"Mas, bangun, Mas. Berapa kali Ibu bilang? Kamu boleh tidur malam, tapi kamu harus bangun sebelum jam enam!" perintah Ibuku.
Aku membuka kelopak mataku yang masih lengket satu sama lain. Betapa leganya aku sudah terbaring di kasurku dan bukan di ranting terkutuk itu. Aku melihat ke sekitarku; selimut yang ditarik oleh Ashlyn masih menutupi separuh tubuhku, kursi yang digeser olehnya berada di tempat semula. Aku membuang napasku dengan lega, dan Ibu melihatku dengan heran.
"Kenapa malah diam? Cepat wudhu terus shalat, jangan ditunda-tunda!" perintah Ibu seraya memungut guling yang tadi kujatuhkan dan melipat selimutku. Aku bersyukur Ibuku membangunkanku dari mimpi buruk itu, dan pastinya aku berharap tidak akan pernah mendapat mimpi aneh itu lagi.
Melihat Zein-adikku-berjalan ke kamar mandi, aku segera melompat dan berlari agar tidak didahuluinya pergi ke kamar mandi. Dan seperti yang setiap hari terjadi, kami berdua berebut kamar mandi. Namun pertengkaran itu mengalihkan pikiranku dari Ashlyn untuk beberapa saat.
***
Hei, jujur saja kau pasti senang saat bercermin bukan? Berbeda dengan di kamera,-atau mungkin mata orang lain-kita terlihat lebih tampan atau cantik ketika bercermin. Aku sering menatap diriku di cermin. Apalagi akhir-akhir ini setelah aku mencukur rambut, rasanya ketampananku meningkat dratis. Potongan rambut seperti ini membuatku terlihat keren dan jauh dari ancaman dicukur habis oleh guru.
Aku selalu merasa, bagaimanapun gayaku, aku terlihat keren. Ya, bukan maksudku sombong, tapi aku cukup memiliki wajah yang manis. Kulit sawo matang dan mata sipit, bukankah itu masuk dalam kriteria cowok manis? Meski aku tidak punya lesung, sebuah garis melintang muncul saat aku tersenyum-meski tipis. Aku juga memiliki gigi taring walau tidak terlalu terlihat.
Merasa bangga dengan muka yang kumiliki, aku sering tersenyum dan bersifat sok keren. Namun anak-anak perempuan tampaknya muak dengan sifatku. Ya ... terserah saja mau bagaimana. Aku juga tidak butuh pendapat mereka.
Karena terlalu lama bercermin, abangku menekan klakson motornya berulang kali. Aku pun langsung berlari dan berpamitan kepada orang tuaku. Kunaiki motor itu dengan gembira. Sudah lama aku tidak berangkat sekolah bersama Abang, karena dia sering berangkat bersama temannya, dan aku harus berangkat bersama Ibu dan Zein. Padahal aku suka naik motor Abang yang keren.
Vasant adalah namanya. Kadang aku iri karena ia dipanggil "Bang" dan aku hanya dipanggil "Mas". Dia satu sekolah denganku karena selisih kami hanya dua tahun. Aku malu mau mengakuinya, tetapi aku sering mengadu padanya jika ada masalah dengan teman sekelasku. Meskipun Abang adalah anak pemalas, aku selalu diantarnya terlebih dahulu di sekolah, lalu dia pergi menjemput temannya-bahkan kadang, dia tidak kembali ke sekolah. Disaat kami sampai ke sekolah, hanya ada satu sampai lima anak yang sudah berangkat ke sekolah.
Kami bersekolah di SMP Muhammadiyah yang cukup jauh dari dusun kami. Seperti biasa, hari ini hanya ada anak perempuan saat aku sampai di kelasku. Aku duduk di bangkuku dan menggigit pulpen yang baru saja kuambil dari tasku. Entah sejak kapan kebiasaan ini di mulai, namun aku sering menggigiti benda keras yang kupegang. Jijik? Ya ... biarlah, lagipula aku tidak pernah sakit perut karena ini.
Bug! Mendengar suara itu aku langsung keluar dan dan berlari menuruni tangga. Benar saja, kakak kelasku sudah berada di lapangan dan mulai bermain bola. Kucabut pulpen di mulutku lalu berteriak, "Tunggu, woy! Aku mau ikut!"
"Iya, Zriel, cuma pemanasan dikit kok," jelas salah satu kakak kelasku.
Beberapa teman sekelasku yang baru datang langsung menjatuhkan tasnya di samping lapangan. Sepak bola adalah satu-satunya hiburan kami anak laki-laki. Tidak heran semangat kami bermain bola lebih tinggi dari semangat belajar kami. Seperti biasa, tanpa musyawarah membentuk kelompok kami sudah terbentuk sendiri dengan acak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nocturno Just For Dream
Fantasy"Akan kuserahkan seluruh malamku hanya untuk bermimpi!" ujarku dengan mantap. *** Azriel adalah seorang anak SMP yang menderita insomnia. Begadang dan tidur di kelas sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya. Pada suatu malam, mimpi yang aneh meray...