau Joanna yang merajuk, tapi tadi ketika ia menelepon Joanna, gadis itu kedengarannya riang-riang saja. Memang agak aneh, tapi Jeandra berpikir mungkin gadis itu menunggu sampai mereka bertemu muka dan setelah itu Joanna akan memuntahkan kekesalannya karena ditinggalkan begitu saja di restoran waktu itu.
Baiklah, Jeandra mengaku ia memang salah, tapi Jeandra yakin bisa menenangkan Joanna. la sudah lama mengenal gadis itu dan ia tahu bagaimana harus menghadapinya.
Pintu warung makan itu terbuka dan Jeandra mengangkat wajah. Joanna masuk dan memandang berkeliling ruangan. mengangkat sebelah tangan untuk menarik perhatiannya. Gadis itu melihatnya dan langsung tersenyum. Oh, kelihatannya tidak marah.
"Hai, Je,'' sapa Joanna sambil menempelkan pipinya di pipi Jeandra. "Maaf, gue agak telat."
"Gue udah terbiasa nunggu,'' gurau Jeandra.
Aneh. Gadis ini sungguh terlihat biasa-biasa saja. Tidak kesal Tidak marah.
"Lo gak ngajak Haruto?" tanya Joanna setelah ia duduk dan melepas baju luarannya menanggalkan kaos pendek bergambar beruang.
Jeandra menggeleng. "Gak,''sahutnya, masih berusaha meneebak-nebak jalan pikiran Joanna. Apakah gadis itu benar-benar tidak kesal dengan kejadian hari itu? "Tadi gue udah ajak, tapi katanya dia punya janji makan siang sama seseorang jadi dia gak bisa ikut."
''Oh?" gumam Joanna, lalu membuka menu yang ada di meja. ''Lo udah pesen?"
Pelayan datang menanyakan pesanan. Setelah masing-masing menyebutkan apa yang mereka inginkan, si pelayan mengangguk dan meninggalkan meja mereka. Jeandra baru akan membuka mulut untuk bertanya ketika ponsel Joanna berdering.
"Halo?''
Jeandra melihat senyum Joanna mengembang.
"Oh, hai! Lo lagi di mana?" tanya gadis itu. "Di jalan?... Gue? Gue lagi makan siang bareng Jeandra." Joanna mengangkat wajahnya menatap Jeandra.
Siapa? Jeandra bertanya pada Joanna tanpa suara. Pasti orang yang kenal dengannya juga, karena Joanna menyebut-nyebut namanya. Joanna memberi isyarat dengan tangannya supaya Jeandra menunggu sebentar.
''Gapapa. Gue udah tau dari Jean.... Ya, katanya lo ada janji makan siang sama seseorang,'' lanjut gadis itu
di telepon. "Sama siapa?... Oh, Oke. Nanti aja baru lo ceritain ke gue."
Alis Jeandra terangkat. Lho...?
Joanna diam sejenak sambil mengangguk-angguk, lalu berkata, ''Sibuk sampai malam... Mm, gue masih harus nemenin Bianca nanti....Oke. Sampai nanti.''
Jeandra menunggu sampai Joanna mematikan ponsel. lalu ber tanya, "Siapa yang nelpon tadi?"
"Haruto," jawab gadis itu polos.
''Haruto?'' ulang Jeandra. la nyaris tidak percaya pada pendengarannya. Apa maksudnya ini? la semakin bingung. "Gimana Haruto bisa nelpon lo? Maksud gue, bukannya kalian baru ketemu sekali?''
Joanna mengerjapkan matanya, lalu seakan baru menyadari sesuatu, ia bergumam. "Aaah... Bener juga. Gue lupa ngasih tau lo"
"Apa?"
Joanna tersenyum lebar. "Sebenernya kami udah sering ketemu. Lo bener, Jean. Dia emang orang yang baik sama nyenengin."
Jeandra mengangkat tangannya, meminta Joanna bercerita lebih pelan. "Gue udah ketinggalan banyak. Coba ceritain dari awal.'' Joanna pun menceritakan semuanya. Setelah selesai ia mengerutkan kening. Tapi ''ngomong-ngomong. Haruto belum ngasih tau soal ini?"
Jeandra menggeleng. "Kita berdua sibuk, jarang ketemu,'' sahutnya. "Kalo ketemu, kami cuman sempet bicarain masalah proyek bapak kita. Gakada waktu banyak buat ngobrol. Setiap hari di kantor bapaknya dia kerja kayak mesin."
Joanna mengerjapkan mata. "Oh?"
Pelayan datang lagi membawakan pesanan mereka. Mereka berdua terdiam sejenak, lalu Sebastien membuka mulut. "Ngomong-ngomong, lo gak marah sama gue?"
Joanna mengangkat wajah dan menatap Jeandra dengan pandangan bertanya.
"Hari itu acara makan siang kita batal."
"Oh... itu." gumam Joanna. Ia mendesis pelan dan mengangguk-angguk. "Waktu lo ninggalin gue demi si orang-orangan saw... maksud gue, pacar lo itu?"
"Dia bukan pacar gue," Jeandra membela diri. "Seenggaknya, belum bisa dibilang pacar.''
"Terserahlah."
"Terus, lo gak marah?" tanya Jeandra lagi.
Joanna meletakkan garpunya dan menatap Jeandra dengan tatapan tidak sabar. "Iyalah gue marah," katanya jengkel. "Siapa yang gak marah kalo ditinggalin gitu aja padahal lo yang lebih dulu ngajak gue makan siang" Lalu sikapnya melunak. "Tapi setelah itu Haruto ngajak gue makan malam. Lo tahu makanan selalu ngebuat gue terhibur. Dia masak ramen dan ngundang gue makan di tempatnya. Ternyata dia pinter masak. Sayang sekali waktu itu lo gak bisa ikut. Makan malamnya nyenengin.''
Jeandra membetulkan letak kacamatanya dengan kening berkerut. Sebenernya apa yang sedang terjadi antara dua orang itu? Walaupun Joanna tidak mengatakan apa-apa, kenapa Jeandra merasa sepertinya gadis itu menyukai Haruto?
Jakarta In The Rain|Bab Delapan
Marah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta In The Rain
Fanfic[FICTION] Joanna Melisa sangat menyukai hujan. Ia mengira bahwa semua yang ia miliki sudah menjadi segalanya dalam hidup...sampai ia bertemu dengan Watanabe Haruto yang susah di tebak dan selalu membuatnya penasaran. Watanabe Haruto tidak suka denga...