chapter 26 (end)
Ranking gue turun.
Gue kesulitan menatap wajah Bunda ketika makan malam.
Ranking gue turun.
Gue nggak tahu apa tidur di atas pukul dua belas malam hampir setiap harinya untuk membaca kembali materi-materi pelajaran masih kurang cukup untuk mempertahankan posisi nomor satu gue di kelas.
Ranking gue turun.
Nggak ada yang mau mendengar berita buruk ini.
Ranking gue turun.
Gue membuat Bunda kecewa lagi.
"Negan."
Hampir sepenuhnya gue sampai di kamar yang dapat menyembunyikan gue dari pertanyaan siapa pun mengenai ranking gue di semester itu, Bunda malah menyusul gue ke lantai atas.
Gue nggak mau dan nggak sanggup membalikkan badan. Bunda tahu hari itu adalah hari terakhir semester satu sekaligus pembagian rapot. Dan sekaligus pengumuman peraihan ranking. Gue bersyukur sekolah kami nggak mengharuskan orangtua mengambil rapot anaknya ke sekolah.
"Ngobrol di rooftop, yuk?"
"Udah malem, Bun. Bunda mending tidur aja." Gue persis tahu Bunda biasanya nggak langsung tidur setelah makan malam.
"Bunda pengen cari angin."
"Negan beliin aja lewat online shop."
Suara tertawaan Bunda yang lepas nggak lantas melunturkan kegundahan gue saat itu. Nggak ada yang dapat meluruhkan pikiran-pikiran buruk gue termasuk ketika Bunda menyentuh kedua bahu gue dari samping lalu berkata pelan, "Kamu tahu apa yang paling bikin Bunda sedih saat ini?"
Berita tentang turunnya peringkat anaknya di kelas.
"Kamu nggak nurutin permintaan Bunda lagi. Padahal Bunda cuma pengen ditemenin cari angin."
Gue menengok ke Bunda, dan segera gue dapati senyuman Bunda yang gue rasa gue nggak layak mendapatkannya.
Gue mengalihkan tatap lagi, menunduk. Mata gue sudah terasa panas. "Lebih baik nggak ada pembicaraan hari ini, Bun. Negan nggak mau membuat Bunda kepikiran."
"Bunda bakal lebih kepikiran lagi kalau Negan nolak permintaan Bunda. Bunda bakal berpikir Negan nggak sayang Bunda lagi."
"Ya ampun, nggak mungkinlah, Bun." Sembari gue mengucapkannya, tatapan kami kembali bertemu. Bunda masih memberi gue senyum itu, senyum yang semakin menyakiti hati gue.
Bunda menaikkan alis. "Yuk?"
Kaki gue bergerak sendirinya bersama Bunda yang kini menuntun melalui genggamannya di tangan gue. Sesaat gue tersekat.
Pintu rooftop Bunda buka. Segelintir angin yang Bunda cari pun langsung menyapa. "Lumayan dingin, ya," katanya. "Bentar, Bunda ambilin jaket dulu."
Gue menghentikannya. "Negan aja yang ambil."
Bunda hanya mengusap tangan gue lembut sambil tersenyum, lalu berbalik mendahului niat baik gue mengambil jaket.
Sejujurnya sih gue nggak terlalu butuh jaket daripada harus melihat Bunda balik jalan lagi ke kamar gue. Beliau habis makan, sebaiknya nggak banyak jalan dulu.
Gue masuk duluan ke rooftop tanpa menutup pintunya rapat. Gue berjalan ke pembatas pagar yang di hadapannya menampilkan pemandangan atap-atap rumah, satu dua gedung pencakar langit, serta restoran cepat saji yang masih buka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Her to The Saturn [end]
Teen FictionRayu tak suka saat papanya menikah lagi. Pindah rumah, pindah sekolah, kehadiran ibu tiri, saudara tiri, karenanya Rayu jadi lebih sering bertindak merepotkan. Lalu ketika Negan, si saudara tirinya itu terlalu perhatian ke Rayu, salahkah ketika seb...