SESUAI permintaan Kak Nial kemarin, dua hari sudah Mega jadi pulang bersamaku, dengan begitu mungkin kesedihan Mega lebih kurangnya akan berangsur hilang.
Kami bersilah layaknya bocah lima tahun di ruang tamu dengan Pony menjadi objek yang didandani. Sedang Kak Nial, duduknya cantik memangku laptop dengan pengikat kepala di keningnya. Kami sempat menertawakan dia tadi sebab berlagak bagai manusia ninja yang siap tempur, padahal yang dihadapinya hanya seperangkat tugas-tugas ketikan. Haha.
“Al, besok di pertandingan putri tim kita lawan tuan rumah loh. Gimana kalau besok kita nonton?” usul Mega.
“Oh, udah main, ya?”
“Iya, sekalian deh liat yang diomongin anak cheers itu. Kamu pasti penasaran juga, kan?”
“Siapa?”
“Ituloh yang kata mereka tuan rumahnya ganteng banget,”
“Waaaah …” sahut Kak Nial tiba-tiba ikut menyela, “Jadi inisiatif kalian dari kemarin mau nonton karena itu ternyata?!” simpulnya sembari tersenyum bodoh.
“Enggaklah. Apaan sih. Mending beresin deh tuh cepet tugasnya lagi,” Aku mengerling.
“Tapi emang bener sih, Kak, di sekolah lagi santer banget ngomongin si itu tuh. Jadi penasaran juga, hihi,” Mega malah jadi memancing Kak Nial mengobrol.
“Mega! Aku saranin mending kamu rukiyah deh sekali-kali. Heran, makin ke sini kok makin keganjenan!” hardikku.
“Namanya juga perempuan, Al, kamu kaya nggak pernah suka lawan jenis aja. Pasti kamu juga pernah naksir temen kelas kita, kan? Ayo ngaku!!!”
“Nggak! Ngapain aku suka temen-temen kelasmu itu?!! Aku kan kalau naksir lawan jenis harus lebih baik dari Kak Nial!” belaku.
“Ya makanya liat dulu kapten tim tuan rumah! Denger-denger dia rajin sholat, Al, coolin abissss, pokoknya muka-muka kamu doang mah nggak di-accept keknya jadi followers dia! Nih Kak Nial kalau bediri di samping dia, lewat!!!”
“Dasar kalian para bocah, udah pinter main gitu-gituan ternyata ya kalian. Mau dilaporin ke ustadzah kali, ya,” ancam Kak Nial dengan sahutannya lagi.
“Kak, aku nggak ikutan, ya. Mega doang tuh keganjenan banget,”
“Nggak usah ngeles, kaya Kakak nggak paham aja seumuran kamu tuh,”
“Emang tuh, Kak, sok-sok nggak suka dia. Paling nanti dia yang paling histeris kalau udah liat,” timpal Mega menambah-nambahi.
“Nggak pernah liat cowok ganteng soalnya,”
Entah kenapa mereka berdua jadi bekerja sama memojokku!
“Sorry ya kalian berdua, tipe kita kayanya nggak sekelas deh! Yang skala internasional aja belum tentu aku minat apalagi yang lokal modelan kapten kebanggaan kalian itu doang!” lagakku menyombongkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DZEMILA
Teen FictionDia selalu berdetak setiap aku rindu dengan senyumnya lagi, seperti setiap rindu yang selalu terbayar lunas mengingat dia menyatu denganku sekarang. "Hai, Wil. Long time no see, kita udah dua tahun nggak ketemu ya, dan baru sekarang bisa ngobrol lag...