17. Hanya Tentang Mereka

854 119 46
                                    

Happy Reading


Tangisan tetap memecahkan kesunyian dalam hutan yang luas ini. Tangisan yang berpadu dengan suara bahagianya kembang api malam ini.

"Din lo baik-baik aja kan." ucap Keylara sembari memegangi kedua pipi anak itu. Tercetak jelas senyuman yang dengan susah payah Dinda tarik hanya untuk memberikan jawaban palsu pada Keylara yang ada di hadapannya. Dengan air mata yang masih mengalir deras Dinda kembali memeluk Keylara menumpahkan semua sesak yang hari ini ia tahan mati-matian.

"Keluarin aja semuanya Din." ucap Hanin sembari menepuk-nepuk punggung rapuh itu, punggung yang tengah bergetar hebat.

"Din, Sara kok belum bangun?" tanya Anta sembari mengusap pipi Sara yang terasa semakin dingin.

Dengan lemah Dinda melepaskan pelukan dari Keylara dan mulai berjalan dengan sedikit terseok hanya untuk meraih raga yang tergeletak tak bernyawa itu. Bian ingin sekali menghampiri tapi melihat bagaimana rusaknya Dinda sekarang Bian benar-benar tidak berani.

Tanpa menjawab pertanyaan yang Anta lontarkan Dinda segera menyerang Sara dengan pelukan erat, pelukan erat yang tidak akan Sara balas lagi. "Kak Sara..." rintih Dinda sakit. Dengan pemandangan yang ada di hadapan mereka sekarang, mereka benar-benar bingung dengan apa yang sedang Dinda lakukan.

"Maafin Dinda kak..."

"Din gue tanya sama lo Sara kok belum bangun?" tanya Anta dengan suaranya yang bergetar. Mungkin memang seharusnya Anta menepis semua pikiran negatifnya dan tetap berakal sehat untuk mendengar jawaban yang akan Dinda lontarkan nanti. Namun, nihil sekali Anta benar-benar tidak bisa menepis pikiran buruk itu.

"Bang maafin Dinda..." ucap Dinda yang tidak bosannya meminta maaf dengan sukarelanya. Masih berada dalam pelukan itu Dinda enggan melepaskan pelukan yang ia ciptakan sendiri.

Dengan penuh ketakutan Hanin segera mendekati Dinda bersama yang lainnya. "Nei tolong pegangin Dinda ya, gue mau ngechek keadaan Sara dulu." ucap Hanin dengan penuh keyakinan. Anei yang masih berpikir positif itu dengan pelan menarik Dinda yang tengah memeluk Sara. Tentu saat di tarik Dinda kembali menangis semakin histeris dalam pelukan yang Anei berikan supaya bisa menahan anak itu untuk tidak berkutik.

Hanin memegangi denyut nadi yang ada di tangan Sara, seketika hatinya mencelos saat tidak juga menemukan detak nadi yang ada di tangan Sara. Dengan pikiran yang kalut Hanin mencoba memegangi denyut nadi yang ada pada leher Sara, rasanya untuk berbicara juga begitu sangat sulit. Sama hal nya dengan denyut nadi ditangan Hanin benar-benar tidak menemukan denyut nadi yang bergerak. "Ya Allah, Bian tolong bawain senter." ucap Hanin menoleh pada Bian, Bian yang di suruh langsung saja memberikan lampu senter kecil untuk mengecheck kelopak mata yang semoga saja masih bergerak.

Melihat Hanin yang sepertinya tidak sanggup Bian pun mengambil alih dan mengecheck nya dengan cepat. Bian juga sama gelisah nya saat melihat bahwa mata itu tidak bergerak sama sekali. Saat senter menyorot pada bibir Sara pun, bibir itu sudah sangat pucat pasi, mengingat suhu badannya yang dingin juga Bian tidak yakin bahwa nyawa ini masih ada.

Demi menghargai agama yang Sara anut dengan terpaksanya Bian mengusap wajah itu dan berucap. "Inalilahi..." saat Anta mendengar ucapan itu Anta lantas terkejut dan mendorong Bian hingga terjatuh.

"Maksud lo apaan bilang kaya gitu Bi, Sara masih ada!" ucap Anta lalu dengan cepat ia mengguncangkan kedua pundak Sara dengan pikiran yang sudah tidak bisa di katakan waras lagi.

"Sar bangun! Gue udah nungguin lo lama. Buka mata lo Sar! BUKA!" teriak Anta. Dipta dan Arkha yang melihat itu lantas mencoba mencegah Anta untuk tetap tentang.

MAHASURA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang