6. Good relationship

564 44 0
                                    

“Oy, Chi.”

Nichi yang sedang bersantai ria di salah satu kedai kopi menoleh. Ia asik menikmati sesapan kopi di gelasnya.

“Keluar kandang juga lo.” Reyna berujar.

“Tri, kenapa lo nggak putus aja dari Reyna? Gue punya stok temen cewek yang cantik-cantik, mulus, aduhai dan yang terpenting nggak egois kayak dia. Lo nggak ada niat gitu terima tawaran gue?”

Bukannya menanggapi perkataan sahabatnya, Nichi justru berbicara pada pria yang duduk di sebelah Reyna. Trigo, pria berdarah Cina campuran Batak itu tertawa pelan.

“Kalo aja bisa, Chi, gue mau. Tapi sayangnya nggak bisa. Udah dipelet gue sama dia,” tanggap Trigo.

“Alias bucin, cinta mati sama gue.” Reyna mengecup pipi Trigo dengan mesra sebelum kembali menatap Nichi dengan pandangan mengejek. “Bilang aja lo iri. Lo pengen kayak gini, kayak gue sama Tri. Makanya kalo mau jangan ngedekam mulu di kamar. Keluar rumah, jajakan tubuh lo yang seksoy itu, siapa tahu ada yang mau sama lo.”

“Lo pikir gue pelacur?! Goblok!”

Reyna tertawa menanggapinya. “Oh bukan? Salah sasaran berarti.”

“Nye nye nye.” Nichi menyesap lagi es kopinya dengan pelan. “Gimana proyek lo? Lancar? Aman?”

“Aman lah.” Reyna menjeda karena ia meminum kopi pesanannya yang baru diambil Trigo bersama dua piring kue kering. Tanpa malu-malu Nichi mencomot satunya.

“Seneng banget gue. Akhirnya setelah mengalami penindasan tiada berkesudahan, berlapang dada menerima cacian gue berhasil buat mereka bungkam. Bahkan gue denger gosip, gue bakal jadi asisten manajer. Keren nggak gue?”

Nichi yang fokus makan kukis itu terkejut. Ia langsung bertepuk tangan. “Keren banget sahabat gue. Ya.., lo bener. Usaha lo dan sifat keras kepala lo itu nggak sia-sia. I’m proud of you, bitch!” Nichi tidak segan-segan memberi senyuman lebar.

Reyna mengangguk semangat tak lupa senyumannya. “Iya ‘kan? Bangga ‘kan lo? Gue juga bangga sama diri gue sendiri. Aaa kalo begini ‘kan gue udah bisa mikir buat nikah. Iya ‘kan, Ay?”

Trigo yang sedari tadi hanya diam menyimak pembicaraan dua sahabat itu mengangguk kecil. “Iyap.”

Wait a minute.” Nichi menatap kedua sejoli itu bergantian lalu menunjuk mereka. “Kalian mau nikah?”

Reyna terkekeh pelan. Senyumnya pun kini malu-malu. Trigo yang melihatnya mengelus lembut puncak kepala Reyna. “Gue baru ngelamar. Belum resmi sih tapi diterima Reyna. Jadi ya.., gue sama dia rencananya mau nikah. Doain tahun ini.”

Kedua bola mata Nichi seolah ingin lompat dari tempatnya mendengar kabar yang mengejutkan ini.

“Lo kita kasih kehormatan sebagai orang pertama yang tahu,” sambung Reyna.

“Anjir! Bangsat! Serius lo berdua?”

Keduanya kompak mengangguk.

“Sat! Beneran dong. Woahh keren banget kalian. Keren lah. Selamat ya, Rerey, Tri. Gue nggak tahu mau ngomong apa buat kalian yang pasti gue turut bahagia.” Nichi tak menyembunyikan raut wajahnya yang gembira untuk kabar ini.

Ia menatap Reyna yang terlihat sekali bahagia. Sahabatnya sudah dewasa ternyata.

“Kenapa nangis lo, nyet?” Nichi yang melihat air mata Reyna langsung mengusap pipi sahabatnya itu dengan ujung baju lengan panjangnya. “Cengeng banget.”

Reyna memukul tangan Nichi yang mengusap air matanya itu. “Rusak suasana lo, nying! Gue tuh terharu karna lo seseneng ini buat kita. Lo yang selalu ada di samping gue dan hampir sebagian besar hal pertama dalam hidup gue lo selalu ada. Seneng–

Little Things [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang