Salju Putih

401 66 3
                                    

Ketika pintu lift terbuka, hal pertama yang didapati oleh Reverse dan Hali adalah kibasan angin dingin berlapis salju. 

Tempat yang mereka hadapi kali ini adalah tanah luas yang diselimuti oleh dinginnya salju-salju putih. Anehnya mereka tak dapat merasakan suhu udara tersebut. Yang kemungkinan berada di bawah -10 derajat. Mungkin karena ini hanyalah mimpi. Halilintar hanya mendapatkan rasa dingin yang biasa saja.

"Kau sudah siap?" tanya Reverse melirik Halilintar dari ujung mata merah terangnya.

Halilintar mengangguk. Sepasang manik rubinya berkilat tajam, siap menghadapi penghuni siapapun itu di lantai tiga ini. 

"Pastikan kali ini kau benar-benar membunuhnya," kata Reverse. Dan Halilintar mengangguk lagi. Dengan begitu Reverse pun melempar salah satu pedang merah petir miliknya. 

Wush! Trang!

Sebelum sampai digenggaman tangan Halilintar, saat pedang tersebut melayang di udara, saat itulah sebuah anak panah melesat, menjatuhkan senjata tersebut. 

Otomatis pandangan Hali dan Reverse menoleh ke arah datangnya anak panah yang kini menancap ke dalam lapisan salju di tanah. 

Tepat di depan mereka, di jarak sekitar sepuluh meter memang terdapat sebuah pohon besar dengan daun dilapisi salju putih. Di salah satu cabang teratas, ada seseorang yang tengah memegang busur panah. Seorang yang mengenakan mantel bulu dengan sepasang mata birunya yang datar.

"Ice?" gumam Hali mengambil pedangnya segera.

Ice di tempat ini tidak memperlihatkan wujut setengah monsternya. Justru salah satu adiknya itu dalam wujud manusia seutuhnya. 

Halilintar memejamkan mata. Ia mengingat sesuatu. Di antara adiknya yang lain, Ice tidak memperlihatkan kebencian terhadapnya semasa ia hidup. 

Saat itu …

..

.

Di suatu malam, Halilintar mengetuk kamar Ice sambil menenteng sebuah boneka paus yang sempat tertinggal di ruang keluarga tadi pagi. Ia berniat mengembalikan boneka tersebut.

Cklek!

"Ka Hali?"

Justru yang membuka pintu kamar adalah Blaze. si kembar memang tidur di satu kamar yang sama dengan Ice. Anak itu menatapnya takut-takut setelah mengingat apa kata Taufan. Yang pernah bilang kalau Halilintar itu berbahaya. 

Dan Halilintar juga tau kalau Blaze tengah ketakutan terhadapnya. Namun Hali mencoba mengulas senyum tipis. Menyodorkan boneka paus milik Ice. "Ini berikan pada Ice. Bonekanya tertinggal."

"Oh, iya." Blaze mengambil boneka yang disodorkan Hali dengan terburu-buru dan tanpa mengatakan apapun, anak itu langsung menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam.

Dari dalam kamar, Ice sedang sibuk mengerjakan PR dengan mata setengah terbuka. Tanpa menoleh, ia bertanya, "Siapa?"

Blaze pun mendekat. Sambil memberikan boneka paus milik Ice, dia menjawab, "Ini. Ka Hali tadi yang mengambilkannya untukmu."

Barulah Ice menoleh kearah Blaze, lalu mengambil boneka tersebut untuk dipeluk. Kemudian Ice tampak memikirkan sesuatu.

"Blaze," panggilnya kemudian.

"Iya?" Blaze mendudukkan diri di ranjang bertingkat mereka.

"Tidakkah menurutmu, ka Gempa dan ka Taufan itu berlebihan?" kata Ice lagi sambil menumpukan dagu di atas kepala boneka pausnya.

"Berlebihan terhadap apa?"

"Ka Hali. Menurutku dia tidak seperti seorang pembunuh. Lihat saja, mana ada pembunuh yang peduli dengan ini." Ice menunjuk bonekanya sendiri. "Dia terlihat baik."

Dark DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang