22. Kay, Kebaikannya dan Kebohongan

133 33 0
                                    

Kini Kay berdiri di tengah ruangan dengan dikelilingi teman-temannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kini Kay berdiri di tengah ruangan dengan dikelilingi teman-temannya. Kepalanya masih setia tertunduk. Beragam pertanyaan mereka tujukan padanya, namun hanya kebisuan yang ia berikan. Tentu saja Caldwell yang ikut bersamanya mendapat serangan pertanyaan sebagai ganti.

"Tolong tenang dulu, beri kesempatan Caldwell untuk bicara." Peringatan Haven membuat mereka diam. Profesor Laurent yang mengawasi dari jauh ikut mendengarkan, sebab ia setia menemani Jake yang masih terbaring.

"Aku ... menemukan jawabannya," ujar Caldwell tanpa beban. Ia seperti sudah pasrah dengan keadaan. Pikirannya dipenuhi banyak kemungkinan yang bisa terjadi pada Kay. Mungkin amarah besar yang bisa membuatnya musnah?

"Jawaban apa? Tolong katakan dengan lengkap." Haven yang sejak awal menjadi sensitif, tanpa sadar mencengkeram pundak Caldwell.

"Aku akan membebaskan jiwa Jake." Wajah itu terangkat, menggambarkan tekad yang kuat. Caldwell melihat Kay, raut wajahnya menjelaskan kebingungan atas ucapan pemuda itu.

"Caranya?" Haven mendekat dan menatap Kay dengan lamat, "apa jaminan agar aku bisa mempercayai ucapanmu?" Yang lain terdiam, aura Haven tampak berbeda. Dia yang biasa tenang dan menjadi penengah, kini seperti orang yang menantang musuh.

Yakin sekali, mata itu berkilau menaham air matanya. Kay menarik tangan Haven. Ia mengeluarkan pedang airnya dan menggenggamkan pada tangan Haven. "Nyawaku, bunuh aku jika aku berbohong."

Semua orang saling pandang. Profesor Laurent menghampiri mereka, perasaannya tidak tenang mendengar kalimat Kay. "Percaya padaku, Haven. Waktu kita tidak banyak."

Diam, Haven hanya diam menatap Kay. Dia bimbang, dalam hatinya berkata untuk percaya padanya, tetapi pikirannya berkata sebaliknya. Ia diminta untuk membuat keputusan sulit. Sejujurnya, kepercayaan Haven sedikit runtuh pada Kay. Ia memejamkan mata sejenak. "Baiklah, akan ku pegang ucapanmu." Haven menurunkan tangannya dan mengembalikan pedang Kay, "ini bukan milikku. Jika kau memang bisa dipercaya, aku tidak akan takut jika kau berkhianat."

"Terima kasih Haven." Senyum bahagia itu terbit di wajah tampan Kay. Ia merasa ada gejolak aneh dalam hatinya. Satu sisi ia bahagia sebab berhasil membangun kepercayaan temannya, sisi lainnya ia sedih sebab harus menghancurkan kepercayaan sang adik.

"Baiklah, sekarang katakan apa yang kau butuhkan? Aku akan bantu untuk menyiapkan."

"Antarkan aku ke negeri Westfire." Hening, Haven yang berapi-api seketika terdiam. Bukannya apa, ia tidak paham dengan pola pikir Kay. Mereka berusaha untuk menutupi jejak agar tidak ketahuan. Yang Haven pikirkan adalah, apakah mereka aman setelah keluar dari negeri Demiland?

"Biarkan aku ikut Haven." Profesor Laurent mendekat, ia mengusap pundak Haven. "Maafkan aku Profesor, tugasmu di sini lebih penting. Akan ada saatnya aku meminta bantuan."

Tolakan itu membuat profesor Laurent tersenyum tipis. Dalam hatinya terasa ada yang mengganjal. Entah ini hanya perasaan atau dugaan, Profesor Laurent terlihat tidak rela jika mereka pergi.

The Guardians  [ENHYPEN & TXT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang