"Kapan selesainya kalau begini?!" tanya Rezki ngegas.
Kami bertiga mulai muak setelah lima kali dengan hasil yang sama.
"Hal ini menandakan kalau kita bertiga itu sehati, cocok menjadi patner!" goda Ashlyn. Aku memasang ekspresi mau muntah.
"Baik, sekali lagi." Aku memohon untuk meyakinkan mereka.
Dengan malas mereka berdua mengibaskan tangan mereka. Ashlyn bahkan tidak memperhatikan tangan kami.
"Hom ... pim ... pah!"
Tangan kami bertiga sama-sama menunjukan telapak tangan. Rezki yang licik mengambil kesempatan atas Ashlyn yang tidak peduli lagi dengan permainan kita. Dengan cepat, dia membalik tangannya.
"Yeah, aku menang!" seru Rezki sambil melompat.
'Tch, licik sekali,' batinku. Tetapi, kubiarkan saja dia. Aku sendiri juga sudah bosan dengan permainan ini. Lebih cepat pertanyaannya terjawab maka semakin cepat juga pertanyaanku terjawab. Aku mengambil sikap bijak dengan berpura-pura tidak melihat kecurangannya.
"Oh, sudah selesai ya. Jadi emm siapa ... Rezki ....?"
Bocah yang dia sebut namanya mengangguk.
"Silakan."
"Ya jadi pertama aku ingin bertanya tentang, kenapa Ashlyn ... emm bukan maksudku bilang kau terlambat. Tapi ya ... apa terjadi masalah yang membuatmu kesulitan untuk menulisnya?" tanya Rezki terbata-bata karena takut melukai perasaan Ashlyn.
Ashlyn tersipu tanpa alasan. Dia tersenyum kecil, "Ceritanya panjang ... kuharap kalian mau mendengarkannya hingga selesai."
Kami mengangguk bersedia.
Gadis itu mulai angkat bicara.
Jika kau ingin tau apa yang dia ceritakan, maka aku yang akan menceritakannya kepadamu.
Menurut empunya cerita,-maksudku Ashlyn sendiri--satu lagi konflik muncul ketika kami terjebak di dalam cermin itu. Tidak perlu kuceritakan secara detail lagi jika dia kehilangan pulpen, lalu mencarinya ke pasar malam, dan seterusnya.
Kita akan mulai dari Ashlyn yang dengan emosi menampar cowok menyebalkan bernama Carlson. Ya, cowok yang memarahiku di pasar malam.
Sontak, para teman-teman Carlson tidak terima atas perlakuan Ashlyn terhadap teman sekaligus pemimpinnya. Anak-anak geng itu berdiri dan menatap penuh amarah kepada Ashlyn.
Melihat para cowok nakal itu berdiri, bukannya getar, Ashlyn malah balik menatap mereka dengan sinis. Melihat tatapannya, satu-persatu anak mengurungkan niatnya. Ingatkah kau tentang kesanku saat melihat Ashlyn yang menatapku penuh amarah? Mungkin, apa yang mereka lihat mirip dengan apa yang kulihat waktu itu.
Tiga pria masih berpegangan teguh pada pendiriannya. Mata Ashlyn yang melotot tidak cukup untuk membuat mereka takut. Ashlyn memang minim rasa takut, gadis itu malah menantang mereka semua untuk bertarung demi mendapatkan kembali apa yang ia miliki.
"Pengecut lo, Ashlyn! Kalau berani lawan kami dengan tangan kosong!" hardik anak buah Carlson.
Ashlyn mengenal dia sebagai Berth, anak eskul boxing di sekolahnya. Sayangnya, apa yang diambilnya dari eskul itu disalahgunakan olehnya.
"Baik!" jawab Ashlyn sambil memasang kuda-kuda.
Sebenarnya Ashlyn sendiri juga sedikit ragu. Dirinya bercerita bahwa ia hanya pernah ikut karate selama satu tahun. Itupun sudah tiga tahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nocturno Just For Dream
Fantasi"Akan kuserahkan seluruh malamku hanya untuk bermimpi!" ujarku dengan mantap. *** Azriel adalah seorang anak SMP yang menderita insomnia. Begadang dan tidur di kelas sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya. Pada suatu malam, mimpi yang aneh meray...