Prolog - Usai di Lalu

439 25 2
                                    

"Aku berlari menuju parkiran motor, segara ku nyalakan dan pergi dengan mengebut kencang. Aku terhisak, melepas semua beban yang tertahan dan teriak membersamai ramainya rintikan hujan.
Bertahun-tahun lamanya ku coba untuk merasa sembuh, nyatanya aku selalu gagal untuk terlihat baik-baik saja. Rasa sakit itu selalu muncul".

• • •

"Tha, aku mau putus".

chat yang sangat tiba-tiba Maphine kirimkan kepada Atha. dengan hati yang siap, Maphine mencoba menyemangati dirinya sendiri. Sudah berjalan satu tahun hubungan Maphine bersama Atha, namun memasuki satu tahun tiga bulan Maphine memutuskan untuk selesai bersama Atha.

"Kok? kenapa ada apa?"

"Aku cape, Atha. Selama ini aku nahan sakit sama kamu"

"Kamu kok gak pernah cerita kalo gitu?"

"Kamu sadar gak, selama ini kita sudah gak pernah balas kabar, apalagi tukar cerita, aku merasa useless jadi pacar buat kamu"

"Aku minta maaf, kalo diam aku buat kamu tersiksa selama ini, kita perbaikin sama-sama, ya?"

Atha adalah orang paling lugu yang pernah ia kenal, Atha lucu, dan seperti anak kecil. Sebelumnya Maphine pernah meragukan perasaan Atha, namun dari itu Atha justru semakin keras menunjukkan bahwa Atha menyukai Maphine.
"maphine, kamu mau gak jadi pacar aku?" dengan lantang Atha menanyakan langsung pada Maphine saat mereka sedang duduk-duduk santai di taman bunga. Wajah Maphine merekah, ia tersenyum lebar bersama genangan air mata yang hampir jatuh dari matanya. "hahaha beneran? iya deh" jawab Maphine penuh tawa dan wajahnya yang memerah.

• • •

Hari berganti hari, sulit bagi Maphine untuk merasa wajar dengan sikap dingin Atha setelah itu, jarang mengirim kabar dan tidak pernah menjadikan Maphine sebagai wadah untuk Atha bercerita.

Maphine berusaha agar dia bisa menaruh kepercayaan, namun ternyata sampai menginjak satu tahun hubungan mereka pun, Atha masih saja tidak menghubungi Maphine seperti layaknya orang pacaran.

Maphine membenci dirinya ketika tidak dapat membantu seseorang, terutama seseorang yang ia percayai menjadi rumah untuknya pulang. Sampai habis air mata pun, mengapa Atha tak kunjung paham?

"Maaf, Tha. Sudah terlambat, aku beneran yakin sama pilihan ini"

"Kalau kamu sudah bilang seperti itu, aku bisa apa, phine.."

"Terima kasih, Atha. sudah menjadi sosok rumah untukku semoga kamu bahagia terus, ya.."

"Kita tetap boleh temenan kan, Phine?"

"Of course, why not? cuman, aku perlu waktu ya, Tha.."

Setelah itu, Maphine menangis terus menerus bersama perasaan yang bercampur aduk. Rasanya sangat lega namun disisi lain rasanya hampa karena sudah tidak bersama Atha lagi, namun dari itu Maphine telah berhasil melepas sakit yang selama ini ia tahan dan rasakan sendiri.

• • •

Besoknya, Maphine pergi kerumah Aliyyah lalu menceritakan semua yang terjadi pada malam itu. Aliyyah yang sedari awal sudah mengetahui hal itu bahkan sejak dari Maphine menahan-nahan sakit, Aliyyah merasa lega karena sahabatnya sudah berlaku tegas pada dirinya sendiri. Aliyyah dulu pernah dekat sebagai teman Atha, namun seiringnya waktu tiba-tiba renggang dengan sendirinya karena terjadi konflik didalam pertemanan mereka saat itu.

• • •

Usai setahun tanpa sosok Atha, kini Maphine mulai terbiasa dan semakin membangun kepercayaan dirinya. Maphine melakukan banyak hal, menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan organisasi. Walau, terkadang tentu Maphine masih merindukannya.-
"Drrrttttt.. ddrrtttt.." Tiba-tiba gawai yang Maphine pegang berbunyi, oh. Ternyata itu Aliyyah, ia angkat lalu loudspeaker telfon dari Aliyyah.

Poetry In The Lens | ft. Sunghoon & WonyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang