Hai, met baca, ya!
"Jangan salah paham! Please, jangan salah paham!" pintaku dengan nada panik sambil mengoyang-goyangkan tanganku di udara. "Dokter Tara itu sahabatnya Mas Vidi, kakakku, suaminya Mbak Dinda yang kerja di Instalasi Gizi. Masku yang gantengnya kayak artis korea itu. Mereka dulu ngekos bareng. Aku juga baru tahu belum lama."
Aku memandang rekan-rekan kerjaku satu-satu, memastikan mereka mendengar penjelasanku sekaligus mengecek reaksi mereka.
Setelah beberapa detik Rere bereaksi dengan membentuk bibirnya seperti huruf O, mengucapkan huruf itu tanpa suara. "Dokter Vici dekat dong sama dokter Tara?"
"Enggak juga, kok. Aku juga baru ketemu lagi sama dia," jelasku yang malah memancing tanya baru yang tergambar di wajah mereka. Mungkin karena panik aku jadi tidak bisa memilih jawaban dengan baik.
"Berarti sebelumnya dekat, ya, Dok?" tanya Dhea.
Aku mengatur napasku lebih dulu sebelum menjawab Dhea. Aku harus lebih tenang. Setelah itu baru kujawab, "Waktu aku masih kecil dulu suka diajak ngaterin Mas Vidi ke tempat kosnya. Sering ketemu dokter Tara di sana. Tapi aku sendiri juga udah lupa. Udah lama banget, belasan tahun yang lalu."
"Tapi, ya, Dok. Kalau dari kata-kata dokter Tara tadi, 'Kita pulang ke rumah, ambil barang kamu, terus berangkat ke Bandung.', itu nunjukkin kalian dekat banget lho, Dok. Salah-salah mikirnya kalian tinggal serumah."
Aku membelalakkan mata karena ucapan Rere. Eh, buset! Aku menengokkan kepalaku ke tempat Rere berada.
"Kalian gak denger apa, dia ngomongnya dengan nada marah gitu. Dekat dari mana coba?" kilahku. Aku enggan membahas masalah tinggal serumah yang Rere kemukakan.
"Dan kalian mau ngapain ke Bandung berdua? Honeymoon? Pacaran?" Aku mendelik pada Dhea. Dia duduk di kursi yang dekat dengan tempatku berdiri. "Dokter Vici sama dokter Tara ternyata gaya pacarannya yang liburan nginep-nginep kayak selebgram gitu, ya?"
Perkataan Dhea langsung membuatku mencubit lengannya sehingga membuatnya mengaduh. "Sakit, Dok!" ujarnya sambil meringis sakit.
"Lagian ngomongnya aneh-aneh aja, deh! Kami gak pergi berdua. Ada teman-teman dokter Tara dan Mas Vidi lainnya, beserta keluarga mereka."
Rere mengangguk-anggukkan kepala. "Dan dokter Vici sebagai pasangan dokter Tara gitu, ya?" Aku memutar bola mataku jengkel.
"Kamu beneran pacaran sama dokter Tara, Vi?" Suara Rian menyadarkanku akan keberadaannya. Dia masih berdiri di belakangku. Aku lalu duduk di salah satu kursi yang ada di depanku dan membalikkan badan untuk menatap Rian. Ada gurat kecewa di wajahnya. "Dia tadi memandangku tajam."
"Dokter Adrian benar!" Dhea menyetujui ucapan Rian. "Matanya lebih galak seribu kali dari biasanya. Cemburu kayaknya ngeliat dokter Vici dan dokter Adrian keluar berdua dari kamar jaga."
"Cemburu dari mana, sih?! Aku tahu kita semua lagi ngantuk tapi gak usah berkhayal begitu dong!" protesku. Lagian dokter Tara memang biasa memandang tajam dibalik kacamatanya itu, kan?!
"Jangan lupa teddy bear waktu itu," ucap Mas Eko dengan logat jawanya yang kental. Bahkan Mas eko yang terkenal kalem juga ikutan menggodaku.
Gggrrr!!! Dokter Tara minta dicakar ini namanya.
"Ah, gak tahu lah. Terserah kalian mau mikir apa." Kenapa juga sih tadi aku panik?! "Dokter Rian, mandi gih, sarapan. Udah hampir setengah tujuh. Sebentar lagi kita operan."
Rian berdecak tapi dia menuruti apa yang kuminta dan langsung masuk kembali ke kamar jaga. Aku tahu dia tidak puas dengan jawabanku.
"Dokter Vici gak mau dokter Tara nunggu, ya? So sweet," Rere masih melanjutkan untuk menggodaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Therapy (Selesai)
Chick-LitBatara Sakti Prayudha sudah memutuskan kalau tidak akan pernah ada yang namanya cinta di dalam hidupnya. Pengalaman buruk di masa lalu membuatnya tidak menginginkan cinta hadir di hatinya. Karena itu dia bersikap dingin pada setiap makhluk berjenis...