Sebelumnya...
Sera menghelakan nafasnya dengan lega, Fiona melihat lengan baju milik sera yang tadinya berwarna putih menjadi berwarna merah. Pundaknya berdarah "Ra, pundak mu berdarah" Fiona mendekat dan melihat lukanya.
"Eh? Aku ga kerasa—ouch! Jangan di peggang" desisnya saat Fiona menyentuh pundaknya yang berdarah "hehe katanya ga kerasa apa - apa" Fiona terkekeh dan Sera menggelengkan kepalanya sambil berdesis karena lukanya disentuh.
Tawa Fiona perlahan memudar saat melihat senyum sarkastik milik Sera lalu ia mengubah ekpresinya menjadi datar, seperti ia lagi marah.
"Maaf"
Sera terkekeh dan mengatakan "Hihi...bercanda. Ga apa apa, ayo kita cari yang lain" Sera tersenyum dan mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka untuk mencari teman - temannya.
"Kamu gimana ya kalo marah? Aku ga pernah liat kamu marah" Tanya Fiona sembari mereka berjalan dengan hati hati. Sera mengangkat bahunya tetapi ia meringis karena lukanya masih terasa sakit.
"Ternyata sakit juga" gumamnya.
-
"HIH! tertutup semua!" Kesal Fiona dan menendang tempat sampah, dan menggelinding di lantai.
Mereka sudah mengelilingi area lantai tiga, dan setiap saat mereka menemukan pintu, selalu terkunci, dan tidak bisa terbuka. Dan juga tidak ada tanda - tanda teman - temannya yang lain.
"Aku pingin berbaring di tempat tidurku" Keluh Fiona dan duduk di lantai, ia tidak peduli jika lantai itu kotor.
Pats! Kilat menyambar lagi serta suara siulan yang mereka dengar sebelumnya. Bulu kuduk kedua remaja itu berdiri, dan ada suara jejak kaki mendekat mereka. Fiona berdiri "Ra...ada seseorang mendekat" Fiona melihat sekeliling dan mencari dari mana suara itu berasal.
"Ra-" saat Fiona berbalik badan dan melihat Sera, jantungnya hampir keluar. Mata milik Sera berubah menjadi hitam.
Sera tersenyum dan berkata menggunakan bahasa yang tidak di mengerti Fiona. Fiona perlahan mundur "Kau bicara apa? H-hei...jangan main - main" katanya dengan gagap.
"Al je vrienden zullen sterven als je Sera niet aan ons overhandigt." Sera berkata tetapi suara tercampur seperti menggunakan dua suara. Sera mendekat dan berkata "Kau juga akan mati, jika tidak menyerahkannya kepada kami".
Sera tersenyum lalu matanya kerbali seperti semula dan ia terjatuh.
"Sera! Kau tidak apa - apa?!" Fiona menggoyangkan tubuhnya dengan panik dan khawatir. Sera perlahan mulai sadar, "apa yang terjadi? Sial kepalaku pusing" gumamnya.
"Kau tiba - tiba pingsan saat kilat menyambar kau terjatuh—" Fiona menelan ludahnya "—Matamu berubah...dan kau mengatakan menggunakan bahasa yang aku tidak mengerti"
"Oh..." oh?! Hanya OH?!. Pikir Fiona dan secra mental ia memukul jidatnya.
"Ayo cari yang lainnya" Sera berdiri dan mengikat rambutnya, Fiona mengangguk.
Apakah mereka mengincar Sera?. Pikir Fiona sembari mengikuti Sera untuk ke lantai paling atas, lantai empat.
Mereka berdiri di akhir tangga dan di depan mereka ada pintu raksasa, yang sangat tidak masuk akal karena gedung ini tidak cukup untuk pintu sebesar itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Sakit Iblis [hiatus]
Ficción históricaKeenam pelajar yang tidak sengaja terjebak di rumah sakit yang tidak seharusnya mereka datangi. Banyak tantangan yang mereka harus hadapi agar mereka terbebas dari rumah sakit itu. Apa yang akan mereka lakukan? Apakah mereka terselamatkan? Apa ya...