Perubahan itu tak terjadi hanya di dalam rumah saja, melainkan di sekitar rumah. Orang-orang, baik tetangga maupun orang yang lewat di sekitarnya, mereka semua terkesan menghindar. Beberapa terang-terangan menatapnya takut dan memilih tuk pura-pura tak lihat, lalu pergi menjauh."Apa aku terlihat seburuk itu?" tanya Hali kepada dirinya sendiri.
Halilintar pun memilih tuk memasuki rumah. Hari ini adalah hari libur. Adik-adiknya berada di dalam rumah. Meski tak ada komunikasi dengan mereka semua, Hali merasa tidak mengapa. Ia memaklumi dan mencoba terbiasa.
Sudah seminggu semenjak kepulangannya, Hali mulai mengenali semua anggota baru di keluarga mereka selain Solar yang tampak selalu dijaga oleh Gempa maupun Taufan terhadapnya. Mungkin kedua adik tertuanya itu takut terjadi sesuatu pada Solar jika berada di dekatnya. Gempa dan Taufan seperti agak trauma mendekatkan anak kecil pada Hali.
Padahal Halilintar tidak ada niatan buruk. Tapi yasudah. Sekali lagi, Halilintar mencoba memaklumi dan mencoba tuk terbiasa.
Selain Solar, ada dua anak kembar yang memiliki sifat berbanding terbalik. Yaitu Blaze dan Ice. Sama halnya dengan Solar, dua kembar itu pun selalu dijaga Gempa maupun Taufan. Ketiga anak-anak tersebut seperti dijauhkan darinya oleh Gempa dan Taufan.
Halilintar ingin memperbaiki semua ini. Ia sudah sembuh. Tidak seharusnya mereka memperlakukannya begini. Tidak seharusnya adanya deskriminasi antara sesama saudara.
"Gempa, sedang masak apa?" tanya Hali memasuki ruang dapur. Ia lihat Gempa yang tadinya asik memotongi sayuran sambil mendengarkan musik menggunakan earphone disepasang telinga, begitu mendengar Hali bertanya, Gempa langsung terdiam kaku. Meliriknya sekilas, lalu kembali melanjutkan memotong-motong sayuran dengan tubuh menegang dan tampak tak nyaman berada seruangan bersamanya.
Pertanyaannya bahkan tidak dijawab. Halilintar tak ingin menyerah. Maka ia berkata lagi. "Kubantu ya?"
"Tidak perlu," jawab Gempa menurunkan earphone dari telinga dan membiarkan benda tersebut menggantung di sekitar lehernya. Ekspresi Gempa begitu datar.
Kemudian dia mengulas senyuman datar sambil berkata, "Aku tidak butuh bantuanmu. Lebih baik ka Hali istirahat saja di kamar yah."
Hali menunduk kecewa. "Tapi sepanjang hari ini aku tidak melakukan apapun. Aku bosan."
Gempa tak menjawab lagi. Adiknya itu malah kembali melanjutkan acara memotongnya. Kali ini ekspresinya berubah seperti menahan kesal. Suara musik dari earphone-nya pun terabaikan.
"Gem, biarkan aku membantumu ya.. " kata Hali lagi. Akan tetapi...
Tak!
Gempa sengaja membunyikan pisau yang beradu dengan tatakan dengan suara keras.
"Kubilang tidak perlu. Tolong jangan memaksa," ucapnya dengan nada suara yang dingin.Melihat respon itu membuat Halilintar kecewa.. pada akhirnya dia pergi keluar dari ruang dapur.
Halilintar berniat pergi ke kamarnya kembali. Akhir-akhir ini kegiatannya hanya berada di dalam kamar saja. Hali bosan jika hal ini terus berulang setiap harinya.
Saat mendengar suara berisik dari ruang tamu, langkah Hali berputar menuju ke ruangan tersebut. Ia melongokan kepala.
Di ruang tamu, Taufan dan Blaze sedang memainkan PS. Mereka berdua berisik sekali. Sedangkan dibelakang mereka berdua terdapat sofa. Di sofa panjang itu ada Ice yang tengah tiduran dengan nyenyak sambil memeluk boneka paus seukuran bantal guling. Dan di dekat sofa, Solar kecil tengah mewarnai buku gambar menggunakan krayonnya.
Solar adalah orang yang pertama kali melihat kehadirannya. Anak itu menoleh dan menatapnya bingung. "Ka Hali?"
Awalnya Halilintar ragu mendekat tuk bergabung bersama mereka. Tapi setelah mengingat tekadnya, Hali pun memberanikan diri mendekati mereka. Apalagi setelah mendengar Solar memanggil namanya. Anak itu tak terlihat takut padanya. Jadi Hali merasa lega.
Halilintar berjongkok di depan Solar. Mengulas sebuah senyuman agar Solar nyaman dengan kehadirannya.
"Solar sedang mewarnai apa?" tanya Hali kemudian.Taufan yang mendengar pembicaraan dari arah belakangnya reflek melepas genggamannya dari stik game. Buru-buru mengambil Solar dalam pelukannya dan menjauhkan dari hadapan Hali.
"Apa yang mau kaulakukan pada Solar?" tanya Taufan dingin.
Halilintar sempat terkejut melihat Taufan bilang gitu sambil menjauhkan Solar darinya, seolah Hali berniat jahat terhadap anak kecil itu. Halilintar tentu saja tidak terima. Ia merasa dirinya sudah sembuh. Lagipula tidak ada alasan baginya tuk mencelakai Solar.
Rasanya Hali ingin sekali membalas tatapan dingin Taufan dengan tatapan serupa. Akan tetapi ini bukanlah waktu yang tepat. Halilintar mencoba untuk tetap tenang. "Apa maksudmu, Fan? Aku hanya ingin melihat Solar mewarnai gambar."
"Bohong," kata Taufan menatapnya risih. Pandangan Taufan beralih ke arah Blaze yang tampak kebingungan.
"Blaze, kita main game di game center terdekat saja ya. Ini tolong gendongin Solar dan bawa dia pada Gempa."Blaze masih gak konek. Bocah itu melirik Hali dan Taufan secara bergantian.
"Jangan diam saja, Laze. Ayo buruan bawa Solar, nih!" Tak perlu menunggu respon Blaze, Taufan langsung memberikan Solar pada bocah itu. Blaze yang tidak tahu apa-apa pun menurut saja apa kata Taufan.
Sekarang Taufan berjalan mendekati Ice yang tampak tak terusik mendengar keributan di ruangan tersebut. Taufan mengguncang bahu Ice. "Ice, bangun. Tidurnya di kamar saja. Di sini tidak aman."
"Hngh, apa? Pergi ke taman?" Ice membuka setengah matanya. Dia masih sangat mengantuk.
"Cepat tidur di kamarmu Ice," kata Taufan lagi.
"Hmm, iya ya," jawab Ice, tapi tak beranjak dari sana. Ice yang doyan tidur itu malah mengubah posisinya memunggungi Taufan dan tidur lagi.
Taufan berdecak kesal. Pada akhirnya ia menggendong Ice di punggungnya.
Ice pun terkejut. Boneka paus dipelukannya terjatuh begitu Taufan memanggulnya. "Eh, Paus-chan jatuh."Sedangkan Halilintar hanya terdiam. Melihat Taufan melakukan hal itu padanya seperti memberi sebuah luka. Rasanya menyakitkan sekali diperlukan seperti ini. Halilintar hanya ingin dekat dengan mereka, bukan bermaksud mencelakai. Mengapa ia diperlakukan seperti ini?
Taufan tidak peduli dengannya. Dia langsung pergi melanjutkan langkahnya menuju kamar Ice. Meninggalkan Hali yang termenung sendirian bersama boneka paus milik Ice.
..
.Kembali ke dalam mimpi.
Reverse membawa tubuh Hali memasuki sebuah lift tuk kabur dari monster Gempa dan Taufan. Meskipun Reverse percaya diri bisa menghadapi mereka berdua, tapi pasti tidak akan mudah. Hanya buang-buang waktu, sebab monster-monster itu tidak bisa mati.
"Reverse," panggil Hali menyenderkan tubuhnya di dinding lift sambil menunduk.
Reverse menoleh. Terdiam menunggu apa yang mau Hali katakan padanya.
"Menurutmu, apa aku bisa mengalahkan mereka?"
Pertanyaan tersebut membuat Reverse menyergit. Dan Hali kembali berkata, "Rasanya mudah sekali saat aku membunuh Thorn dulu. Sedangkan kedua monster itu terlalu kuat."
Reverse masih diam. Ia juga mengingat kejadian saat Hali mengeksekusi adiknya yang paling kecil dulu. Lalu Reverse tiba-tiba saja terkekeh. "Ya. Tentu saja mudah. Saat itu akulah yang membantumu tuk membunuh anak itu."
Halilintar mendongak. Menatap Reverse dengan tidak percaya. "Apa maksudmu?"
Reverse mengulas senyuman miring. "Ketahuilah bahwa aku adalah bagian darimu. Sisi lain dari dirimu yang tercipta karena rasa lelah, sedih, kecewa, dendam dan segala amarah."
Halilintar menunduk kembali. Ia tidak begitu mengerti dengan apa yang barusan Reverse katakan.
Ingatan dalam kepalanya perlahan mulai memutar kembali. Kepingan-kepingan memori itu bisa memberikan keputusan Hali untuk tetap hidup dengan bangun dari mimpi anehnya ini atau memilih mati saja. Karena jika ia tetap hidup, Hali tidak akan yakin bisa bertahan menghadapi adik-adiknya yang tampak membencinya.
Bahkan Halilintar berpikir, mungkin saja adik-adiknya menginginkan kematiannya.
.
.
.TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Dreams
FanfictionMimpi adalah bunga tidur yang seharusnya tidak terasa nyata seperti yang dialami Hali.. Dikejar-kejar monster tuk dibunuh maupun membunuh. Hal yang paling menjengkelkan dari semua itu adalah monster-monster itu berwujud seperti adik-adiknya. Hali t...