3. Pria Itu Berbahaya

209 13 0
                                    

Tes...

Thifa langsung mengelap hidungnya saat buku yang sedang ia baca terkena setetes darah yang ia yakini berasal dari hidungnya.

Thifa melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Gadis itu menutup bukunya kemudian bangkit dari kursi belajarnya menuju ke tempat tidurnya.

"Apakah aku terlalu lama belajar?" gumamnya tanpa sadar sudah menghabiskan waktu lebih dari tiga jam untuk membaca dan mempelajari materi sekolahnya.

Thifa memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Gadis itu akan mudah kelelahan dan mimisan jika melakukan aktifitas yang berlebihan atau memaksakan mempelajari materi yang sulit diwaktu yang lama.

Meski begitu, Thifa masih sering lupa, terkadang ia belajar dan bermain hingga lupa waktu. Bahkan gadis itu sering kali jatuh sakit karena kelelahan, itulah sebabnya Thifa malas mengikuti kegiatan yang berat-berat dan mulai berhenti belajar dimalam hari sampai lupa waktu. Tapi malam ini Thifa lupa, gadis itu menghabiskan banyak waktu untuk memahami materi yang akan dikerjakan untuk tugas kelompok pertamanya hingga dirinya mimisan.

"Ck... Dan sekarang kepalaku mulai pusing," decaknya sambil memijat pelan kepalanya saat sudah berbaring diatas tempat tidur.

Syukurlah mimisannya sudah berhenti, jadi ia tak perlu menyumbat hidungnya dengan tisu yang mengganggu pernapasannya saat tidur.
.....

"Hah--" desah pelan Thifa yang saat ini sudah berada dikelasnya.

Jam istirahatnya, Thifa gunakan untuk mengistirahatkan dirinya dikelas tanpa berniat ke kantin disaat teman-temannya yang lain memilih ke kantin.

"Kau sakit? Wajahmu terlihat pucat," tegur Finn saat melewati bangku Thifa, ia hendak ke kantin bersama siswa pria yang lain tapi berhenti saat melihat siswi kelasnya terlihat lemas.

Thifa menggeleng pelan sebelum kembali menatap objek lain dan tak memedulikan Finn yang masih menatapnya beberapa saat sebelum melangkah meninggalkan kelas bersama teman-temannya saat ia mendapatkan teguran.

"Nisha belikan aku makanan ya,  ini uangnya"

"Aku juga"

"Oh iya aku juga"

Thifa mengalihkan tatapannya pada empat perempuan teman sekelasnya yang memerintah satu anak yang hanya mengangguk patuh tanpa bantahan sedikit pun menuruti keinginan mereka.

Setelah anak itu pergi, Thifa bisa melihat mereka tengah membicarakan anak itu lalu tertawa setelah merasa ada yang lucu dari perkataan mereka.

"Ck tapi aku kesal. Bagaimana dia yang miskin bisa satu kelompok dengan ketua dan wakil ketua kelas," kata salah satu diantara mereka membuat dua lainnya mengangguk setuju.

Salah satu diantara mereka tak sengaja menatap Thifa yang juga tengah menatapnya. Buru-buru ia mengalihkan tatapannya lalu berbisik pada dua temannya.

"Sst-- anak itu juga satu kelompok dengan Nisha dan ketua kelas," ucapnya membuat mereka menoleh bersamaan ke arah Thifa lalu kembali menatap kawannya yang baru saja berbicara.

"Kenapa justru anak-anak seperti mereka yang jadi kelompok Nev dan Finn," gerutunya membuat Thifa hanya menggeleng malas.

Sifat kekanakan mereka saat SMP mungkin belum hilang. Thifa tak mau ikut campur. Biarkan saja, kecuali jika memang sudah mendesak dan juga keterlaluan.
.....

"Jangan lupa nanti jam tiga kita kerja kelompok dirumahku"

Thifa mendongak menatap orang yang baru saja berbicara padanya.

"Aku tak tahu rumahmu," jawab jujur Thifa.

"Hm? Aku akan mengirimkan alamatku nanti. Atau--kau mau aku menjemputmu?"

PAYUNG PENGGANTI [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang