Nara memusatkan seluruh perhatiannya pada indahnya langit malam dari jendela kamarnya. Cukup lama dirinya terdian di sana, tak berniat melakukan apapun selain berdiri, terdiam, melamun.
Terlalu lebay sebenarnya, tapiㅡNara melakukan itu semua agar dirinya bisa cepat-cepat mendapat ide cerita untuk cerita yang tengah ia tulis. Ah, satu fakta tentang cewek itu. Nara suka membaca dan menulis. Hobinya adalah menulis cerita. Apalagi menulis cerita untuk masa depannya, katanya. Karena katanya, lagi, beberapa tulisan yang Nara tulis telah terbukti menjadi kenyataan. Aturan teman-temannya yang juga turut membaca karya Nara merasa aneh, karena pertanyaannya hanya satu. Kok bisa?
"Susah banget mikir alur cerita. Kenapa ya dulu gue tertarik buat bikin cerita beginian? Fiksi remaja, konfliknya anak-anak remaja, kisah percintaannya. Cih, gue yang gak ada pengalaman soal kisah percintaan ini kudu ekstra mikir jadinya. Mana gue bisanya nulis fiksi remaja doang lagi." Nara menyandarkan kepalanya pada bingkai jendela, menghela nafas pasrah.
Setidaknya Nara tau, kalo gak dapet idenya, minimal dapet hikmahnya.
"Gue update cerita juga karena males diteror mulu sama si bendahara galak bin sadis a.k.a Selvy. Gak niat juga sebenernya, tapi kalo liat mereka seneng waktu baca cerita gueㅡrasanya kayak gimana gitu, bikin bahagia." gumamnya tanpa sadar.
Sedetik setelahnya Nara langsung menegakkan tubuhnya kembali. "Kok gue jadi curhat sih? Sama angin pula, ck!" Nara kembali menyandarkan kepalanya.
Usai beberapa saat melakukan hal tidak berfaedah di sana, akhirnya Nara mau bergerak, mencari laptopnya.
Keduanya duduk bersama menikmati makanan masing-masing. Gisna mendongak menatap Mahesa sebentar, lalu kembali menunduk.
Mahesa yang menyadari itu menyerngitkan dahinya, "Kenapa? Makannya gak enak?"
Gisna menggeleng sembari tersenyum tipis, "Enak kok."
Delete
Gisna menggelengkan kepalanya dengan tersenyum tipis, "Gak papa."
Lalu Mahesa hanya mengangguk, kembali fokus dengan makanannya sebelum ia kembali berkata, "Aku besok ikut kamu puasa senin kamis ya?" Mahesa berkata dengan mulut yang tak berhenti mengunyah.
"Lho? Gak perlu, Mahesa, emang kamu kuat?" Seketika Gisna langsung menghentikan aktivitas makannya.
Mahesa mengangguk yakin, memang terlihat tidak ada rasa ragu sedikit pun saat cowok itu mengatakannya. "Kuat lah, biasanya juga kan jarang makan." balasnya dengan tersenyum penuh arti.
"Astaga Mahesa, terserah kamu deh, yang penting itu gak ganggu ibadah kamu. Tadi pagi kamu gak telat berangkat ke gereja kan?"
"Enggak kok, kamu tenang aja." Mahesa tersenyum begitu tulus, membuat Gisna juga ikut tersenyum.
Dan yah, mereka sama tapi berbeda. Tuhan memang satu dan tetap mereka yang berbeda. Doa mereka sama tapi cara mereka yang berbeda. Nyatanya, begitu banyak perbedaan di antara mereka. Namun, sejatinya impian mereka hanya satu, sama-sama mengharapkan bahagia di akhir cerita.
Usai menulis baris-baris kata terakhir, Nara kemudian mengklik ikon yang bertuliskan publikasikan pada pojok kanan atas. Selesai.
Huh, Nara menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang tempat tidurnya, menghela nafas lega. Satu beban terlepas, beban lainnya mengantri.
Nara melirik jam dinding yang berada di kamarnya, pukul 20.24. Lalu cewek itu memutuskan untuk bermain handphone guna memancing rasa kantuk. Hingga tak terasa ia bermain handphone hingga pukul 22.00 malam. Itu pun ia sadar karena mendengar notif yang berasal dari laptopnya, bukan notif biasa, seseorang mengiriminya pesan lewat direct mesagge akun penulisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 💭. we are classmate's ㅡ re-upload
Teen FictionIni kisah milik mereka. Di dalam cerita ini semuanya terlihat lebih indah, dari aslinya. Ini mungkin juga tentang 'Bagaimana cara mereka untuk menikmati apapun yang telah mereka punya, dan menghargai apa yang telah ada.' Sebelum akhirnya penyesalan...