Chapter 15 - Selalu Ada Yang kurang

1 0 0
                                    

Ujian selalu menjadi sesuatu yang menegangkan.


Sella akhirnya bisa bernapas lega setelah melewati lebih dari dua minggu musim ujian tanpa ada nilai yang remedial. Nilai akademik dan tahfidznya tidak ada yang kurang dari angka delapan puluh. Walau begitu sisi ambisius dirinya sibuk meronta-ronta karena melihat beberapa teman yang lain mendapat nilai yang lebih tinggi.

"Sell, besok kau pulang jam berapa?" tanya Jihan setelah meneguk habis isi botol minumnya.

"Kira-kira jam sembilan, lah," jawab Sella mengira-ngira.

Suasana di ruang makan masih terlihat ramai, meski satu per satu mulai beranjak keluar. Ada yang masih mondar-mandir di asrama, ada juga yang langsung pergi ke masjid. Topik pembicaraan yang Sella dengar sejak tadi sore masih sama, rata-rata membicarakan jadwal kepulangan besok dan libur selama dua minggu ke depan.

Setelah shalat Isya dan tahfidz time semuanya segera kembali ke asrama. Malam sebelum jadwal pulang selalu terlihat ramai. Baik murid putra mau pun putri, semuanya mulai mengemasi barang- barangnya. Kemudian bahu-membahu mereka menurunkan tas, koper, atau kotak kontainer yang berisi barang-barang itu ke pendopo agar esok paginya mereka tidak ribet membawa turun ini-itu dan tinggal menunggu keluarga menjemput.

Membawa turun banyak barang ke lantai satu mungkin terlihat sebagal pekerjaan yang agak berat, terutama bagi penghuni lantai empat. Namun seperti malam-malam kepulangan sebelumnya, Sella menemukan banyak teman-temannya yang mengoceh dan tertawa-tawa sambil membawa barang-barang di tangannya. Ada juga beberapa orang yang saling membantu menurunkan kontainer dan koper besar. Hanya segelintir yang terdengar mengeluh dengan wajah terlipat, Itu pun yang sudah dari tadi naik-turun ke lantai atas.

"Mau langsung naik ke atas?" tanya Syifa setelah meletakkan kopernya, barang terakhir yang la bawa turun. "Pegel kali aku naik-turun. Untung udah barang terakhir."

"Tadi aku disuruh ngambil makanan yang kita pesen sama teman Bu Rahma ke pos," ujar Rina. "Key, temenin yuk."

"Ish, kau ganggu aja. Aku lagi nyari dia, lho," tanggap gadis berjilbab hitam itu sambil sesekali melirik ke arah gedung putra yang tengah ramai juga.

"Astaghfirullah, Keysha, gak boleh gitu, Nak. Ayok, kawanin dulu, ah." Walau masih ogah-ogahan, Keysha akhirnya mengikuti langkah Rina. "Eh, kalian jangan naik duluan, ya. Tunggu sini dulu,"

Murid-murid lain masih berlalu-lalang di sekitar pendopo. Kebanyakan murid kelas sebelas yang sibuk meletakkan barang-barang. Ada juga yang menghampiri Bu Rahma untuk meminjam ponsel dan menelepon orang tuanya masing-masing. Di saat teman-temannya asyik mengobrol dan tertawa-tawa, Sella malah melirik ke arah gedung putra. Ia meneliti satu per satu wajah yang bisa la lihat di sana, walau rata-rata tidak dikenali olehnya.

la mencari satu orang.

"Oh, Sella ya, sekarang udah main lirik-lirikan ke tempat putra." Celetukan Syifa membuat Sella sontak menoleh ke arah teman-temannya. la nyengir sebentar, lantas mengangkat bahu,

"Ish, kalian gak tau? Sella, kan, udah ada ehem-nya sekarang," kata Jihan yang langsung terkekeh setelah Sella menepuk pundaknya.

"Eh, lya? Ish, kok, bilang-bilang?" Syifa mulai ikut-ikutan.

"Siapa tuh, Sell? Mana tau bisa kukasih tau sama orangnya langsung kalau kau suka sama dia. Jadi kau gak usah susah-susah confess, timpal Jihan.

Syifa malah sudah menebak, "Atau jangan-jangan si itu, ya, Sell?"

"Itu siapa?" Sella mengernyit.

"Alvin," ucap Jihan to the point.

Selang beberapa detik Shifa terkekeh dan mengangguk samar. Membuat Sella sontak memalingkan wajahnya dan menahan kesal karena kedua temannya mulai usil mengganggu. Namun tetap saja, apa pun yang bersangkutan dengan sosok laki-laki bernama Alvian Arseno sekarang tampak menyenangkan dan mau tak mau membuat membuat seulas senyumnya tertarik.

KanyaahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang