5

18 2 21
                                    

Agnes terpaku di depan buku sketsanya. Tangannya bergeming, meninggalkan gambar yang baru setengah jadi. Gaun yang ia rancang hanya terlihat bagai rumbai-rumbai tidak jelas.

“Ibu, aku ingin punya adik perempuan!” begitu katanya dulu.

Namun, ketika keinginan itu menjadi kenyataan, Agnes sama sekali tidak bergembira. Bayi mungil yang cantik dan montok, tetapi sampai kapan pun tak akan pernah ia akui sebagai saudarinya. Ada sesuatu yang menahannya untuk menyayangi saudari mungilnya itu. Satu atau lain hal, yang pasti ia tidak sudi.

Bagaimana kabar saudarinya itu, Agnes tidak mau tahu. Biar dia hidup atau mati, sehat atau sakit, waras atau gila, Agnes tidak peduli. Terkadang dia jengkel dengan tingkah Antonio yang menganggap jika saudari mereka itu patut dikasihi. Agnes sungguh muak.

Dering ponsel menyadarkan Agnes dari lamunan. Diangkatnya telepon itu dengan malas.

“Ya?”

“Agnes, sudah kubilang, dia tidak akan mengenalmu dengan baik jika kau tidak mendekat padanya.”

“Ayah, aku adalah saudari tua! Semestinya dia yang datang padaku!”

“Tapi kau selalu menghindarinya!”

“Menghindar dari mananya!” segera saja Agnes memutus sambungan telepon itu dengan jengkel.

***

Gadis berambut merah bernama dada Hannahlynn menjadi gadis yang menggeser posisi Adrianna di back area, sehingga Adrianna bisa mulai unjuk gigi sebagai egg runner, dan Elina belajar menjadi hostess.
“Anak baru?” tanya Numaa sambil menguji coba handy talky yang ia pakai.

“Ya, tapi sebenarnya tidak.” Hannahlynn tersenyum canggung, “Karena saya tadinya ditempatkan di restoran Prancis, tapi entah mengapa saya dipindahkan ke sini.”

“Pindah atau perbantuan?” Numaa memastikan.

“Benar-benar pindah,” jawab Hannahlynn. “Bu Susanne sudah memberitahu Pak Luke.”

“Oh, pantas saja Adrianna sudah mulai diletakkan di depan. Kurasa, kau dipindahkan hanya karena tempat ini butuh lebih banyak anak magang.”

“Begitukah?”

“Tapi jangan bilang pada siapa pun jika aku mengatakan hal ini.”

“Baik, Bu.”

“Panggil aku Kapten Numaa, seperti anak-anak yang lain.”

Numaa segera meninggalkan pantry, membiarkan Hannahlynn mengerjakan seluruh pekerjaan dengan anak magang dan daily worker yang lain.

“Perbantuan?” tanya Adrianno.

“Dipindahkan,” Hannahlynn mengoreksi.

“Kenapa? Ada masalah apa? Kau berulah?”

“Tidak.” Hannahlynn cepat-cepat menggeleng. “Saya juga kurang tahu penyebabnya. Tapi Kapten Numaa bilang—” lalu Hannahlynn berhenti tiba-tiba karena teringat akan perkataan Numaa untuk merhasiakan apa yang Numaa katakan.

“Apa yang gadis itu katakan padamu?”

“Di sini akan lebih menyenangkan!” Hannahlynn mengembangkan senyuman di wajahnya.

“Bekerjalah lebih cepat! Jangan hanya tersenyum-senyum tidak jelas seperti itu,” ujar Adrianno sebelum meninggalkan Hannahlynn.

“Jangan sakit hati oleh perkataan siapapun, ya, Hannahlynn,” ujar pria pirang yang sedang membuat simple syrup di dekat Hannahlynn.

Chains & TiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang