Pintu lift terbuka tak lama kemudian. Reverse melangkah duluan tanpa perlu menunggu Hali. Tanpa disuruh, Halilintar juga segera mengekor, tak ingin berpisah seperti di tempat sebelumnya.
Di tangan kanannya tergenggam sebuah pedang merah pemberian dirinya yang satu lagi. Meski Hali ragu, merasa belum bisa menggunakan benda berbahaya ini untuk membunuh, tapi ia bertekad untuk bisa melakukannya.
Tempat yang mereka pijaki seperti baru saja terjadi gempa. Banyak reruntuhan tembok-tembok sepanjang jalan. Tempat itu seperti di tempat sebelumnya. Berisi banyak lorong. Yang mebedakan adalah tembok di lorong-lorong itu tampak retak-retak. Retakannya sampai memerlihatkan isinya berupa batu bata.
Ada banyak ruangan dengan dinding yang bolong seperti sengaja kena hantaman benda tajam maupun lemparan batu besar. Dinding-dindingnya penuh oleh goresan benda tajam dan percikan darah yang mengering.
Melihat pemandangan semua itu, Reverse malah mendengus remeh. "Kali ini moster apa lagi yang akan kita hadapi, heh?"
Sedangkan Halilintar meneguk ludahnya sembari mengedarkan pandangan. Merasakan kalau monster yang akan dihadapinya kali ini sepertinya lebih buas, lebih barbar, lebih liar. Hali tidak yakin bisa membunuhnya. Namun perkataan Reverse di lift kembali membuatnya tegar.
Lagi pula ada Reverse di sampingnya. Hali tak lagi merasa sendiri. Meski pada awalnya Reverse terlihat menakutkan dan tampak tidak menyukainya, tapi saat menolongnya dari serangan Gempa dan perkataan di lift, membuat Halilintar mengubah penilaian buruknya terhadap Reverse.
Beberapa menit berlalu, Hali merasa mereka sudah berputar-putar menjelajahi tempat itu. Si monster tak kunjung memerlihatkan wujudnya. Halilintar jadi merasa lega, tapi harus tetap waspada. Sedari tadi jantungnya berdetak tak tenang. Merinding sendiri kalau-kalau monster itu datang menyerang secara mendadak.
"Cih, apa monster kali ini begitu pengecut? Tidak berani memerlihatkan diri?!" Reverse yang tak sabar pun menendang potongan batu bata dengan kesal.
Potongan batu bata itu menggelinding hingga menabrak kaki seseorang.
Dan saat itulah Hali menggenggam pedangnya lebih erat. Meneguk ludah, berusaha untuk tetap tenang. Di sisi lain, Reverse menyeringai senang.
Baru saja dibicarakan, si monster sudah memerlihatkan diri. Bentuknya seperti seseorang yang tidak asing. Memunggungi mereka berdua sambil menunduk. Topi dengan moncong menyamping, baju serba biru itu dan sepasang deker biru muda yang terpasang di masing-masing sikut tangannya. Sosok itu menggenggam sebuah golok yang lumayan besar. Samar-samar sosok itu pun mulai menggeram.
Kedua manik Hali bergetar. Monster kali ini berwujud seperti Taufan.
Geramannya terdengar seperti sedang sangat kesal. Dia mebalikkan tubuh. Menghadap sepenuhnya pada mereka berdua. Seulas seringai keji dilemparkan bersamaan dengan kilat dari sepasang mata shaphire. "Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga."
"Taufan." Halilintar antara siap tidak siap untuk melakukan aksi membunuhnya. Sekali lagi ia mengutuk si monster kurang kerjaan. Yang berani-beraninya mengambil wujud adik-adiknya. Apa mereka sengaja?
Berbeda dengan sosok monster berwujud Gempa, kali ini ia mendapati si monster yang tidak perlu berakting sebagai adiknya. Sebab, monster kali ini setengah memerlihatkan wujudnya. Setengah wajah Taufan dan setengah wajah tengkorak dengan tanduk kecil di dahi kanannya.
"Mari memulai eksekusi," kata sosok Taufan dengan suara timpang tindih antara menggeram monster dan suara asli Taufan sendiri. Senjata golok itu terangkat tinggi. Tanpa ba-bi-bu, Taufan berlari secepat angin mendekati Halilintar sambil mengayunkan senjata tersebut.
Saking cepatnya, Hali sampai terdiam mematung. Tau-tau sosok Taufan sudah berada di depannya. Yang bisa dilakukan Hali hanya menggunakan pedangnya sebagai pertahanan.
Ukuran pedangnya tak sebanding dengan senjata besar Taufan. Entah dapat dari mana kekuatan Taufan sampai bisa mengangkat benda berat itu. Hal ini tentu saja membuat pedangnya tidak akan berguna. Apalagi kecepatan lari Taufan seperti putaran angin puting beliung. Jadi ketika Taufan berada di jarak semeter di depannya, Halilintar dengan panik menutup mata. Refleks ketika ia tak bisa berbuat apa-apa.
Namun, Reverse ternyata tak kalah cepat mendorong Hali dari tebasan senjata Taufan. Lagi-lagi dia menyelamatkannya.
"Huh, pengganggu," geram Taufan melempar tatapan tak suka pada Reverse.
Sedangkan Reverse hanya balas menatapnya datar. Ia berdiri memunggungi Hali.
Sosok berwujud Taufan menyeringai lebar. Bersiap mengayunkan goloknya lagi. Reverse berdiri dengan posisi kuda-kuda. Sedangkan, Halilintar masih terduduk di belakang Reverse, ia tidak tahu harus berbuat apa. Tapi pikirannya sibuk menyusun rencana bagaimana cara membunuh monster itu.
"Aku akan mencoba menahannya. Ketika itu terjadi, bunuhlah. Tusuk jantungnya dengan cepat," kata Reverse seperti tahu apa yang sedang Hali pikirkan.
Halilintar mengangguk ragu. Ia mencoba memberanikan diri. Melihat Reverse bersiap menerjang monster tersebut, maka Halilintar berdiri. Menunggu timing yang pas untuk melancarkan aksi membunuhnya.
Taufan segera mengayunkan kedua kakinya dengan cepat.
Splaash!
Kecepatan yang luar biasa. Cukup satu detik untuk membelah leher Reverse yang telat menghindar. Menyisakan Hali bersama wajah pucatnya.
Hal yang sangat tidak terduga. Bahkan Reverse tak sempat berkutik. Terbunuh begitu saja tepat di depan matanya. Menghancurkan rencana awal mereka dan menyisakan Hali menjadi calon korban berikutnya. Halilintar terbelalak. Apa ini akan menjadi akhir yang sesungguhnya?
Ia melangkah mundur begitu sosok Taufan melewati tubuh Reverse dengan seringai yang masih terpatri di sepasang bibirnya itu.
Taufan memanggul goloknya. Kali ini ia berjalan dengan santai, karena tahu lawan berikutnya bukanlah apa-apa. "Kemarilah, kak Hali. Biarkan aku cincang tubuhmu, hahaha."
Hali mulai panik, tapi ia masih bisa mengendalikan diri. Menodongkan pedangnya dengan tangan bergetar. Halilintar tahu kalau pertahanannya akan sia-sia. Namun setidaknya ia mencoba melakukan usaha terakhirnya sebelum mati daripada pasrah menyerahkan diri begitu saja.
Taufan menghentikan langkahnya tepat sejarak panjang lengan Hali. Tepat ketika senjata merah itu berada di jarak seinchi di depan dada kirinya. Seolah membiarkan Hali menusuk jantungnya begitu saja.
Sabenarnya ini kesempatan emas, tapi gemetar dan rasa panik bercampur takut itu tak kunjung hilang. Sehingga Halilintar tidak bisa menggerakan tangannya segera.
Taufan pun mengukir senyuman psikopatnya. Merasa sangat puas melihat ekspresi ketakutan si calon korban.
Sebelum goloknya terayun, Halilintar mengibaskan pedangnya setelah mengumpulkan sisa keberanian. Otomatis Taufan melangkah mundur tuk menghindar. Dan saat itulah Halilintar berlari, kabur.
![](https://img.wattpad.com/cover/328402683-288-k169878.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Dreams
FanfictionMimpi adalah bunga tidur yang seharusnya tidak terasa nyata seperti yang dialami Hali.. Dikejar-kejar monster tuk dibunuh maupun membunuh. Hal yang paling menjengkelkan dari semua itu adalah monster-monster itu berwujud seperti adik-adiknya. Hali t...