..Pedang itu disambar oleh Halilintar yang kini sudah mengeluarkan aura membunuhnya. Tersenyum suram persis seperti hendak membunuh Thorn saat itu. "Ayo, kita akhiri ini."
Dan ... Trang!
Tajamnya sisi pedang beradu dengan golok milik Taufan.
"Seharusnya itu menjadi kalimatku!" seru Taufan menekan senjatanya sekaligus memberikan sebuah tendangan.
Halilintar otomatis bergerak melangkah mundur tuk menghindari serangan Taufan. Rasa ragu, takut dan waspada yang sempat hadir kini telah lenyap. Berubah menjadi perasaan seperti haus darah.
Kini giliran dirinya yang menyerang. Mengibaskan pedang petirnya cepat dengan gerakan memutar sambil sesekali mengecoh Taufan yang mulai kewalahan.
Namun kemudian Taufan menyeringai. Sebagian tubuhnya perlahan berubah kembali dalam wujud monster.
Halilintar bersiap. Ia merasakan sesuatu yang gelap dan dingin menyelimuti atmosfer begitu perubahan Taufan terjadi. Lama-kelamaan terlihat jelas aura dark blue memancar dari tubuh adiknya tersebut.
Taufan tertawa. Dia tampak menikmati situasi ini. Tawa sosok monster Taufan begitu memekakkan telinga. Sebuah tawa menyebalkan yang mampu membuat adrenalin Hali terpacu.
Tak lama kemudian Taufan berhenti bersuara. Dan secara mendadak maju menerjang. Gerakan yang super cepat mampu memberikan sebuah hantaman keras di rahang Hali.
Halilintar pun terjatuh kembali ke tanah. Tubuhnya yang belum sepenuhnya pulih kembali terasa sakit. Ia melihat dari sudut matanya, Taufan bersiap dengan goloknya lagi. Benda itu terlihat tajam dan mengkilat. Terasah sempurna dan siap untuk melakukan pekerjaannya. Sepasang mata merah Hali membesar, melihat refleksinya di permukaan benda tersebut.
..
.Taufan mengernyit melihat pedang milik Hali. Sebelum mengayunkan senjatanya, Taufan menendang pedang Hali membuat pedang itu terlepas dan terlempar ke tanah. Refleks Halilintar mencoba menangkap senjatanya, tetapi Taufan mendorong bahunya, menahannya tetap berbaring di tanah. Dengan satu gerakan cepat, Taufan ayunkan goloknya ke arah dada Hali.
"Aaargh!" Halilintar bisa merasakan benda tajam itu menyentuh dadanya. Ia mengerjap dan golok itu sudah menancap tepat di dadanya. Hali ingin berteriak, tetapi seakan ada sesuatu yang menahan suara keluar dari tenggorokan. Terasa sangat sakit saat daging dan otot di dadanya tersayat benda tajam itu. Dan lebih buruk lagi, Taufan melakukannya perlahan-lahan.
Sungguh sial! Monster itu benar-benar berniat untuk memberi siksaan padanya.
Halilintar memejamkan matanya erat dan menggeretakkan gigi-giginya untuk menahan rasa sakit. Rasa sakit yang seperti ini, ia belum pernah merasakannya sebelumnya. Darahnya mengalir deras keluar, membanjiri tubuhnya dan menggenangi tanah di sekitarnya.
"Bagaimana rasanya?" Taufan terkekeh, lalu tertawa puas. "Beginilah, yang kau lakukan pada Thorn."
Halilintar masih memejamkan matanya erat-erat. Lalu tersenyum miring. "Begitu ya.. jadi kau berniat balas dendam?"
Gerakan menyayat Taufan terhenti.
Saat Taufan berniat menarik senjatanya tuk ditebaskan lagi, sebuah tebasan pedang memotong tubuhnya menjadi dua bagian.
Monster Taufan terkejut. Lalu jatuh dan melirik jengkel melihat kehadiran Reverse yang menatapnya dingin.
"Pengganggu."
Splash! Splash! Jleb!
Tak membiarkan monster itu memulihkan tubuhnya lagi, Reverse memotong-motong tubuh monster itu, lalu menendangnya secara terpisah.Sementara dari kejauhan sana, sosok monster Gempa yang sudah ia kalahkan dan juga mengalami hal yang sama pun kini mulai bangkit kembali. Reverse menyipitkan matanya tak suka. Kemudian ia melirik ke arah Halilintar yang tampak menahan sakit dengan luka tersebut.
Sekelebat ingatan masa lalu kembali hadir.
..
.Setelah membunuh Thorn di tengah malam lalu, Halilintar dibawa ke psikolog. Dua sampai tiga tahun ia menjalani perawatan di sana. Usianya yang masih di bawah umur tak membuat dirinya dijebloskan dalam jeruji penjara.
Hingga kemudian, ia dinyatakan sembuh. Halilintar kembali ke rumahnya. Dan ia terheran-heran melihat jumlah keluarganya yang bertambah.
"Selama ka Hali menjalani perawatan, Ayah mengadopsi anak-anak ini agar kami tidak kesepian," jelas Gempa dengan singkat sambil menggendong anak kecil yang seumur dengan Thorn.
Hali tersenyum menatap anak kecil itu. "Namanya siapa?"
"Solar Light."
Senyuman Hali melebar. Tangannya terulur hendak menyentuh pipi bulat yang terlihat menggemaskan milik Solar, namun Gempa malah menjauhkannya.
Halilintar pun mengalihkan pandangannya pada Gempa dengan tatapan bertanya. Dan yang dilihatnya adalah sebuah tatapan waspada dari Gempa. Hal itu membuatnya tertegun.
Situasi menjadi aneh di antara mereka. Halilintar menyadari adanya dinding tembus pandang yang dibuat Gempa terhadapnya. Ia sadar hubungan mereka tak sama lagi seperti dulu.
Perbuatannya terhadap Thorn telah mengubah segalanya. Bukan hanya Gempa, bahkan Taufan yang pertama kali ditemuinya tampak tak sudi tuk sekedar menyambut kedatangannya kembali ke rumah. Menatap matanya saja tidak mau.
"Ka Upan, siapa orang itu?" tanya salah satu bocah yang diadopsi Amato. Dari kejauhan bocah itu menatap Hali penasaran. Tadinya bocah itu hendak menanyakan langsung pada Halilintar, akan tetapi Taufan malah menyeretnya menjauh.
"Blaze, lebih baik kau jauhi dia. Dia itu seorang pembunuh," jawab Taufan sambil menatap benci kakaknya.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Dreams
Fiksi PenggemarMimpi adalah bunga tidur yang seharusnya tidak terasa nyata seperti yang dialami Hali.. Dikejar-kejar monster tuk dibunuh maupun membunuh. Hal yang paling menjengkelkan dari semua itu adalah monster-monster itu berwujud seperti adik-adiknya. Hali t...