Penjaga seragam menatap Numaa dengan sinis ketika memberikan jas hitam pada gadis itu. Numaa menduga, liburan kemarin pasti sudah membuahkan hasil, kendati dirinya tak sekali pun memajang foto bersama Adrianno di media sosial. Mereka memang tidak memajang foto kebersamaan, tetapi mereka berlibur bersama dan mengunjungi tempat-tempat yang sama pada saat yang sama.
“Hei, jangan melotot begitu,” katanya pada penjaga seragam, “nanti matamu keluar dari tempatnya.”
Ketika memasuki ruang locker, seketika bisik-bisik mulai bermunculan. Numaa hanya mampu mendengus kesal selama tak satu pun dari mereka mau bertanya langsung padanya.
***
Antonio melihat seorang gadis keluar dari ruangan Agnes sambil menangis. Segeralah ia memasuki ruangan Agnes dan melihat bagaimana Luna berusaha menahan Agnes agar tidak menghajar gadis tadi.
“Lepaskan dia, Luna,” kata Antonio dengan lembut, “aku yang akan mengurusnya.”
Luna mengangguk dan melepaskan Agnes, lalu keluar dari ruangan itu.
“Kau ini berulah apa lagi?” tanya Antonio sambil menggeleng-gelengkan kepala dan duduk di sofa.
“Dia kurang ajar,” sanggah Agnes, “kau harus melihatnya. Dia tidak becus bekerja dan dengan lancang mengaku sebagai saudari kita. Dia kira kita bodoh atau bagaimana?!”
“Kau ini kenapa? Kenapa sering emosi? Kenapa begitu temperamental? Cobalah sedikit lebih tenang. Hanya karena dia bukan saudari kita, apakah kau berhak untuk membuatnya menangis seperti itu? kau harus lihat wajahmu ketika mengamuk; seperti orang kesurupan.”
“Aku benci padanya karena dia telah lancang mengaku sebagai saudari kita. Berbekal kulit zaitunnya yang mirip-mirip dengan kita itu, dia datang padaku. Aku paham, dia pasti mengincar apa yang Ayah tinggalkan pada kita.”
“Cukup pecat saja dia, tidak usah pusing.”
“Aku belum puas membuatnya merasa bersalah.”
“Diantara semua anak ayah, memang kau yang paling jahat, kurasa.”
***
Adrianno hanya mematung di hadapan Susanne. Ruang diskusi menjadi hening karena topik yang sedang mereka bahas.
“Walau bagaimanapun,” ujar Adrianno akhirnya, “Anda tidak perlu memindahkannya ke restoran lain, sebab seluruh restoran adalah teritori saya. Ke mana pun Anda memindahkannya, saya tetap bisa bertemu dengannya.”
“Memang ada benarnya.”
“Tolong bantu saya. Biarkan begini untuk saat ini.”
***
Hedda menderita demam yang cukup tinggi dan flu parah. Mia sampai khawatir dibuatnya.
“Hedda, kau benar-benar tidak ingin pulang pada orang tua dan saudaramu?” tanya Mia sambil memberikan segelas air untuk Hedda.
“Tidak perlu,” jawab Hedda, “cukup anakku saja yang tahu. Aku juga mengatakan padanya agar tidak perlu khawatir. Aku tidak akan mati konyol hanya gara-gara demam.”
Mia hanya diam memandang Hedda yang jatuh tertidur setelah meminum obat.
***
Adrianna keluar dari hotel terlebih dahulu karena harus membeli persediaan air minum, meninggalkan Numaa dan Elina yang masih berada di ruangan locker.
Ketika keluar dari gerbang, tiba-tiba saja seseorang menyerangnya dengan cara menjambak dan memukul. Adrianna mencoba melawan dengan sengit. Petugas keamanan berusaha melerai, tetapi si penyerang tidak mau berhenti, hingga seseorang menarik penyerang itu menjauh dari Adrianna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chains & Ties
RomanceDalam hidup, ada hubungan yang diciptakan, dan ada hubungan yang didapatkan tanpa dikehendaki. Namun, pada hakikatnya, segala jenis hubungan akan merantai dan mengikat manusia, seperti beban berat yang harus diseret dengan susah payah. Adrianna hany...