Sorry

14.2K 1.9K 133
                                    

Hari Rabu, Dek Vici balik lagi 😊


Aku teringat pembicaraanku dengan Rere dan Diana setelah Rian meninggalkan ruang IGD Selasa lalu. Mereka berdua tidak menunggu waktu lama untuk segera menginterogasiku. Mumpung gak ada pasien sepertinya.

"Dokter Vici kenal dokter Adrian?" tanya Diana dengan rasa ingin tahu sangat besar tergambar di wajahnya.

"Hem."

"Kok gak bilang?" Kali ini giliran Rere yang menyahut masuk ke dalam percakapan.

"Aku baru ketemu hari ini, Re."

"Eh, iya, ya. Tadi katanya dokter Adrian teman dokter Vici, ya?" Diana belum berhenti bertanya.

"Kami satu sekolah waktu SMA." Aku tidak akan memberitahu mereka seberapa dekat pertemanan yang terjalin di antara aku dan Rian waktu SMA dulu. Bisa-bisa mereka akan tahu kalau aku pernah menyimpan rasa untuknya.

"Dia udah seganteng itu waktu SMA gak, Dok?" Rere bertanya bergantian dengan Diana.

"Gak jauh berbeda, sih. Dia hanya keliatan lebih dewasa aja sekarang." Dulu Rian masih keliatan ada imut-imutnya. Sekarang imutnya sudah hilang sama sekali. Dia terlihat lebih tegas dan pasti. Mungkin karena sudah menjalani pendidikan sebagai seorang dokter yang memang menuntut kami untuk tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan.

"Dan dia lulusan UI sama kayak dokter Tara. Dengar-dengar dari dokter Erwin, IPK-nya nyaris empat. Pasti dari SMA sudah pintar. Ya, kan, DOk?!"

Aku mengangguk-angguk. "Iya, pintar." Tentu saja. Saat SMA pun kami berdua selalu bergantian mengisi peringkat nomor satu di sekolah kami.

"Gila, ya. Beruntung banget kita bisa ketemu sama dua manusia macam dokter Tara dan dokter Adrian yang spesifikasinya sempurna. Tampang, otak, pekerjaan, materi, checked semua. Cuma biasanya yang gak bisa diceklis itu, tipenya mereka. Pasti bukan kita, ya?"

Rere yang mendengar omongan Diana langsung merengut. "Tapi belum tentu kan mereka nyari pasangan yang spesifikasinya bidadari kayak dokter Vici gini." Mereka berdua melihat ke arahku.

Kalau dokter Tara aku tidak tahu karena baru kenal di sini juga. Tapi kalau Rian ...

Jelas tidak!

Saat SMA dulu mungkin aku salah satu siswi tercantik di sekolah. Pokoknya kalau tinggiku bisa bertambah tiga centimeter lagi, aku pasti memenuhi kriteria ajang putri-putrian itu.

Tapi ternyata Rian malah melabuhkan hatinya pada Tiara yang tidak secantik aku. Tiara memang tidak jelek. Dia cenderung manis dengan kulit sawo matangnya. Apalagi sikapnya yang supel dan ramah pada semua orang. Sebenarnya dia memiliki sifat yang tidak jauh berbeda dengan Rian.

"Tapi aku yakin kalau dokter Vici pasti sukanya sama Pa'i, ya kan, Dok?" Pa'i yang baru selesai mengantar pasien ke rawat inap kini ikut masuk ke dalam obrolan.

"Hem, aku mah sama Pa'i aja. Gak mau ikutan gadis-gadis ini mengejar cowok tampan," candaku pada Rifa'i.

Aku sudah pernah sakit hati sama satu cowok tampan. Dan laki-laki itu ada di dalam daftar yang dibicarakan Diana dan Rere.

Tiba-tiba aku tersadar akan sesuatu.

"Tapi Diana." Aku mengalihkan pandanganku untuk menatap Diana. "Kamu salah kalau bilang dokter Adrian available. He's unavailble anymore, Di."

"Heh?! Ah, masa, sih?!" protes Diana.

"Dokter Vici tahu dari mana?" sambut Rere.

"Aku kenal istrinya." Mereka harus disadarkan supaya tidak berharap lebih jauh.

Love Therapy (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang