Bab 3

231 85 200
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Setelah kegiatan berdoa pagi bersama, siswa-siswi SMA Lembuswana masih berada di barisannya karena belum ada instruksi untuk kembali ke kelas.

    Awan kelabu mulai menampakkan awaknya di langit utara, sepoi-sepoi basa lengkap dengan tarian alam menambah kesyahduan di kala kontras cahaya matahari yang mulai menurun.

    "Maaf, ya, semuanya karena sudah dibuat menunggu." Guru olahraga yang merangkap ke bagian kesiswaan itu kembali berucap, "Seluruh murid kelas sepuluh silakan kembali ke kelas. Untuk kelas sebelas dan dua belas tetap di tempat."

    Semuanya masih diam, tak ada satu pun yang berancang menaati perkataan guru laki-laki yang berdiri di atas mimbar itu.

    Melihat tampang gamam yang ditunjukkan para murid membuatnya turut menampakkan tanda tanya di raut wajah, kalakian mengulangi kembali perkataan sebelumnya. "Betul, saya suruh semua siswa kelas sepuluh, silakan kembali ke kelas. Hanya kelas sepuluh."

    Semuanya riuh, sebagian merasa tak teradili. Lantas mempertanyakan ada apa gerangan hanya kelas sepuluh yang dibiarkan beranjak dari lapangan.

    "Tenang dulu. Alasan saya membubarkan kelas sepuluh lebih dulu karena info yang akan saya berikan selanjutnya khusus untuk kelas sebelas dan dua belas." Guru berbalut seragam olahraga itu menunjukkan seringainya.

    Semilir angin tak letih menerpa massa yang berdiri di lapangan. Beberapa daun kering ikut melambung terbawa angin, jatuh di antara massa berseragam putih abu-abu, seolah mendramatiskan suasana.

    "Sesuai kesepakatan kami, tahun ini akan dilakukan penukaran kelas."

    Raksa yang mendengar pengumuman itu lantas terdiam, kedua matanya kali ini lebih terbuka. Ia teringat obrolan dengan teman dunia mayanya sebelum berangkat sekolah tadi, harapan itu kini luput dari angannya.

  "Setauku SMA ini nggak pernah ngerombak kelas, tapi kenapa angkatan tahun ini yang harus kena?"

    Pertanyaan yang sengaja dibuat nyaris tanpa suara itu menarik atensi seseorang di sebelah Raksa. Orang itu menoleh, Raksa juga ikut menoleh.

    "Nggak pernah?"

    "Iya, setauku nggak pernah," jawab Raksa, kembali memusatkan netranya ke depan.

    "Katanya karena banyak yang pindah, beberapa ada yang dikeluarkan juga. Siswa di tiap kelas jadi jomplang, makanya mau diatur ulang."

    Raksa kembali menoleh, kali ini lain lagi yang berbicara. Seorang gadis berambut hitam lurus yang sebagian anakan rambutnya dikepang itu hanya menampilkan wajah datar, masa bodoh dengan ekspresi Raksa yang sedikit keheranan dibuatnya.

    "Kata siapa?" tanya Raksa.

    "Ya kata orang, gue nggak sengaja denger." Gadis itu memutar bola mata malas. "Nggak usah kepo."

Muda MoodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang