negan0,6: kebahagiaan lebih dari surat cinta adik kelas

79 5 46
                                    

chapter 11

Setelah bersibuk-sibuk ria selama berminggu-minggu karena jadi panitia mos dan latihan demo klub teater, akhirnya di hari Minggu itu gue bisa rebahan seharian. Tapi gue nggak rebahan. Sehabis sarapan, Bunda ngajak gue ngobrol berdua di ruang tengah. Om Lazu keluar main golf, sedangkan Rayu masih tidur di kamarnya.

Momen serius yang langsung terjalin itu antara gue dan Bunda berduaan, seketika mengingatkan gue pada hari ketika Bunda meminta restu gue buat nikah lagi. Bunda terus menelisik pergerakan gue yang nggak tenang di bagian meja yang satunya, kami duduk di atas karpet.

"Gimana, udah deket sama Rayu?"

Gue tersentak. Namun itu karena kaget pertanyaan yang Bunda ajukan pertama bukan tentang masuknya gue ke klub teater. "Yah, lumayan. Seenggaknya udah temenan."

Walau sekarang lagi jauhan, tiga hari.

Bunda tersenyum lembut, menangkap tangan gue untuk dia usap. "Syukurlah kalau begitu. Bunda sempat khawatir kamu bakal kesulitan deketin dia."

"Emang iya, awalnya," gue mengonfirmasi, mengingat lagi saat-saat pertama Rayu terang-terangan menunjukkan raut dan ucapan tak sukanya terhadap gue. "Mungkin karena pas itu Negan jemput Rayu ke hotel, sempet main dulu sebentar, jadi lebih terbuka deh Rayu-nya."

Gue nggak menceritakan soal Vinzo, alasan mengapa Rayu mengajukan tawaran jalan-jalan itu. Kalau sama gue sih yang waktu itu masih dibencinya, pasti nggak bakalan mau. Jadi semua ini bermula dari Vinzo.

Bunda mengangguk-angguk, wajahnya kelihatan berseri. "Bisa kamu ceritain, Rayu itu gimana."

"Galak."

Bunda ketawa.

"Serius, Bun," gue ikutan berseri. "Masa Negan cuma nganterin paketnya ke kamarnya, dia nggak ngebolehin Negan ngomong. Terus bicaranya juga ketus pas Negan mau bantuin dia dorong lemari."

Bunda ketawa makin kenceng sampai menutupi mulutnya dengan tangan. "Kamu, ceritain jeleknya dia, tapi kayak yang seneng gitu, Negan."

Gue geleng-geleng kepala. "Ngeselin sih, Bun. Tapi marahnya dia kadang lucu juga. Seenggaknya Negan ada hiburan."

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, gue merasakan kehangatan lagi antar gue dan Bunda. Kalau topik seputar Rayu bisa membuat kami berdua tertawa-tawa seperti ini, hadirnya dalam hidup gue berarti bukan sebuah kesalahan. Setidaknya di masa-masa awal kehidupan baru gue ini, gue nggak merasakan penyesalan. 

Gue memerhatikan bola mata Bunda yang kembali meredup. Akhir-akhir ini gue memang jarang serius mengamati Bunda, bagaimana Bunda menjalani hari-hari pertamanya sebagai istrinya Om Lazu dan ibu tiri Rayu. Apa Bunda sendiri merasa bahagia?

"Bunda sama Rayu gimana?" Gue inisiatif bertanya. Dan pada sekon pertama Bunda mendengarnya, gue sadari raut mukanya semakin menyendu. Ah, harusnya gue nggak menanyakannya mengingat Rayu yang sampai sekarang belum merestui hubungan mereka. "Negan berhasil jadi peran utama lho Bun, di pentas demo klub teater."

Biarlah, sudah terbongkar ini.

Bunda langsung sumringah. "Oh, yang waktu itu Rayu sempet ceritain di meja makan?" Bunda memastikan. Gue mengangguk. "Gimana awalnya tuh, Negan bisa jadi peran utama."

Take Her to The Saturn [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang