Gabut Di Tengah Vaksin (~2021)

1 0 0
                                    

Fulan bin fulan...

Suara gema microphone sahut menyahut di dalam lamin bahau di Lapangan Taman Budaya Sentawar. Ratusan orang berdiri menunggu nama mereka di panggil ke meja vaksinasi.

Sudah setahun lebih masa pandemi ini membayangi Dunia kita yang sudah tua. Masa filterisasi generasi tua masih trus berlanjut. Manusia sedang diuji dan di filterisasi dan menyisakan yang kuat dan muda.

Angka merah di Indonesia sudah mencapai Satu Juta Lebih (berdasarkan Data Awal Tahun). Milestone ini bukan lah hal yang menggembirakan seperti Milestone View Youtube, tapi ini adalah bencana.

Pemerintah sejak setahun lalu sudah full-out menangani saat-saat darurat pandemi ini. Bantuan-bantuan banyak dicairkan, PPKM terus di upgrade level-nya. Vaksinasi rutin stiap bulan diadakan. Tapi tetap saja angka merah itu terus bertambah.

Belum lagi da penyalahgunaan dana dari tiap bantuan-bantuan tu, asal-asalan dalam mendiagnosa pasien di rumah-rumah sakit, tutupnya sekolah-sekolah, kematian massal, Dll.

Pandemi dikelilingi hal-hal buruk. Ya lagi pula pandemi sendiri sudah bersifat buruk. Jd bukan hal aneh dia dapat mendatangkan hal-hal buruk lainnya.

Di sela-sela vaksinasi dan rangkaian aksi berdiri menunggu, aku mulai tersadar akan betapa sedikitnya yang kutahu tentang orang-orang asli etnis tanah kelahiranku, kaltim.

Lama merantau ke jawa membuyarkan ingatanku akan betapa cerah kulit dan sipit mata etnis dayak. Mata ku terbiasa melihat kulit kuning dan lebarnya mata orang jawa (di banding orang asli etnis dayak). Tiba-tiba Aku merasa menjadi orang asing, benar-benar asing seperti bukan kelahiran tanah disini. Memang aku punya darah keturunan jawa, tapi ya kan aku juga lahir di sini.

Tapi ya mungkin aku bisa membaru sedikit, karena mata ku tergolong sipit (walau bukan alami gara-gara minus) tapi ya mirip lah hehe...

You know what...
Akhir-akhir ini, malam-malamku selesai dengan cepat karena memang jadwal bermimpi ku lebih cepat sekarang. Entah karena vaksin atau memang ada perubahan secara tidak sadar, tapi sebelum itu aku dikenal suka begadang. Maybe karena ada sedikit masalah soal mental ku, mungkin. Jadi badanku bersimpati denganku dan mencegah ku menembus tengah malam sehingga hal itu tidak menggangguku.

Aku sudah di ujung tanduk, curhat sana sini tetap tak memuaskan rasa dingin yang sering mncul di dadaku ketika sendiri di tengah malam meratapi hal-hal yang setiap waktu berterbangan di kepala kecil ku ini.

Terlalu banyak hal, jadi sepertinya gak perlulah di sebutin di sini. Tapi setelah beberapa hari menderita dan mencari solusinya, akhirnya pikiran menyetujui satu hal. Aku rindu kehangatan "Teman".

Teman itu bukan teman biasa, makanya ada dua tanda petik mengelilinginya.

Ya, "Teman" yang bakal senantiasa mendukung dan menenangkanku ketika saat itu terjadi. Tak tahan rasanya ketika rasa dingin tu datang ketika tak ada seseorang pun yang akan memelukmu untuk membantu menghangatkannya.

I don't know, when i watched some video about "emotional pain". They said about like "too much caring". Sometimes I can't help myself to caring someone who (i don't know how i know it) looks like they're in pain. Either it's coz like illness or something mentally. I know, i know, they're none for me, but i already did it so it's useless.

Now, maybe i gonna decrease this "too much caring" things and meh, maybe get more focus to my college. I don't know.

Yeah just pray for my sanity okay..

Thanks for reading <3

NEBULATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang