2. Tertarik

259 14 0
                                    

"Kak--jaga Athifa untukku ya?"

"Vera kamu ngomong apaan sih?! Kita jaga Thifa bersama-sama"

"Aku capek, pengen tidur dulu"
.....

"Om Akas," tegur Thifa saat melihat sepupu dari almarhum Ayahnya menata makanan dengan air mata yang menetes.

"Thifa? Sini makan malam dulu. Om bawain makan malam buat kamu karena Nenek kamu lagi keluar kota dan katanya Mbak yang kerja dirumahmu lagi pulang selama tiga hari'kan?" kata Akas menarik kursi untuk diduduki keponakannya itu.

"Om kangen sama Ayah ya?" tanya Thifa setelah mendudukkan dirinya.

Akas menggeleng pelan lalu mengelus lembut kepala Thifa. "Kalau Om kangen Ayah kamu, Om tinggal lihat wajah kamu," jawabnya karena wajah Adik sepupunya itu sangat mirip dengan wajah Thifa.

"Kalau gitu Om kangen Bunda?" tanya Thifa lagi membuat Akas terdiam dengan senyuman tipis.

"Om kenapa gak mau Thifa panggil Ayah?" tanya Thifa membuat aktifitas Akas yang mengambil nasi terhenti.

"Karena Ayah Thifa cuman Ayah Rega, dan Ibu Thifa cuman Ibu Vera. Om sudah anggap Thifa anak sendiri, tapi Thifa bukanlah anak Om. Dan orang tua Thifa cuman mereka berdua sampai kapan pun," jelas Akas membuat Thifa menghela napas.

"Kalau gitu kenapa Om gak nikah?"
"Ayah ngasih jantungnya ke Om bukan untuk ngabdiin hidup Om buat aku. Bunda nitipin aku ke Om, bukan berarti Om gak boleh bahagia," kesal Thifa hanya mendapatkan senyuman tipis dari Akas.

Sedari kecil yang mengurus Thifa adalah Kakek Nenek dan juga Akas. Ayahnya meninggal karena kecelakaan, sedangkan Ibunya meninggal satu jam setelah melahirkannya. Thifa ingin melihat Akas bahagia dengan keluarganya sendiri, tidak melulu memikirkan dirinya.

"Bahagianya Om adalah ketika bisa lihat kamu tumbuh bahagia. Tapi maaf, Om pernah gagal lindungi kamu," sesal Akas membuat Thifa mendecih dengan mata berkaca-kaca.

"Om bukan Ayah aku! Jadi stop ikut campur atau peduliin aku!!" sentak Thifa sebelum bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke kamarnya kembali.

Setelah beberapa saat terjadi keheningan. Akas bangkit dari tempat duduknya dan menutupi semua makanannya sebelum berjalan ke arah kamar Thifa.

"Om pulang, nanti kalau laper makanannya masih ada dimeja makan," ucapnya didepan pintu kamar Thifa sebelum melangkah keluar dari rumah tersebut.

Didalam kamar Thifa menggigit selimut tebal yang membungkus keseluruhan badannya. Thifa merasa menyesal dan bersalah setelah berkata tak sopan dengan menggunakan nada tinggi pada pria yang selama ini sudah mengurusnya seperti anak sendiri hingga tak mau menikah demi mengurusnya.
.......

Pagi ini Thifa bangun lebih awal karena berpikir jika hari ini sudah mulai proses belajar mengajar untuk pertama kalinya, jadi ia harus sampai ke sekolah tepat waktu.

Thifa langsung menuju ke dapur untuk membuat sarapan sebelum mandi dan bersiap ke sekolah. Tapi didapur ia justru bertemu dengan Neneknya yang tengah memasak untuknya.

"Nenek kapan pulang?" tanya Thifa membuat wanita itu tersentak kaget lalu berbalik badan ke arah Cucunya.

"Baru saja, kamu mandi saja. Nenek yang masak, nanti kita sarapan bareng," jawabnya diangguki pelan oleh Thifa.

"Kakek gimana?" tanya Thifa karena Neneknya masak dirumahnya, sedangkan Kakeknya pasti juga belum dimasakkan.

"Nanti Nenek bawain lauk dari sini. Nenek masaknya banyak kok," jawabnya lagi-lagi diangguki oleh Thifa.

PAYUNG PENGGANTI [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang