Halo, semuanya! Selamat membaca cerita baruku ini, ya!
"Uh, Jakarta panas banget!" gumamku saat merasakan sengatan panas yang menerpa wajah sesaat setelah aku keluar dari pintu kedatangan bandara. Rasanya sudah tidak ada bedanya dengan di Surabaya, kota yang aku tinggali lebih dari enam tahun terakhir ini. Kalau begini gimana di Bekasi, pasti lebih panas dari ini. Siapa nih yang masih bilang pemanasan global hoaks?! Gelut, yuk!
Aku melebarkan pandanganku di sekeliling area kedatangan, mencari Masku yang berjanji akan menjemputku pulang ke rumah. Tapi aku belum bisa melihat sosoknya di antara kerumunan orang di sini. Aku mendapati beberapa mata melihatku penuh minat. Susah memang jadi orang cantik. Karena itu aku memutuskan untuk menepi dan menunggu kedatangan Masku.
Untungnya tidak butuh waktu lama saat kudengar suaranya memanggilku dari arah samping kanan aku berdiri, "Dek!" Aku menenggokkan kepala ke arah suara. Dapat kulihat sesosok laki-laki kedua yang kucintai sedang melambaikan tangannya.
"Mas!" jawabku sambil membalas lambaian tangannya. Di sampingnya berjalan seorang wanita cantik dan seorang anak laki-laki berusia tiga tahun menemani. "Ya ampun, Ezra udah makin besar!" sapaku pada keponakanku yang terlihat malu-malu bersembunyi di balik tubuh ibunya.
"Halo, Bulik Vici! Gimana perjalanannya?" tanya Mak Dinda, istri Mas Vidi. Dia meraih tubuhku untuk dipeluk. "Maaf, ya kamu jadi nunggu. Tadi Ezra mau pup jadi kami ke toilet dulu."
"Alhamdulillah lancar, Mbak," jawabku setelah mengurai pelukan. Lalu aku beralih pada makhluk ganteng yang berdiri di balik kakak iparku. Menurunkan badan supaya setara dengannya lalu kusapa dia, "Ini si gemes kok malu-malu, sih?!"
"Emang begitu kalau baru ketemu. Dia pasti lupa sama Buliknya. Udah setahun lebih kan gak ketemu. Lagian waktu itu dia masih belum dua tahun," jelas Mas Vidi. "Ya udah, yuk, nanti bisa kenalan lagi. Sekarang kita pulang dulu. Papa, Mama sama Kak Vini juga kangen. Siap-siap, ya, sama hebohnya duo kembar."
Aku tertawa. Pasti anak-anak pintar Kak Vini yang dimaksud Mas Vidi. Duo kembar yang baru saja masuk TK. Pasti kebayang deh hebohnya mereka yang pasti lagi senang eksplorasi dengan hal-hal baru.
"Bawaan kamu cuma ini aja, Dek?" tanya Mas Vidi sambil menunjuk sebuah koperku yang kubawa.
"Yoyoi, Mas. Yang lain kan dikirim."
Mas Vidi mengambil koper yang ada di samping tubuhku. Isinya hanya sisa-sisa baju yang tidak aku kirimkan lewat jasa pengiriman. Lalu kami pun berjalan bersama menuju gedung parkir bandara tempat Mas Vidi memarkirkan mobilnya.
"Yuk, Ezra, kita pulang!" ucapku sambil menowel pipi Ezra. Yang ditowel pipinya makin malu-malu. Jelas ini bukan turunannya Mas Vidi, pasti dari Mbak Dinda. Soalnya Masku satu itu orangnya buka tipe malu-malu tapi lebih ke malu-maluin.
Sepanjang perjalanan ke rumah, aku mengamati jalan yang kulalui. Banyak yang berubah dibanding enam tahun lalu saat aku meninggalkan kota kelahiranku. Tapi aku juga mendapati bahwa ada beberapa hal yang tetap sama. Salah satunya pemandangan pilar-pilar penyangga jalur LRT dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang kini berdiri tegak menghiasi kiri dan kanan jalan bebas hambatan menuju Bekasi. Tapi aku juga masih menemukan beberapa bangunan familiar di sepanjang jalan.
Aku menghembuskan napas berat ketika apa yang kulakukan ternyata membawa kembali ingatanku pada hal yang terjadi lebih dari enam tahun lalu. Hal yang membuatku nekat memilih berkuliah jauh dari keluargaku. Hal yang bahkan setelah jauh waktu berjalan masih terpatri dalam ingatanku meskipun rasanya sudah tidak sesakit dulu. Sama seperti pemandangan yang kulihat di jalan tadi, ada yang berubah tapi ada juga yang tetap sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Therapy (Selesai)
ЧиклитBatara Sakti Prayudha sudah memutuskan kalau tidak akan pernah ada yang namanya cinta di dalam hidupnya. Pengalaman buruk di masa lalu membuatnya tidak menginginkan cinta hadir di hatinya. Karena itu dia bersikap dingin pada setiap makhluk berjenis...