“Lisa, lo serius?”
“Ini udah keempat kalinya lo tanya dalam sepuluh menit ini, Rose.”
“Ya, gue engga percaya aja, kalo lo akhirnya tertarik! Kan lo sempet marah banget sama gue pas gue pertama mulai kerja, lo bahkan nggak mau ngomong sama gua sampe berminggu-minggu. Kaget lah gue pas lo bilang mau nyoba.”
“Gue jadi sugar baby, nggak jadi jablay kayak lo!”
“Sianjing? Gue juga sugar baby, nyet! Siapa juga yang mau jadi jablay?”
“Terus lo nggak pulang seminggu kemarin itu ngapain, hah?”
Sebelum mulai bertanya-tanya sebetulnya ada apa dua gadis Lalisa Manoban dan Rose Park ini sampai ribut di depan laptop apel Rose yang baru tiga hari umurnya, mendingan dijelasin aja ya ada apa diantara mereka berdua.
Jadi, lima belas menit yang lalu, Lalisa baru saja mengeluarkan statement yang hampir bikin jantung Rose copot.
“Rose, bantuin gue bikin akun di aplikasi buat cari sugar daddy.”
Siapa yang engga kaget coba kalo sahabat deket sendiri dari SMA bilang gitu, apalagi sambil nepuk bahu tiba-tiba pas lagi masak.
Mana langkah kakinya engga kedengeran, Rose saking kagetnya sampe nodongin pisau di tangan ke depan wajah Lalisa yang cantik dan mulus bak patung marmer.
“Ini cuman gue, babi. Lo pikir siapa yang bakal masuk apartemen ini selain gue dan mba Jisoo atau mas Jaehyun?”
Rose menurunkan pisaunya setelah pulih dari kaget, “Kali aja lo tiba-tiba kesambet mau perkosa gue? Gue tau bokong gue irresistable, kok.”
Lalisa pasang ekspresi pura-pura muntah meskipun memang benar, belum pernah ada yang menolak Rosebooty selama Lalisa kenal Rose.
“Nggak lah, anjir. Mau gue sodok pake apa lo? Lagian tidur sama lo mahal.” ucap Lisa. “Ini apartemen kita pake berdua aja lo yang masih bayar 3/4 sewanya, makanan lo yang belanja—”
“Gue yang masak, gue yang cuci piring, laundry juga gue yang ngurusin, emang lo itu parasit ya dihidup gue, Lis.”
Lalisa cuman pamer senyum manis dan haha-hehe. “Makanya, bikinin akun buat gue. Biar gue cari sugar daddy gue sendiri.”
Karena enggak dikagetin, Rose akhirnya bisa seratus persen mencerna kalimat Lalisa.
“Lo serius?”
“Kangen band lah, kalo lo nggak suka.”
“Bangsat, beneran ini.”
“Ya beneran, lah. Harga diri gue sebagai perempuan jatoh banget karena lo yang lebih banyak dapet duit biar bisa hidup hedon kayak gini.”
Rose cuma geleng-geleng, dikiranya Lalisa kerja jadi sugar baby itu juga nggak mengorbankan harga diri apa?
Tapi Rose juga tau Lalisa nggak salah. Di tahun kedua mereka kuliah, hidup mereka jauh lebih baik daripada teman-teman mahasiswa perantauan kebanyakan.
Engga ada namanya makan di warteg sampai ngutang-ngutang, jalan kaki atau naik bus kota yang jeleknya bikin pengen berkata kasar karena harus menghemat uang untuk bahan bakar kendaraan, engga ada menjadi vegetarian karena ga punya uang beli makanan yang empat sehat lima sempurna.
Semuanya itu berkat pekerjaan sampingan Rose, yakni pekerjaan yang sekarang dilirik Lisa karena dia udah bosen keliling kota untuk datang ke rumah anak anak SD yang diberikan les privat sama dia.
Waktu dan kesabaran untuk transport dan mengajar anak-anak itu engga sebanding dengan uang tambahan yang masuk ke dalam dompet Lalisa.
Dan jujur Lalisa ngiler dengan barang-barang bagus yang selalu Rose terima hampir tiap minggu, entah itu baju bagus, tas, kosmetik, bahkan barang elektronik yang jutaan harganya.
Jadilah, dua sahabat ini duduk didepan laptop baru Rose, pemberian sugar daddy Rose yang katanya CEO di salah satu perusahaan multinasional bernama Jeon Jungkook, untuk mencarikan Lalisa laki-laki yang lebih tua dan jelas kaya raya menjadi sugar daddy gadis berkulit putih itu.
“Oke, Lisa. Dengerin gue sebelum lo mulai nyari target. Ada beberapa aturan yang menurut gue wajib banget lo pegang teguh dalam menjadi sugar baby. Got it?”
Lalisa mengangguk, meyakinkan Rose kalau dia siap banget untuk mendengarkan.
“Satu, first impression is everything. Lo disini pakai aplikasi jadi pastikan lo bikin diri lo keliatan semenarik mungkin, karena lo berniat untuk jual diri—”
“Gue nggak jual diri! Gue cuma jual eksistensi!” potong Lalisa, ngegas abis.
“Terserah.” kata Rose. “Kalimat lo udah menegaskan lo paham aturan kedua, lo ngasih batasan sampai seberapa jauh lo bersedia ngasih service. Cuma sebagai orang di bayar nemenin makan malam atau yang bisa diajak tidur, itu lo atur sendiri.”
Lisa menyilangkan tangannya di depan dada. Lalu mengangguk ngerti.
“Tiga, jadi penurut buat daddy lo, tapi jangan gampangan. Kebanyakan mereka yang beneran punya duit suka kalo lo play hard to get.”
“Play hard to get-nya harus jadi bangsat dikit kayak lo, gitu?”
Rose memutar bola matanya, malas menanggapi pertanyaan Lalisa yang menurutnya tolol dan lebih cenderung untuk meledek dia ketimbang beneran bertanya.
“Empat, lo harus toleran dan belajar akting sedikit. Nggak semua hal tentang seorang sugar daddy bisa bikin lo nyaman. Bisa aja mereka om-om umur empat puluhan yang gendut dan suka gandeng gandeng lo kemana mana, lo harus bisa tetep keliatan enjoy meskipun lo nngak suka.”
Lalisa berdecih, “Gampang itu mah. Asal gue pulang bawa duit segepok, rela gue di gandeng-gandeng om-om.”
“Good, gue suka lo udah mulai paham kalo emang lo itu kerja untuk duitnya. Tapi lo juga harus hati-hati biar nggak terkesan kayak gold digger, Lalisa.”
“Gold digger?”
“Orang yang cuma mau morotin. Lo dan sugar daddy lo harus punya kesepakatan yang jelas, kalau bisa tanda tangan kontrak, supaya lo tau dengan pasti lo bisa dapet apa dan berapa dengan melakukan sampai sejauh mana. Daddy lo juga bisa lo tuntut kalo berani macem-macem di luar kontrak tertulis.”
“Sip, gue paham.” Lalisa udah pegang ponselnya untuk cari-cari foto yang mau di post jadi sugar babynya, sampai nggak terlalu memperhatikan Rose yang masih ngomong aturan jadi sugar baby.
“Terakhir, yang paling penting! Lo harus kontrol diri lo sendiri, sebisa mungkin jangan sampai ada perasaan khusus buat daddy lo, beberapa dari mereka cuma pengen remaja manis buat diajak jalan, bukan jadi temen hidup!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mockingbird
FanfictionV ft Lalisa Manoban "Jangan takut buat minta sesuatu, aku bahkan bisa ngasi dunia buat kamu." #2 rosekook 221208