Enam

19 11 0
                                        

Hari itu sungguh menyebalkan. Perasaan Joanna tidak membaik sepanjang sisa hari itu. Ditambah lagi ia terpaksa harus menerima omelan dari Yoseph Heryawan, dosennya yang sudah berusia lebih dari setengah abad dan superkeras, karena tugas lukisannya dinilai buruk saat ujian seni lukis. Yoseph bukan orang yang suka bertanya-tanya tentang masalah pribadi bawahannya dan ia juga tidak peduli. Yang penting baginya adalah keindahan dalam sebuah lukisan, lukisan harus memiliki makna mendalam dan harus menarik di mata penonton.

Joanna keluar dari ruangan Yoseph sambil menggerutu dalam hati. Jeandra brengsek! Laki-laki itu membuat perasaannya kacau seperti ini. Hari ini benar-benar tidak menyenangkan. Ia ingin cepat-cepat pulang saja. Ia bahkan tidak ingin makan malam nanti. Ia mau langsung pulang dan tidur.

''Gimana? Pak Yoseph ngamuk?'' tanya Bianca simpatik begitu Joanna masuk ke kamar mandi.

Joanna menghembuskan napas panjang dan berat. Ia memandang Bianca yang sibuk bercermin. Lalu mengangguk lesu. ''Hari ini nyebelin banget.'' gumamnya, lalu membasuh kedua tangannya.

Bianca tersenyum menghibur. ''Jangan terlalu dipikirin. Lo kan tau sendiri dosen kita kayak apa. Si Perfectionist yang mengharapkan semua orang juga sama kayak dia.''

Joanna hanya mendesah dan cemberut.

"Ngomong-ngomong, Sabtu nanti lo dateng, kan?" tanya Bianca mengalihkan pembicaraan.

Joanna mengerjapkan mata. "Sabtu? Ke mana?"

"Ke Party Ulang Tahun gue. Lo gimana sih? lupa?''

"Astaga! Itu kan masih lama," protes Joanna, lalu melirik kalender di hpnya. "Masih seminggu lagi."

"Gue cuman mastiin," Bianca membela diri. "Dateng kan?"

Joanna mengangkat bahu. "Iyalah! Kalo ada makanan gratis, gue dateng.''

Bianca mendengus dan tertawa. ''Gue juga ngundang Jeandra. Dia tanya gue apa boleh dia ngajak temen."

Joanna meringis. "Pasti si orang-orangan sawah itu,'' gumamnya murung.

"Siapa?''

"Cewek barunya.''

"Oh,''gumam Bianca. Sepertinya ia memahami apa yang dirasa kan temannya. "Jadi gue bilang pada Jeandra kalo dia boleh membawa temennya.''

Keduanya keluar dari kamar mandi dan kembali duduk di salah satu meja kantin kampus.

Joanna meringis lagi. ''Lagi ngapain lo?'' tanyanya ketika melihat Bianca asyik mengorak-atik laptop-nya. Ia tidak ingin membicarakan Jeandra lagi. Suasana harinya buruk gara-gara Jeandra.

''Oh gue lagi baca e-mail yang masuk,'' sahut Bianca tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. ''Gak nyangka banyak e-mail masuk nanyain soal Harutawa."

"Hm Harutawa?"

Bianca mengangguk. "Beneran, kebanyakan e-mail dari cewek. Mereka ngerasa Harutawa itu laki-laki yang romantis. Mereka berharap bisa mendengar kelanjutan ceritanya.''

Joanna tersenyum sendiri mendengar kata-kata temannya.

"Sebenernya gue sendiri juga penasaran kapan dia mau ngirim e-mail ke kita lagi," lanjut Bianca. ''Gue ngerasa kayak lagi dengerin cerita bersambung. Buat gemes."

Jangan-jangan lo juga salah satu fans-nya ?" goda Joanna.

Bianca hanya tertawa kecil dan melanjutkan pekerjaannya Saat itu ponsel Joanna berdering.

''Halo?

"Halo, Jo. Kuharap kau sedang tidak sibuk."

Senyum Joanna langsung mengembang dan semangatnya bangkit begitu mendengar suara laki-laki itu. "Haruto!" serunya gembira. "Gimana lo bisa tahu nomor gue?''

Jakarta In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang