chapter 14
Aku tidak sedang berada dalam kondisi gundah segundah-gundahnya sehingga berkeinginan mendaratkan kepala di bahu seseorang. Tapi keinginan itu meningkat drastis saat kutemukan bahunya yang kosong terpoles seragam di sebelahku di bangku kereta.
Aku menatap samping wajahnya yang sedang menatap ke pemandangan luar jendela. Cahaya matahari menjelang sore menyemprot sebagian besar tubuhnya, membuat sosoknya semakin betah kupandangi dibanding view jendela kereta yang orang-orang bilang menyejukkan.
Akhir-akhir ini aku banyak menghabiskan waktu dengannya. Seolah belum cukup, aku mengajaknya lagi untuk melakukan kebiasaanku-melarikan diri. Tak ada latar belakang apa-apa, itu hanya keinginan impulsif. Aku hanya turut sedih menyaksikan dia yang terlalu serius memikirkan urusan sekolah. Itu namanya bukan anak muda.
Kepalaku masih berada di dekat bahunya saat tiba-tiba dia menoleh dan wajah kami menjadi sangat dekat. Hanya satu detik itu terjadi. Aku sempat melihat bola matanya dari jarak sedekat itu sebelum dia menjauhkan diri dan terkesiap.
Aku diam mematung menyaksikan reaksi malunya yang sangat kentara. Tuhan, bisakah saat-saat tadi diulang?
"M-maaf."
Dia lebih memilih 'maaf' dibanding 'sori'. Menerbitkan asumsi pada diriku bahwa dia memang orang yang kelewat sopan. Bahkan teman-temanku yang dulu jarang sekali mengucap 'maaf' atau 'sori' saat tahu dia jelas-jelas telah melakukan kesalahan.
Ah, mungkin aku terlalu berpikir positif tentang Negan dengan menjelekkan teman-teman bobrokku.
Aku mengembuskan napas ke bawah, bersandar ke bangku kereta, mendapati posisi duduk penumpang di sisi seberang semakin menggelosor. Habis dari mana dia sampai siang-siang begini tertidur pulas?
"Ray."
Aku langsung menoleh.
"Waktu itu kamu bilang aku beruntung karena punya bakat dan bisa banggain orangtua. Sementara kamu kerjaannya cuma bikin repot." Perkataannya belum selesai. "Terus, kalau gitu, kenapa kamu nggak coba buat nggak bikin repot lagi?"
Perlu beberapa detik untukku mengingat ketika itu terjadi. Mm, saat pertama kali aku dan Negan marahan dan menyebabkanku galau karena aku merasa kesepian lagi?
"Bukan berarti aku kerepotan loh," dia menggeser duduknya mendekati jendela, sama sekali tak memandangku, "aku cuma penasaran, intinya, kenapa kamu sering banget melarikan diri?"
Keningku mengernyit. Bukankah dia seharusnya tahu? Secara tak langsung aku pernah bilang padanya bahwa aku tak pernah menganggap rumah itu sebagai rumah.
Dan apa mungkin aku bisa berlama-lama tinggal di tempat yang terus membuat hatiku sakit?
Kamu pikir setiap hari melihat wanita asing (yang bukan asisten rumah tangga) tinggal di rumah yang sama denganmu, di tempat di mana harusnya kamu merasakan kenyamanan di sana, kebebasan, privasi, semuanya terenggut hanya karena kehadiran satu orang yang tak pernah kamu harapkan hadirnya bahkan untuk satu detik berharga dalam hidupmu. Kamu tidak pernah berharap dia ada.
Ironinya, dia adalah orang tersayang bagi manusia di sebelahku ini. Posisi nomor satu. Wajar saja.
Tetapi ketika dia mulai menunjukkan perhatian lebih untukmu, mengetahui kasih sayang itu terbagi, posisi nomor dua, walau kamu tak ingin, kebencian itu malah semakin mengakar.
Aku tidak mungkin kan bilang aku tidak betah di sana gara-gara ada bundanya?
Negan melirikku sekejap. Tangannya memayungi mulut. "Karena ada Bunda?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Her to The Saturn [end]
Novela JuvenilRayu tak suka saat papanya menikah lagi. Pindah rumah, pindah sekolah, kehadiran ibu tiri, saudara tiri, karenanya Rayu jadi lebih sering bertindak merepotkan. Lalu ketika Negan, si saudara tirinya itu terlalu perhatian ke Rayu, salahkah ketika seb...