Buat nemenin hari Senin! Enjoy!
"Dek, ayo kita bawa cwi mie-nya ke ruang tamu!" ajak Mbak Dinda padaku setelah kami berdua selesai menatanya di setiap mangkuk. Aku pun menata enam mangkuk sedang dahulu ke atas nampan dan membawanya ke depan. Mbak Dinda membawa dua sisanya beserta mangkuk kecil berisi kuah dan dua buah bakso.
"Yang masak siapa, nih? Dinda atau kamu, Dek?" tanya Mas Alfian saat aku menaruh mangkuk cwi mie di atas meja di depan Mas Vidi yang lalu Masku teruskan ke teman-temannya yang duduk di bagian dalam.
Mbak Dinda otomatis memberikan dua mangkuk yang dibawanya kepada Mas Bima dan dokter Tara. Dia sambil menyapa mereka berdua yang tadi belum datang.
"Tentu Nyonya Vidi Bramatyo Utomo lah. Kemarin aku masuk malam dan baru balik ke rumah jam delapan tadi pagi," jawabku sambil meletakkan piring terakhir di atas meja.
"Yah, Deki gagal nih mau nyobain masakannya Vici," goda Mas Bima.
"Gak masalah. Pasti ada waktu lain buat nyobain masakannya Vici," ucap Mas Deki santai. Ucapan Mas Deki membuat aku menerbitkan senyum kepadanya.
"Memangnya bisa masak?" Aku mendengar ada suara dengan nada mencela yang berbicara.
Dengan segera aku menengokkan wajahku ka arah suara itu. Aku pandang dia dengan pandangan tajam. "Sorry, nih, ya, Dok! Anaknya Mama saya, mau cewek ataupun cowok, semuanya bisa masak." Ini orang mau ngajak berantem apa gimana?!
Aku kembali ke belakang untuk mengambil saos dan sambal pelengkap. Saat itulah aku mendengar teman-teman Mas Vidi tertawa terbahak-bahak lagi. Entah apa yang mereka tertawakan.
"Yah, Deki. Lo kayaknya harus ngalah deh kali ini. Kasih jalan buat yang tua duluan," ujar Mas Nando. Aku mendengarnya bicara dalam perjalananku kembali ke ruang tamu.
"Sorry, nih, Nan, yang dikasih jalan sama kakaknya tuh gue bukan Sakti. Lagian dimana-mana yang ngalah tuh yang tua, ya bukan yang muda."
"Wah, gue suka semangat lo, anak muda!" ucap Mas Rizky. "Bakalan seru, nih, kayaknya!"
"Vid, adek lo diajak aja ke Bandung biar bisa pedekate lah sama Deki. Sakti bisa ketemu Vici tiap hari di kantornya. Nah, Deki kapan bisa ketemu kalau dia di Depok, Vici di Bekasi? Biar adil," usul Bang Joshua.
Dokter Tara mendengus. "Kayak gue mau aja sama adeknya Vidi," katanya dengan nada bicara yang tidak enak kudengar. Ada nada sinis yang bisa kudengar di sana. Tapi aku hanya diam saja. Buat apa juga dibalas. Nanti yang ada aku malah dikira ngarep sama dia.
"Wah, Sak, lo yakin ngomong gitu depan kakaknya?! Ati-ati aja kalo nanti naksir beneran, bisa gak turun tuh restu." Mas Nando memperingatkan dokter Tara. Tapi yang diperingatkan terlihat sama sekali tidak peduli.
"Gue berangkat langsung dari Malang ke sana. Lagian belum tentu waktunya pas sama jam kerjanya Vici." Aku sudah selesai menaruh saos dan sambal itu ke atas meja. Mbak Dinda sudah kembali ke dapur. "Dan buat Deki, gue udah kasih dia jalan sama adik gue. Jadi kalau emang dia serius, dia harus meluangkan waktu buat ketemu adik gue."
Setelah Mas Vidi mengatakan itu tanpa kata aku langsung kembali ke dapur. Cara bicara dokter Tara tadi entah kenapa membuat mood-ku turun dratis. Ada rasa tidak nyaman yang tiba-tiba menaungi hatiku.
"Kok kamu ekspresinya jadi gitu?" tanya Mbak Dinda saat aku kembali ke dapur.
"Memangnya ekspresiku jadi gimana, Mbak?" tanyaku balik.
"Jadi mendung begitu. Kamu gak papa?"
Aku mengangguk dalam gerakan pelan.
"Benar?" tanya Mbak Dinda menyakinkan. Aku kembali mengangguk tapi dalam gerakan yang lebih cepat agar Mbak Dinda lebih yakin. "Kamu gak jadi sedih begini karena omongan dokter Tara, kan?" Mbak Dinda yang tadi sedang menggelar tikar di ruang keluarga pasti mendengar percakapan Mas Vidi dan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Therapy (Selesai)
ChickLitBatara Sakti Prayudha sudah memutuskan kalau tidak akan pernah ada yang namanya cinta di dalam hidupnya. Pengalaman buruk di masa lalu membuatnya tidak menginginkan cinta hadir di hatinya. Karena itu dia bersikap dingin pada setiap makhluk berjenis...