Ice & Hali (2)

636 64 3
                                    

Halilintar tersadar dari ingatan masa lalunya. Ia membuka mata. Dilihatnya Ice menjatuhkan anak panah dan busurnya. Adiknya itu, di antara embusan putih salju yang mengelilinginya, Ice merentangkan tangannya dengan pasrah. Namun wajahnya begitu datar dan tampak tidak peduli.

"Ayo cepat bunuh aku. Sebelum aku berubah pikiran," kata Ice menatapnya dengan tatapan yang tidak dapat dibaca.

Hali meminta pendapat pada Reverse dengan lirikan mata. Dan Reverse diam saja, tanpa memberi jawaban. Jadi Hali menganggap keterdiaman Reverse sebagai jawaban tuk segera membunuh Ice.

Ia melangkah. Tangannya memegang erat pedang petir merahnya dengan kuat. Perlahan langkahnya semakin cepat dan Hali menusukkan pedangnya tepat di dada sebelah kiri milik Ice. "Maaf, Ice."

Ice hanya merespon dengan seulas senyum tipis. Seketika memori Hali berputar kembali ...
Saat-saat terakhir ia bersama Ice. Sebelum adiknya itu pada akhirnya mati juga.

..

Semenjak kematian tiga pengganggu Ice, dan mengingat perkataan mencurigakan dari Hali, Ice secara perlahan mulai menjaga jarak dengan Halilintar. Bahkan secara terang-terangan Ice tidak ingin Hali berada di dekatnya lagi.

"Pergi! Maaf, tapi jangan dekati aku lagi!" Ice berseru tepat di depan Hali yang tampak sedih.

Saat itu Halilintar tak mengatakan apapun. Tapi dari ekspresinya terlihat sangat kecewa. Hali menuruti apa maunya. Semenjak itu mereka tak lagi saling bicara. Halilintar kembali diacuhkan dalam keluarga mereka.

Namun, rupanya itu adalah sebuah kesalahan.

Salah satu Kaka dari trio pengganggu yang telah meninggal rupanya memiliki dendam terhadap Ice. Dia mengira kematian adiknya itu disebabkan oleh Ice.

Jadi suatu hari orang itu menghadang Ice, ketika Ice sedang sendirian. Kemudian mereka terlibat perkelahian. Sebuah perkelahian yang tidak seimbang.

Orang yang memiliki dendam itu punya tubuh besar dan jago beladiri. Tentu sangat mudah baginya tuk menumbangkan Ice.

Ice terkapar dengan banyak luka pukulan di sekujur tubuhnya. Disaat kondisinya yang tidak memungkinkan, Ice menarik hapenya. Matanya terlihat sangat kabur. Tubuhnya terasa mati rasa dan sebentar lagi kesadarnya pun akan hilang. Jadi sebelum itu terjadi, Ice mencari kontak dengan asal tuk meminta bantuan.

Nomor hape yang tersentuh oleh jemari tangannya secara kebetulan jatuh di nama Halilintar. Ice tidak peduli karena ia benar-benar sudah sekarat.

Lukanya begitu parah. Membuat Ice tak lagi bisa bertahan. Hingga kemudian saat Hali datang hendak menyelamatkannya, Ice telah mengembuskan napas terakhirnya.

Dan kesalahan pahaman terjadi. Pelaku sudah kabur, bahkan sebelum Hali datang. Jadi tidak ada yang tahu siapa orang yang telah membunuh Ice.

Hali datang ke rumah membawa Ice yang sudah meninggal. Semua mengira itu adalah perbuatannya.

Kematian Ice membuat hari-hari berikutnya menjadi lebih buruk.
..
.

"Dulu dia satu-satunya yang tidak kita bunuh," ucap Reverse melirik tubuh Ice menguap menjadi udara yang beterbangan bersama salju-salju putih di sekelilingnya.

Hali mendongak. Pandangannya mengarah ke mana perginya udara bekas tubuh Ice yang barusan ia tusuk telah pergi terbawa angin.

Banyak kenangan bersama Ice yang sangat ia rindukan. Kebersamaan mereka dulu terjadi begitu singkat. Hali sangat menyayangkan hal itu.

Reverse berbalik. Kembali ke dalam lift. "Cepat, kita pergi ke lantai berikutnya."

Halilintar mengangguk. Melangkahkan kakinya, mengekor langkah kaki Reverse.

Tempat ini begitu mudah dilewati. Baguslah. Sekarang Hali mulai mengerti dengan alur mimpinya ini. Di tiap lantai yang akan ia lalu, pasti ada satu monster. Monster yang membentuk wujud adik-adiknya. Ia hanya perlu membunuh mereka.

Kira-kira dilantai berikutnya, Hali akan menghadapi siapa?

.
..

Lift berjalan menuju lantai atas. Perlahan udara yang tadinya dingin mulai menghangat. Dan lama kelamaan menjadi panas. Reverse dan Hali saling pandang.

"Aku merasa firasat buruk."

Halilintar mengangguk menyetujui apa kata Reverse. Selain panas seperti dikelilingi oleh sebuah api, Hali dapat merasakan adanya perasaan lain. Seperti dendam, marah yang berkobar bersama panasnya bara api.

"Mungkinkah ini... " Halilintar mendadak mengingat seseorang. Satu-satunya yang memiliki sifat tak terkendali dalam sebuah amarah adalah ... Blaze.

Yeah, Blaze. Hali ingat dengan jelas. Setelah kematian Ice yang notabennya adalah saudara kembar Blaze. Satu-satunya orang yang paling dekat dengan Blaze. Seingat Hali, hubungan persaudaraan mereka berdua itu begitu dekat. Jika salah satu diantara mereka pergi, maka yang satunya akan menjadi kacau.

Ice meninggal. Dan Blaze satu-satunya orang yang paling kehilangan saat itu.

Hali ingat juga ketika Blaze hampir mematahkan lehernya saat mengira bahwa Halilah yang telah membunuh Ice.

Untungnya ada Gempa dan Taufan. Mereka berdua meski membenci Hali, namun mereka dapat berpikir dengan tenang. Taufan bahkan sampai kewalahan menghadapi kemarah Blaze. Sedangkan Gempa mencoba membawa Hali agar jauh dari Blaze yang tampak mengamuk.

"Kamu benar-benar tidak melakukannya lagi kan?" tanya Gempa ketika mereka jauh dari Taufan dan Blaze.

"Melakukan apa maksudmu?"

"Tidak perlu pura-pura tidak tahu! Kak Hali jelas mengerti maksudku." Gempa menatapnya dengan tatapan menuduh. Mungkin ia teringat dengan sosok Thorn dulu.

"Sungguh aku tidak melakukan hal itu. Justru aku hendak menyelamatkankan Ice. Tapi aku telat."

Gempa diam. Dari matanya mengatakan kalau ia tidak begitu percaya apa kata Halilintar. Karena waktu membunuh Thorn, Hali pernah membuat pembelaan. Yang katanya Hali tidak membunuh Thorn, Hali bilang dia hanya ingin mengabulkan keinginan Thorn bertemu kedua orang tuanya yang telah meninggal. Makanya Gempa ragu.

..
.
.

Halilintar meneguk ludahnya. Membayangkan amukan Blaze dalam wujud setengah monster mungkin terlihat begitu mengerikan.

Di sisi lain, Reverse menggenggam pedangnya dengan lebih erat. Rupanya dia pun memiliki perasaan yang sama dengan Hali. "Jangan sampai kamu terbunuh."





..
.

.


TBC

Dark DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang