19 | Firasat Ashlyn

9 3 3
                                    

Semua orang di Ztovia mentertawakan kami. Wasit yang sedari tadi memasang muka serius hampir tersedak karena tertawa. Kelompok lawan terbahak-bahak sampai duduk bersimpuh. Tak kusembunyikan fakta bahwa teman-temanku sendiri ikut menahan tawa. Ashlyn malu dan merasa bersalah. Dirinya merasa tidak pantas untuk berdiri di atas lapangan.

"M ... maaf, Azriel. Sudah kubilang, sebaiknya aku .... " Kutahan Ashlyn yang berniat meninggalkan lapangan.

Aku membuang napas kasar dan membujuknya lagi, "Iya-iya, aku yang minta maaf. Udah, yang terlanjur biarkan. Sini-sini!"

Ricko berjalan keluar lapangan dengan bantuan Rayyan. Para penonton mundur, dan ia duduk selonjor di depan mereka. Sepertinya Rayyan tidak hanya mempertahankan gawang, tapi juga wajah Ricko dari bola.

"Ashlyn nggak salah kok," timbrung Agha, "Ashlyn 'kan nggak tahu, tapi nggak kalian ajari."

"Apa!?" Aku muntab dan tersindir.

Agha mendekat pada pinggir lapangan. Ia menatap Barrak dan memberikan isyarat kepadanya. Barrak yang tertunduk lesu pun hanya dapat mengikuti kemauan Agha. Meskipun tidak sengaja, orang yang memiliki hati pasti merasa bersalah. Garis bawahi kata, memiliki hati! Agha yang angkuh menaikkan satu ujung bibirnya dan memandang kami dengan tatapan meremehkan.

"Perhatikan, Ashlyn!" sindir Agha. Barrak pun berlari pelan keluar lapangan. Setelahnya, Agha pun masuk lapangan. "Dia keluar dulu, baru kau masuk!"

Aku mengelus-elus dadaku. Jangan sampai aku mengumpat lagi. Bisa-bisa, dosaku sudah menumpuk saat aku bangun. Barrak duduk di samping Ricko. Ia tampak berbisik-bisik kepada orang yang ditendangnya lagi.

Oke, sekarang kembali fokus, Azriel! Aku adalah pivot sekarang, dan kelompok kami yang harus menyerang duluan.

Aku menaikkan kedua jariku dan menyembunyikannya di belakang punggungku. Ansel Dan Rayyan sempat bertatapan, dan akhirnya Ansel yang maju ke depan. Kami mencoba menggunakan hal yang berbeda, yaitu strategi 2-2.

Kami berdua berdiri tepat di atas garis tengah lapangan. Jarak kami pun hanya sejauh tiga langkah. Permainan diawali dari tendangan kecil ke pada Ansel. Ansel pun mengoper kepada Ashlyn. Yah, awal yang bodoh. Kutinggalkan mereka dan naik mencari tempat kosong. Aku was-was, dia bisa menendang lurus atau tidak.

Liam masuk dan mengejar bola itu. Ashlyn terlihat nervous. Sebenarnya ia punya tiga opsi mengoper, boleh kepada siapapun. Namun itu tergantung sampai mana tendangannya itu. Ashlyn menutup matanya, ia menendang keras ke arah Rayyan. Entah dengan kaki bagian mana dia menendangnya, tapi bola itu serong ke arah gawang kami. Irsyad menangkapnya dan melempar ke arah yang sebenarnya.

Kedua flank mereka maju. Agha berada di garis, sedangkan Claude sudah masuk. Aku harus bertukar posisi dengan Ashlyn. Kulambaikan tanggannya kepada dia. Dengan bahasa isyarat, kutunjuk diriku, lalu Ashlyn, setelahnya aku menunjuk Ansel. Ashlyn tampaknya paham setelah Ansel lari ke masuk wilayah lawan. Perempuan itupun berlari pada tempat yang Ansel tinggalkan dan langsung kutempati bekasnya.

Rayyan mengoper bola ke arahku, nyaris saja Liam hampir menubruk bola itu, untungnya sempat kurebut. Claude sudah menghadang, begitu pula dengan Liam. Aku hanya perlu maju, lalu mereka akan otomatis mundur. Kugiring mereka semua ke kandangnya. Kandang kami sepi. Hanya ada Rayyan yang bekerja sebagai anchor di sana.

Ku-passing bola itu pada Rayyan. Aku tidak bergerak dari tempatku. Hanya Ansel dan Ashlyn yang bergerak. Aku tidak perlu mengode Ashlyn karena hal itu sudah kupasrahkan pada Ansel. Rayyan mengembalikan bolanya kepadaku. Ia naik dan menempati tempat Ashlyn. Gadis itu diperintahkan Ansel untuk berjaga di dekat gawang. Anak itu sendiri mengisi tempat yang Rayyan tinggalkan.

Nocturno Just For DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang