Bab 7

163 68 300
                                    

Kalo diinget lagi, tahun 1998 itu untuk pertama kalinya gue cinta banget sama anggar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalo diinget lagi, tahun 1998 itu untuk pertama kalinya gue cinta banget sama anggar. Krisis moneter atau apalah itu, yang jelas saat itu gue nggak ngerti dan nggak peduli, batinnya.

    Verlyn tenggelam dalam dialog yang bermain di pikirannya, sebuah memori yang terputar kembali setelah puluhn tahun menyembunyikan diri. Yang ternyata krisis moneter itu berdampak ke olahraga anggar juga. Banyak komunitas terpaksa menutup kegiatan anggar karena masalah keuangan.

    Perempuan berpenampilan rapi itu menyesap kembali kopi susu yang sempat ia anggurkan sambil melihat foto dirinya yang sedang memegang medali kejuaraan anggar nasional di bingkai foto yang terpajang di sudut meja.

    Saat secangkir kopi telah diletakkan kembali, ia mengambil bingkai foto itu, menatapnya kontan.

    "Harusnya waktu itu gue bangga banget karena masih bisa slay dan anggunly padahal keluarga gue lagi hancur-hancurnya."

    Dulu, bersama hujan bulan Juni tahun 2006 ....

    "Verlyn, maafin mama gue karena udah ngerebut papa lo." Isak tangis itu kian menjadi. "Kita seharusnya nggak saling bertanding hari ini."

    Ngerebut mata lo! Papa aja, tuh, yang minta cerai duluan! Sekarang, gue ngerasa kayak nggak punya siapa-siapa lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

    Ngerebut mata lo! Papa aja, tuh, yang minta cerai duluan! Sekarang, gue ngerasa kayak nggak punya siapa-siapa lagi. Mama sama suami barunya lebih prioritasin pekerjaan, sementara Kak Arsen milih buat ngikut Papa dan jadi keluarga lo. Gue? batin Verlyn.

    Setelah acara peluk-pelukan nan syahdu antara dua insan yang saling mengubur perasaan itu, peraih juara satu, dua, dan tiga dipersilakan berfoto bersama keluarga untuk merayakan euforia kemenangan.

    Verlyn mengusap air matanya, pun peluh yang membasahi kening ia serapkan ke handuk kecil yang telah disediakan panitia.

    Dua juara lainnya saling merapat ke keluarga masing-masing, sedangkan Verlyn ..., tak ada seorangpun yang menghampirinya. Datang untuk melihatnya bertanding saja tidak ada.

    Verlyn masih menunduk di tempat, pikirannya sungguh kalut tak berkesudahan.

    Arsen yang melihat Verlyn hanya sendirian lantas menghampiri dan merangkul gadis itu.

Muda MoodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang