Wajahnya terlihat sedikit memerah dengan bulir keringat didahi dan pelipis, bahkan sesekali jilatan pada bibir dilakukan perempuan yang tengah duduk satu meter dihadapannya.Taehyung menatap tanpa ekspresi dengan pulpen yang diketuk-ketukan pada meja, seolah menuntut waktu pertanggungjawaban dari pertemuan yang mereka lakukan saat ini.
"Apa yang mau kau jelaskan pada saya, jika sudah seperti ini?."
Geseran pada kertas yang berada di map hitam berhenti tepat pada sorot yang menunduk, pangutan kedua tangan yang berkeringat dengan ibu jari seperti bermain ayam-ayaman menyalurkan rasa tertekannya.
"Ryu Chaeyong, apa saya berbicara dengan sebuah patung? Apa seperti ini kinerjamu sebagai Manager, tanpa mau mempertanggungjawabkannya?!."
Taehyung tidak bisa menahan emosi, saat mendapati laporan bahwa salah satu dari bisnisnya yang berada di pulau Jeju mengalami kendala pengiriman bahan produksi.
"Saya akan usahakan agar---, "
"Pengiriman ini dipindah alihkan, begitu? Apa bagimu semudah itu berbicara?."
"Saya pastikan lusa semua bahan sampai dengan selamat, Direktur. Jika tidak? Anda bisa pecat saya."
"Saya permisi."
Bahunya disandarkan pada bangku, wajah datar dengan tatapan yang dingin berhasil menatap Chaeyong tidak suka.
"Duduk."
Kalimatnya membuat satu gerakan yang tadinya bangun, kembali duduk. Bahkan getaran ketakutannya terlihat jelas oleh Taehyung, tapi dengan pendirian yang perempuan itu miliki entah mengambil keberanian darimana, Chaeyong menatap Taehyung tanpa ragu sedikit pun.
"Jangan pernah berjanji akan hal itu, yang berhak memecat kamu hanya saya."
"Dan juga, saya ingatkan bahwa saya tidak menoleransi dirimu bermalas-malasan dalam bekerja."
Taehyung memutar pulpen yang berada disela jari-jarinya, memainkan beberapa kali seraya melihat ekspresi perempuan itu dengan seksama.
Apa menurut Chaeyong, Taehyung tidak tahu saat memiliki waktu bersama Annya dan Jennie tadi di danau, terdapat dia yang beberapa meter duduk dibelakangnya?
Apa menurut Chaeyong, Taehyung tidak tahu bahwa beberapa kali dirinya sempat berpapasan, dimall, taman bermain, pasar malam, sampai kebun binatang, dimana semua itu tidak masuk akal apabila hanya dikatakan sebatas kebetulan.
Dan bukankah seharusnya Taehyung menegur wanita itu, untuk berhenti melakukan hal-hal dimana, dirinya terlihat seperti seorang tawanan yang harus diikuti setiap saatnya, bukankah dia harus mengambil tindakan akan hal itu?
Iya, seharusnya dia mengambil tindakan. Karena semenjak tuntutan pencabutan Chaeyong akan pemecatan beberapa bulan lalu dilakukan, semuanya menjadi abu-abu.
Walau sebenarnya sudah menjadi satu warna pasti, tapi entah mengapa pandangannya menjadi kabur. Sangat sulit menemukan satu titik ketidak pastian dalam arah pandangnya.
"Bermalas-malasan? Memang apa yang anda ketahui tentang diri saya, Direktur? Apa anda tahu bahwa saya belum pulang kerumah selama satu minggu ini berada dikantor? Apa anda tahu bahwa saya berusaha semaksimal mungkin, mencapai target dari setiap sasaran yang anda inginkan agar terwujud? Apa anda tahu bahwa saya, beserta dengan Lisa dan Yoenjun memasarkan, menelaah, meneliti, dan turun langsung ke lapangan produksi untuk pengecekan semua barang yang dikirimkan?."
Chaeyong menghela napasnya, terlihat sangat jelas bahwa emosi yang menumpuk membawa kemerahan pada mata hingga ingin menangis.
"Lalu, apa tadi? Anda menganggap saya bermalas-malasan? dimana saya hanya duduk di satu tempat yang sama dengan anda sambil menikmati beberapa waktu yang tersisa, sebelum akhirnya kembali meneruskan pekerjaan saya. Apa hal seperti itu tidak diperbolehkan Direktur, setelah satu minggu saya kerja tanpa henti ini?!."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Fly
FanfictionSequel of Let It Be. Selain seorang Duda beranak satu, Taehyung adalah laki-laki yang tidak bisa disentuh oleh siapa pun, kecuali dengan Annya dan juga.. Chaeyong.