Dark Eyes
Bab VIII
Uang bukanlah segalanya
Satu agustus, pukul setengah enam sore.
"Lelahnya.." pikirku.
Tak terasa waktu telah berjalan begitu cepat. Lalu tanpa kusadari, seharian di dalam minggu ini, aku telah menghabiskan waktukku berjalan bersama-sama dengan wanita ini.
Kini aku dan Haruna telah kembali menuju stasiun Tokyo, dan beranjak untuk pulang secara bersama-sama.
Tapi di dalam perjalanan kami, semuanya menjadi cukup hening.
Tak ada sedikit pun pembicaraan di antara kami.
Namun sekarang terlihat sedikit perbedaan di dalam sikapnya itu. Ia terlihat sedikit lebih lunak dan tidak terlihat angkuh lagi.
Perlahan kami berjalan beriringan, setelah berhasil memastikan langkah kami yang turun dari kereta.
Tetapi di dalam perjalananku menuju kediamannya itu, pada akhirnya secara tiba-tiba ia memulai pembicaraan dan mengajaku untuk berbicara.
"Hei, Akika-san.." ucapnya.
"Ya?" jawabku.
"Terima kasih untuk hari ini," ungkapnya.
Aku terperangah mendengar perkataannya itu. Tentu saja perkataannya cukup mengejutkanku.
Tak pernah sedikit pun terbayangkan aku akan mendengar ucapannya yang seperti itu.
"Yah, sama-sama," jawabku dengan sebuah senyuman, "namun, kamu tak perlu berkata seperti itu, karena aku cukup menikmatinya.. perjalanan bersamamu."
Tak kalah anehnya dengan sikapku, dengan wajahnya yang memerah, ia terperangah menatapku. Ia terperangah seakan-akan terpesona dengan ucapanku.
Namun melihat sikapnya itu aku tak lantas berbangga hati begitu saja. Di tengah sikapnya, aku berusaha untuk terus menanyainya dengan sekumpulan pertanyaan.
Usaha itu kulakukan untuk lebih mendekatinya dan menyelesaikan permasalahannya.
Jiwa tersesat
"Haruna-san, boleh aku bertanya sesuatu?" tanyaku.
"Tentu saja," jawabnya pelan.
"Maaf sebelumnya, karena mungkin perkataanku ini terlalu menyinggung masalah pribadimu," ungkapku, "akan tetapi, melihat sikapmu beberapa hari ini, terkadang aku berpikir seperti kamu sedang menyimpan suatu masalah."
"Apakah itu benar?" tanyaku.
Sejenak ia terdiam setelah mendengar pertanyaanku. Memang benar, sepertinya pertanyaanku itu terlalu menyinggungnya.
"Maaf! Maafkan aku karena telah berkata seperti itu!" ucapku ketika melihat reaksinya.
Namun di dalam sikap diamnya,
Akhirnya ia menjawabnya.
"Tidak apa-apa, Akika-san," ucapnya dengan sebuah senyum kecil.
Berbicara dengan raut wajahnya yang terlihat cukup menyedihkan.
"Benar seperti perkataanmu, aku mempunyai suatu masalah yang tak pernah bisa kuselesaikan selamanya," ungkapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Eyes - The Guilty Soul
FantasyDi saat penyesalan berubah menjadi dosa, dapatkah kau menghapusnya? Meski berusaha.. meski telah berusaha dengan keras, mungkinkah kau dapat menebus atau melupakannya? 'Semua manusia adalah orang berdosa. Yang membedakan, hanyalah perbuatannya.' Sat...