Perlawanan

902 102 2
                                        

Tak lama kemudian pintu terbuka. Memerlihatkan sosok Gempa bersama dengan sebuah tabung berisi cairan putih bening ditangannya.

Hali berusaha untuk tenang. Berlagak sesantai mungkin. Menutupi rasa panik dan takut yang sempat melanda menggunakan ekspresi datarnya. "Kau sudah kembali."

"Ya."

"Bagus. Kalau begitu aku mau keluar sebentar."

"Eh, mau kemana?" Belum sempat Hali melangkah jauh, Gempa mencekal lengan atasnya. Cengraman yang begitu kuat seolah tak ingin ia pergi.

"Cuma sebentar, Gem." Hali masih berusaha tetap tenang meski adrenalinnya mulai terpacu. Melihat tatapan curiga Gempa dan seringai yang baru saja terukir itu membuatnya semakin waspada.

"Heh, mau kabur? Kau pikir aku bodoh?" Gempa terkekeh sinis. Menarik lengan kakaknya agar masuk kembali.

Namun Hali melawan. Menepis tangan Gempa dan hendak memberikan sebuah tendangan kaki. Akan tetapi rupanya Gempa dapat membaca serangannya.

Dengan mudah, kaki Hali di cengkram Gempa. Kemudian Gempa melempar Hali ke arah meja operasi dengan begitu mudahnya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Gempa langsung melompat untuk menduduki perutnya.

Halilintar mencoba menyingkirkan Gempa dengan sebuah pukulan.
Sayang sekali serangannya tidak berguna, karena Gempa dengan kekuatan supernya menangkap kepalan tangan Hali dan menekannya di sisi kepala dengan kencang. Entah darimana Gempa mendapatkan kekuatan sebesar itu. Hali tidak dapat mengimbanginya.

Napas Hali mulai memburu. Tak ingin menyerah, ia gunakan tangan satunya lagi yang malah berakhir bernasib sama. Kini kedua tangannya tertahan. Gempa menyatukannya untuk digenggam dalam satu cengraman tangan di atas kepalanya.

"Ssht, lepaskan!" ringis Hali memberontak.

"Huh, tak akan kubiarkan kau kabur sebelum kuambil permata ini," kata Gempa sambil menunjuk kelopak mata Hali.

Sinar mata adiknya itu berkilat penuh nafsu membunuh. Senyuman ganjil terukir di belahan bibir Gempa.

"Permata merah yang indah. Merah, seperti darah. Ah, aku suka warnanya. Aku ingin memilikinya, haha. Lalu menjadikannya salah satu koleksiku, haha. Boleh kan, kak Hali?"

Hali terbelalak. Masih dapat dilihatnya salah satu mata honey milik Gempa secara perlahan berubah. Bola mata itu membelah. Menjadi dua bagian di sebelah mata kiri itu. Hijau dan kuning madu yang saling bertumbuk bersisian.

Kemudian Gempa mengikik seperti seorang psikopat. Menunjuk mata berpupil duanya. "Hihi, kalau kupasang di sini pasti akan terlihat bagus kan?"

Halilintar menggeleng dan masih memberontak. "Lepaskan!"

Tentu saja Gempa tidak peduli. Merogoh pisau bedahnya, siap untuk melubangi mata Hali.

"Tidak! Jangan lakukan!" Jika ini beneran mimpi, maka ini benar-benar menjadi mimpi yang buruk. Hali memejamkan mata dengan pasrah setelah sia-sia memberontak. Berharap ia segera terbangun dari komanya.

Sementara itu lengkingan tawa antara suara Gempa dan raungan seperti binatang bersatu semakin terdengar nyaring.

Hali menahan napas, tubuhnya menegang. Membayangkan pisau Gempa mengoyak matanya sebentar lagi, sehingga menimbulkan rasa takut dan kengerian yang teramat sangat.

Namun, beban di atas perut menjadi ringan dan tangannya terbebas dari cengkraman tangan Gempa.

Brak! Crang!!

Disusul dengan suara hantaman lemari dan pecahan kaca bersamaan dengan suara geraman tertahan.

Halilintar terkejut menemukan Gempa yang kini berubah bentuk menjadi setengah zombi tengah kepayahan di antara retakan lemari dan kepingan kaca botol.

Dark DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang