21

5 3 0
                                    

Jadi, selama beberapa minggu ini, baik Adrianno maupun Adrianna, tak satu pun yang menampakkan seolah kehilangan seseorang, padahal ayah mereka meninggal dalam kecelakaan. Selama ini pula, Adrianna tidak mengetahui jika saudara laki-lakinya selalu ada di sampingnya, tetapi Adrianno tahu betul jika Adrianna adalah saudara perempuannya.

Susanne sudah setuju untuk merahasiakan hubungan kekeluargaan mereka dari semua orang di hotel itu. Adrianno menyatakan bahwa lebih baik Adrianna dibiarkan dikenal sebagai Adrianna tanpa bayang-bayang ayah maupun kakaknya.

Tak satu pun orang yang tahu hubungan Adrianna dengan Adrianno, kecuali Susanne. Sehingga beberapa orang tetap memeperlakukan Adrianna dengan sewenang-wenang seperti biasanya.

“Di mana Numaa?” tiba-tiba Guadalupe kembali berkunjung ke restoran utama. Kali ini, Adrianna yang sedang berada di back area, sedangkan Elina sedang ke toilet karena menderita diare.

“Kapten Numaa sedang libur,” jawab Adrianna.

“Libur lagi?!” Guadalupe menjerit, “Sehabis liburan, dia sudah libur lagi?!”

“Memangnya ada keperluan apa, kalau saya boleh tahu?” tanya Adrianna.

“Aku—”

“Jika Anda hanya mencari masalah, silakan pergi!” Tiba-tiba Adrianno sudah berdiri di samping Guadalupe.

“Oh, Chef Adrianno!” Guadalupe salah tingkah, “Saya hanya mencari Numaa.”

“Numaa tidak ada,” ucap Adrianno ketus, “memangnya masalah apa yang membuat seorang Assistant Manager restoran Prancis mencari seorang kapten restoran utama?”

“Hanya memberitahu jika Food and Beverage Manager memanggilnya.”

“Katakan jika dia tidak masuk hari ini.”

Setelah Guadalupe pergi, barulah Adrianno berbicara pada Adrianna.

“Sepertinya dia memang datang saat Numaa tidak ada, seperti waktu itu—yang sudah kau ceritakan secara lengkap padaku,” katanya pada Adrianna, “dan kali ini hendak menjadikanmu sebagai sasarannya, seperti yang telah ia lakukan pada Elina waktu itu.”

“Kenapa dia bersikap seperti itu? Aku sungguh heran.”

***

Agnes baru pulang ketika melihat sang ibu membaca sebuah undangan di sofa ruang tamu.

“Undangan apa itu?” tanya Agnes tanpa berpikir untuk mendudukkan dirinya di sofa.

“Keluarga Gundersen mengundang seluruh keluarga kita untuk menghadiri acara pernikahan Deonia Gundersen di Hotel Elina Modorcea Victory City pada hari Sabtu pekan depan.”

“Bukankah mereka adalah pemilik perusahaan makanan kaleng terbesar di negeri ini?”

“Ya, kurasa mereka adalah kenalan ayahmu.”

“Akan kutanyakan pada Duo Adrian apakah mereka bisa pergi bersama kita atau tidak.”

“Agnes.”

“Ya?”

“Apakah kau sudah bisa memaafkan Hedda dan menerima Adrianna?”

“Seharusnya aku yang menanyakan hal itu pada Ibu, sebab Ibu jauh lebih tersakiti dibandingkan aku,” ujarnya sambil pergi menuju kamarnya.

***

Hedda menyusuri pantai ditemani oleh Mia yang menyisihkan sedikit waktunya. Hedda belum benar-benar sehat, tetapi debur ombak mampu membuatnya sedikit lebih tenang.

“Ayahku meninggal hanya beberapa minggu sebelum Adrian meninggal,” ungkapnya pada Mia tiba-tiba. “Aku sangat merindukan ayahku, tetapi aku tak pernah berniat menemuinya, karena aku takut dia masih marah padaku.”

“Bagaimana dengan Adrian? Kau tidak bersedih atas kematiannya?”

“Entahlah.” Hedda menatap laut lepas. “Setiap kali aku mengingatnya, maka aku semakin membenci diriku.”

“Hedda, agaknya kau belum bisa memaafkan dirimu sendiri. Cobalah untuk mengampuni dirimu sendiri, hanya agar kau tidak menderita. Aku tahu kau pernah melakukan kesalahan, tapi bukan berarti kau boleh terus-menerus mengungkitnya pada dirimu sendiri. Ayolah, Hedda, kasihani dirimu sedikit saja.”

“Tak apa, Mia, aku harus mengenang kesalahanku. Sekarang aku jauh lebih tenang ketika mengetahui bahwa Adrianna diterima oleh anak-anak Adrian yang lain.”

...
.
.
.
.
.
-Emer Emerson

Chains & TiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang