Arah Langkah

13.1K 1.5K 63
                                    

Selamat malam, selamat membaca!


Sejak awal hubunganku dan Mas Sakti dimulai, kami berdua memutuskan untuk tidak mengumbar hubungan kami di rumah sakit. Tapi bukan berarti kami juga menutupi hubungan kami. Kami hanya tidak ingin menjadi pusat perhatian di rumah sakit. Aku juga ingin menjaga perasaan Rian yang masih bekerja di unit yang sama denganku. Biasanya kalau kami janjian di area rumah sakit. Aku atau Mas Sakti akan menunggu di mobil saja. Tidak di IGD ataupun di lobi.

Tapi nampaknya harapan kami itu pupus pagi ini saat aku sedang operan jaga dengan Rian. Pagi ini IGD kedatangan tamu yang sangat tidak terduga.

"Selamat pagi!" ucap sosok itu ramah saat berjalan mendekati nurse station, tempat kebanyakan dari kami sedang berada.

Dokter Erwin yang menyadari siapa yang datang langsung berdiri dan menghampiri sosok itu. Menyadari gerakan cepat dokter Erwin membuatku langsung mengarahkan pandang ke arah sosok yang dihampirinya.

Tubuhku membeku menyadari tamu yang sedang mengunjungi kami. Aku belum pernah bertemu dengannya langsung tapi sempat melihat sosoknya di acara makan malam waktu itu dan juga foto-foto di rumah Mas Sakti.

Aku mengamati ayah dari kekasih hatiku itu. Wajahnya dihiasi senyum ramah. Beliau juga terlihat sehat dan bugar jadi aku merasa sangsi kalau beliau datang kemari untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan.

"Pagi, Dok!" jawab dokter Erwin penuh hormat. Hal itu juga diikuti oleh semua karyawan yang ada di ruangan IGD. "Tumben pagi-pagi kemari, Dok!"

Dokter Prayudha tersenyum mendengar perkataan dokter Erwin. "Saya ada janji sama dokter Widya." Beliau lalu mengalihkan tatapannya padaku yang sudah mengangkat tubuhku berdiri untuk menyambutnya. "Tapi waktu tahu calon menantu saya lagi jaga sekalian saja kemari."

Kata-kata dokter Prayudha membuatku terkejut sehingga aku hanya bisa memberikan sebuah senyum sungkan padanya. Sejujurnya aku bingung menanggapi gelar yang disematkannya di saat sang anak belum memintaku untuk menjadi pedamping hidupnya.

"Calon menantu, Dok?" Dokter Erwin terheran-heran dengan ucapan dokter Prayudha.

Tapi dokter Prayudha malah melempar pertanyaan itu kepadaku. "Ya, kan, dokter Vici?"

Pertanyaan itu membuat perhatian semua orang mengarah padaku. Dan aku hanya bisa merubah senyuman sungkan tadi menjadi ringisan canggung pada rekan-rekan kerjaku. Kayaknya aku bisa tahu dari mana perilaku suka bikin heboh Mas Sakti berasal.

"Aduh, gimana, ya?" ucapku bingung pada wajah-wajah penuh tanya di sekelilingku. Aku tidak mungkin mengiyakan pertanyaan itu, kan?!

Sepertinya dokter Prayudha mengerti ada rasa tidak nyaman yang kurasa saat ini jadi beliau mengambil alih kembali. "Dokter Vici masih operan jaga atau sudah selesai?"

"Masih sedikit lagi, Dokter!" jawabku. Kini wajahku yang dihiasi tanya karena pertanyaan dokter Prayudha.

Dokter Prayudha menganggukkan kepalanya. "Bisa temani saya sarapan kalau dokter Vici sudah selesai?"

Kalau tadi aku merasa terkejut dengan kedatangannya, kini ajakan sarapan bersama itu membuatku merasa sangat gugup. Aku tidak bisa untuk tidak merasa khawatir dengan ajakan sarapan itu. Bisa dibilang ini pertemuan pertama kami dan aku harus menemui papa Mas Sakti tanpa ditemani oleh Mas Sakti. Tapi tentu aku tidak bisa menolak atau menghindar karena ajakan itu dikatakan di depan umum. "Bisa, Dokter."

"Kalau gitu saya tunggu kamu di kafetaria, ya!" beritahunya ramah.

"Baik, Dok. Saya akan segera menyelesaikan operan jaganya dan menyusul Dokter," kataku. Rasanya tidak enak membuat dokter Prayudha menunggu. Meskipun dia belum menjadi calon mertuaku tapi di rumah sakit ini dia dokter senior dan juga menjabat sebagai komisaris.

Love Therapy (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang