10. Ungkapan Rasa

927 128 29
                                    

Happy Reading

Keringat membasahi seluruh tubuh Bian ketidaknyamanan tidur pun mulai terjadi. Ia terus menggelengkan kepalanya dengan keringat dinginnya yang masih bercucuran deras, seperti tengah memimpikan sesuatu. Lalu dengan seketika Bian pun terbangun dengan matanya yang melotot, seperti tengah sadar dari dalam mimpi buruk. Ia beranjak dari tidurnya lalu seberusaha mungkin ia membenarkan tempo napasnya yang tidak beraturan sejak tadi.

Anta yang menyadari itupun langsung ikut terbangun dan langsung menatap Bian khawatir. "Lo kenapa?"

"Bang Dinda bang, dia minta bantuan gue. Dia ketakutan. Gue harus apa sekarang, gue gak tau dia ada di mana." ucap Bian dengan nada bicara yang sedikit bergetar.

Anta lantas mengerutkan dahinya karena merasa bingung. "M-maksud lo apa Bi, gue gak paham." Anta berusaha untuk menyadarkan adik tingkatnya itu dengan cara memegangi kedua bahunya dan mengguncangkannya.

"Bang Dinda ketakutan, gue harus apa sekarang." Bian menunduk dengan suaranya yang makin bergetar, Bian merasa semakin putus asa akan hal ini.

"Dinda pasti minta bantuan lewat mimpinya bang." jelas Arkha yang ternyata sudah terbangun sedari tadi.

"Gue harus cari dia bang sekarang, gue harus pergi." ucap Bian, dengan akalnya yang tidak fokus itu Bian langsung berdiri dan berusaha untuk pergi ke luar tenda dan berniat untuk mencari Dinda dengan keadaan fisiknya yang melemah bahkan dengan akalnya yang tidak fokus.

Anta lantas ikut beranjak untuk mencegat Bian sekarang. Sama hal nya seperti Anta, Arkha pun terkejut dan langsung ikut keluar untuk membantu Bian supaya tidak pergi begitu pagi.

"Bi sadar!" ucap Arkha mengguncangkan kedua bahu anak itu.

Karena kegaduhan ini akhirnya satu persatu pun mulai terganggu dan bangun dari tidurnya. Sebagain ikut keluar untuk melihat apa yang terjadi. Sebagiannya hanya menunggu di dalam tenda agar tidak memperkeruh keadaan menjadi semakin kacau, Ini terlalu pagi.

Kafka yang ikut terbangun hanya berdiam diri di dalam tenda, dia mendengar kegaduhan di luar namun memang sudah seharusnya ia berdiam diri di dalam tenda dan menjaga Dean yang masih sangat terlelap dalam tidurnya. Kafka seketika menggelengkan kepala, saat kegaduhan terdengar jelas saja Dean bisa-bisanya tidak terganggu sama sekali lalu bagaimana jika terjadi Tsunami apakah akan tetap tertidur tenang.

"Kenapa lagi?" tanya Astrid panik.

Arlan yang mendengar pertanyaan itu lantas menjawab, walaupun memang ia tahu Astrid tidak berharap dia yang harus menjawab. "Bian mimpiin Dinda." jelasnya singkat.

Astrid yang mendengar itu hanya menghelas napas berat. "Sar lo bisa liat apa yang terjadi?" tanya Astrid menoleh pada pemudi itu.

Sara pun hanya tersenyum ragu. "Gue gak yakin akan hal ini, tapi bisa gue coba." ucap Sara. Setelah itu Sara pun segera mendekati Bian dan menenangkan anak itu.

"Bi sadar bi, lo jangan gila kaya gini." ucap Sara menatap Bian dengan intens. "Dengan cara lo kaya gini lo gak bakal dapet apa-apa. Sadar bi sadar!" tegas Sara. Seketika saat mendapatkan sentakan itu Bian pun mulai sadar akan perkataan dari Sara.

"Lo ngomong baik-baik sekarang, jelasin apa yang sebenernya terjadi." ucap Sara kemudian. Bian terlihat terdiam sementara untuk berpikir dengan baik.

"Dinda Sar, dia minta bantuan gue. Dinda ketakutan." hanya penjelasan singkat saja lah yang bisa Bian sampaikan. Sara yang mendengar itu hanya menghela napas. Berusaha mencari jalan keluar yang tidak membahayakan antara satu sama lain.

🌬🌬🌬

Saat jam menujukan pukul 04.00 pagi mereka memilih untuk segera melanjutkan pencarian yang sempat terhambat oleh istirahat. Perjalanan pun semakin jauh dari rute yang memang di haruskan. Dipta dan Arkha yang berada di belakang berusaha untuk tetap mengingat rute yang mereka ambil ini agar ketika pulang mereka masih bisa mengikuti jalan sebelumnya.

MAHASURA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang