7. Sebuah Rahasia

937 131 36
                                    

Happy Reading

26 Desember 2022.

Sekitar jam 4 pagi, Anta sudah terbangun. Menjadi orang yang terakhir tidur ia juga menjadi orang yang paling awal bangun. Semalaman Anta tidak bisa tidur, boro-boro tidur hanya memejamkan mata saja sepertinya sangat sulit.

Detik ini juga ia sedang merasakan hawa pagi ini yang sangat dingin. Melihat sekitaran yang kelihatannya sangat indah dengan kabut yang terlihat mengumbara di setiap titik alam gunung Lawu ini.

Burung mulai berkicauan menemani keheningan di pagi ini, di temani dengan 1 gelas kopi yang ia seduh sendiri tadi. Sebenarnya walaupun wajahnya terlihat tenang percayalah pikiran Anta sudah seperti benang wol yang membelit.

Kejadian kemarin sore benar-benar di luar dugaan. Apakah karena ia terlalu bersemangat untuk mendaki sampai-sampai lupa untuk sekedar mencari tahu keadaan para membernya, otaknya hanya di penuhi dengan rasa bersalah karena tidak bisa menjadi Leader yang lebih baik dari sebelumnya.

Walaupun Sara sudah meyakinkannya beberapa kali tetap saja Anta ada pada pikirannya yang susah berpulang untuk ke hal yang lebih positif, ia seperti anak kecil yang tidak tahu arah jalan pulang.

"Bang."

Dalam keheningan ini Anta di kagetkan dengan panggilan dari seseorang yang berada di belakangnya. Tidak lama kemudian Anta menoleh dan melihat siapa di sana.

"Ada apa Kha?" ternyata yang memanggilnya adalah Arkha, Anta kira siapa.

Arkha memilih untuk duduk terlebih dahulu di sebelah Anta sebelum ia menjawab tanyaan itu. Arkha melihat bekas abu api unggun di depannya yang masih mengepalkan sedikit asap yang sebentar lagi akan padam.

"Udah bangun aja." ucap Arkha sembari menolehkan kepalanya ke arah Anta yang berada di sebelahnya.

"Lagi nunggu adzan subuh." jawab Anta mencari kalimat yang pas untuk berbohong.

"Padahal kan ada jam tangan bang, lagian kita udah terlalu jauh dari pemukiman pasti suara adzannya juga bakal samar." jelas Arkha, sesekali ia mengusap abu-abu yang terdampar.

"Kangen aja sama adzan."

Arkha mengangguk meng-iyakan jawaban Anta. Setelah itu keheningan pun terjadi lagi, Arkha juga sepertinya sangat menikmati dinginnya hawa di gunung Lawu ini, sesekali ia mengusap kedua tangannya untuk mencari kehangatan.

"Kha," panggil Anta tiba-tiba. Lantas Arkha langsung menoleh mendengar panggilan itu.

"Iya bang?"

"Gue ngerti apa maksud lo semalam, tapi engga sama yang lain Kha. Cara lo salah buat memperlihatkan kekhawatiran lo sama mereka, kesannya lo egois. Mulai sekarang ikuti apa kata diskusi jangan bertindak sendiri, semakin lo bertindak, semakin kesel juga mereka sama lo. Gue gak mau hal ini sampai terjadi lagi, di sini gak ada yang mau berada dalam posisi bahaya semuanya pasti pengen selamat." di buat bergeming Arkha hanya menundukkan kepalanya, rasanya sulit untuk menjawab.

Apa Anta tidak tau selain dirinya ada Arkha yang sulit juga untuk tidur semalaman, ia masih menimang-nimang apakah caranya salah dalam mengutarakan kekhawatiran. Arkha terlalu di buat khawatir sampai dirinya tidak bisa mengontrol keegoisannya.

"Maaf bang, gue masih sulit mengontrol emosi." detik itu juga Arkha terkekeh hambar.

"Mau kan buat lebih ngertiin mereka?" tanya Anta lalu berdiri dan menjulurkan tangannya. Arkha menatap juluran itu dengan perasaan yang tidak bisa di deskripsikan. Dengan ragu ia menerima juluran tangan itu dan berdiri lalu mengangguk.

MAHASURA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang