13. The mischievous Teddy

360 30 1
                                    

Nichi yang baru menyelesaikan pekerjaannya bersandar dengan nyaman di kursi. Ia mendesah lega sambil memutar-mutar kursinya pelan.

Matanya panas, lehernya juga tegang. Ia melirik jam dinding yang menunjuk angka dua waktu siang hari. Tak lama kemudian perutnya berbunyi. Ia lapar dan ingin pulang ke rumah orang tuanya. Ia ingin makan masakan Maminya.

Memikirkan itu dengan semangat membuat Nichi beranjak dari kursi lalu mandi dan bersiap dengan cepat. Baru saja ia selesai memakai jam tangan suara ketukan pintu terdengar, terdengar juga suara orang bercakap-cakap yang cukup rusuh.

Nichi sudah bisa menebak tamunya. Ia lalu keluar kamar dan benar saja, ketika membuka pintu, Teddy dan kawan-kawan menyapanya dengan senyuman lebar.

“Halo, Kak Nichi,” sapa Teddy dengan semangat.

“Mau ngapain kalian?” Nichi tidak menyingkir dari pintu. Kalau bukan karena ia hendak keluar, pintu rumah dibukanya dengan lebar dari tadi.

“Eh.. Kita datang di waktu yang salah ya?” Jan yang bertanya.

Nichi tidak ragu mengangguk. “Gue mau keluar.”

“Yahh..” Kompak terdengar dari keempat pemuda itu.

“Kalo gitu kami pamit deh.” Teddy mewakili teman-temannya berbicara.

“Besok aja kalau mau main. Besok gue free.”

Tentu sorakan langsung terdengar dan itu membuat Nichi tersenyum. Setelahnta keempat pemuda itu pergi dan Nichi pun tak lama kemudian juga keluar dari rumah. Perutnya sudah tidak sabar untuk diberi makan jadi Nichi tidak mau berlama-lama lagi.

~

Nichi baru keluar dari kediaman orang tuanya lima jam kemudian. Saat ini harusnya ia sudah di rumah tapi justru berada di salah satu kafe. Ia menatap kafe yang masih sering disambanginya ini dengan lekat. Sebelum kedua kakinya melangkah masuk ke dalam. Menemui Angkasa yang ingin bertemu dengannya.

Dari jauh ia melihat pria itu yang duduk menghadapnya. Angkasa membentuk senyuman manis. Begitu Nichi menarik kursi Angkasa langsung menyapanya.

“Halo, Nichi. Makin cantik aja.”

“Bacot.”

Angkasa tergelak mendengar nada ketus Nichi.

Nichi yang hanya memakai sweater dan celana rumahan itu berbanding terbalik dengan Angkasa yang tampilannya rapi, santai dan wangi. Nichi membandingkan tampilan mereka dan ia berdecak pelan.

“Rapi banget lo. Mau kencan?”

“Harusnya, tapi gue dicampakkan.”

Jawaban itu mengundang kerutan di kening Nichi. Ia menatap meja yang memang terdapat dua porsi hidangan yang sudah habis. “Lo yang campakkan bukan lo yang dicampakkan.”

“Nggak salah sih, tapi tadi emang gue dicampakkan. Dia dijemput paksa sahabatnya tadi. Friendzone kayaknya.” Angkasa menjelaskan tanpa ditanya.

Nichi mengangguk tak acuh. “Terus ngapain lo masih di sini bukannya pulang?”

“Sayang banget tampilan gue kalo langsung pulang. Baru juga jam berapa ini.”

Nichi memutar bola mata. “Dan lo ngarep apa dari gue yang tampilannya aja rumahan begini.”

Angkasa menatap Nichi dan pakaiannya. Ia lalu tersenyum geli. “Iya ya... Tapi seenggaknya lo temenin gue sejam lah. Sedih amat gue, baru juga keluar masa langsung pulang.”

“Ya udah. Serah lah.” Nichi menyandarkan dirinya dengan nyaman.

Ia lalu memanggil pelayan dan memesan satu porsi roti bakar dan teh melati. Setelah pesanannya dicatat dan pelayan pergi. Nichi memusatkan kembali perhatian pada Angkasa.

Little Things [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang