- Prolog -

7.4K 285 77
                                    

-Annyeong Haseyo-

Happy Reading

"Kami datang untuk menyapa alam lepas, lalu pulang untuk mengharumkan nama Universitas."

...

"Key tas nya baru anjir, orang kaya mah beda emang." Dean berkata.

Di ruangan luas ini terdapat 14 anak yang sedang berkumpul seperti hari-hari biasanya. Memang jika tidak ada kerjaan, yang mereka lakukan hanya berkumpul dan bereksperimen membuat segala bentuk makanan. Yang biasanya orang terniat adalah Bian, Raden Arkabian yang sangat hobi bereksperimen. Kalau kata Kafka mah. "Udah cocok jadi suami para kaum rebahan yang bisa makan doang masak engga." Memang benar apa yang Kafka katakan, namun apakah Bian juga berfikir seperti itu? Oh tentu tidak.

Raden Arkabian yang memang tenar akan ketampanannya, kepintarannya dalam hal apapun bahkan kesempurnaannya dalam bentuk segi manapun memiliki tipe ideal yang suka masak, baik, gak pecicilan, jarang rebahan, berguna juga penting. Terkadang iri kepada Arkabian itu memang harus, sudah jelas no fake fake ganteng fol. Namun di balik semua kesempurnaan pasti ada kekurangan, Bian menjadi anak pecicilan setelah godaan syaiton seperti Arlanka dan Sadipta datang. Bian sudah tidak tahan akan kelakuan dua temannya itu, namun bagaimanapun juga mereka adalah teman yang sudah Bian anggap keluarga.

"Kaya apanya, gak ada. Kita semua sama aja, lagian ini ayah yang ngasih kok. Gue gak minta." Jelas Keylara.

Jika kalian mengira bahwa anak orang kaya tipikal anak-anak sombong no! Keylara adalah anak konglomerat yang amat sangat dermawan. Tak pernah sekalipun Keylara sombong bahkan menganggap dirinya sendiri orang kaya saja Keylara tak pernah. Walaupun seringkali Dinda dan Dean selalu mengusilinya dengan emeng emeng 'anak orang kaya' Keylara tetap pada pendiriannya. Keylara pernah berkata "Gue yang diem aja gak pernah sombong kalian cengcengin, lalu apa kabar sama Kafka yang suka sombong tiap hari tapi gak kalian cengcengin?!"

"Mau lo gue beliin Yan?" tanya Kafka membuat semuanya menoleh padanya.

"Lo mah omong doang." jawab Dean dengan mata nya yang menyipit.

"Dih beneran gue, gue juga lagi liat-liat tas yang biasanya Chenle Nct beli nih." Kafka langsung memberikan handphonenya pada Dean, agar Dean mempercayai nya bahwa dia tidak bohong akan perihal membelikan tas.

Bukan hanya Dean namun Dinda tiba-tiba langsung menyerobot dan menilik isi handphone Kafka.

"Mau juga lo Din?" tanya Kafka kepada Dinda.

"Engga deh, lo mah nanti nya suka keenakan nyuruh gue beli bakso ke depan." ucap Dinda dengan matanya yang masih fokus pada handphone Kafka yang Dean pegang.

"Caelah kan lo sering jajan, makannya gue nitip. Jarang gue nyuruh-nyuruh lo Din."

"Jarang bokong lo Kafka." jawab Dinda membuat sebagian orang di sana tertawa.

"Astaghfirullah, ini mah sih seharga satu ginjal gue." Aneisha si pecicilan pun mulai tertarik dengan drama yang sedang curut-curutnya pentaskan lalu bergabung.

"Padahal rusaknya tetep sama aja kali Kaf." timpal Anta tiba-tiba.

"Ya iya sih bang, tapi sayang juga uangnya mau di pake apaan kalau gak di habisin." jawab Kafka.

MAHASURA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang