6. Menyesakkan

148 10 0
                                    

"Bukankah menyakitkan, jika kau hanya memendamnya seorang diri? Seperti tenggelam di lautan tapi tak mampu berteriak meminta tolong. Hanya ada sesak yang mendalam"

____

Hari ini merupakan hari pertama Athifa masuk ekstrakulikuler teater bersama Finn yang sejak masuk ruangan terus berada di dekatnya. Pria itu tak ingin menjauh sedikit pun, bahkan saat sudah hampir selesai.

JEDAR...

Thifa menoleh ke arah jendela. Dimana langit terlihat menggelap karena awan hitam yang sebentar lagi akan menjatuhkan tangisan semestanya ke muka bumi.

"Aku akan membeli payung terlebih dahulu di toko depan," kata Finn saat melihat wajah pucat Thifa yang menatap ke arah jendela.

Sebelum Thifa menjawab, Finn sudah lebih dulu keluar dari ruang teater diikuti beberapa anak teater yang juga ingin pulang sebelum hujan turun. Sedangkan Thifa masih diam sendirian di ruang teater.

Thifa mengedarkan pandangannya ke penjuru ruang teater, hingga tatapannya terkunci pada ruangan tertutup misterius di ruangan ini. Berdiri dari alas duduknya, Thifa perlahan berjalan menuju ruangan itu.

Saat mencoba membukanya, ternyata pintunya tak terkunci. Thifa melangkahkan kakinya masuk setelah menghidupkan penerang ruangan agar ia bisa melihat apa yang ada di ruangan tersebut.

Di dalam ruangan itu Thifa bisa melihat perlengkapan teater seperti kostum, mahkota, pohon, dan lainnya.
.......

"Dikunci nggak?" tanya ketua dari ektrakulikuler teater tahun ini pada rekannya yang merupakan wakil ketua.

"Kayaknya udah pulang semua, kunci ajalah. Di ruang teater banyak barang-barang penting dan mahal, kalau hilang kita yang disalahin," balas sang wakil diangguki oleh ketua sebelum menutup dan mengunci pintu ruangan teater.

Selepas mengunci pintu ruangan, dua orang itu bergegas pergi untuk pulang karena langit semakin gelap dan menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan.

Sedangkan Athifa yang sudah puas melihat-lihat pun keluar dari ruangan. Setidaknya ia akan menunggu di ruang ini hingga Finn kembali, karena dirinya tak memiliki keberanian untuk keluar dari sekolah ini sendirian.

Athifa mengeryit saat melihat pintu ruangan teater tertutup. Apakah pintu itu terkena angin dan tertutup sendiri? Karena seingatnya tadi pintu ruangan masih terbuka.

Perlahan Thifa melangkah mendekat pintu lalu membukanya. Tapi gagal, pintu itu dikunci dari luar. Hal itu tentu membuat Thifa panik, ditambah dengan hujan yang perlahan turun membasahi bumi dengan suara berisik rintihan dan gemuruh yang membuat dadanya terasa sesak.

"ADA ORANG DI LUAR?"

"AKU MASIH DI DALAM, TOLONG BUKA PINTUNYA!"

Sekeras apapun Thifa berteriak rasanya suaranya tak akan sampai pada siapapun jikapun masih ada orang di luar.

Teriakan permintaan tolongnya teredam oleh suara hujan lebat dan gemuruh kencang di luar.

Hujan menyamarkan teriakannya. Sama seperti hari itu, hari dimana ia merasa tak ada seorangpun yang akan mendengar raungan permintaan tolongnya.

Thifa memegang dadanya yang sesak, berjalan tertatih menuju jendela luar, lalu membukanya. Seketika wajahnya terkena terpaan angin, dan ia bisa sedikit bernafas meskipun tubuhnya masih bergetar ketakutan.

PAYUNG PENGGANTI [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang