5 hari berlalu
Hari-hari berlalu dengan cepat. Dan hari pertama ujian kelulusan pun tiba. Mau tak mau mereka harus mengikuti semua rangkaian ujian menuju hari kelulusan mereka, tanpa Nara.
Untuk keadaan Maretha, si wakil ketua osis itu sudah cukup membaik, sehingga hari ini sudah bisa mengikuti ujian.
Nomor ujian telah terpasang di meja secara acak. Bahkan Selvy berada di ruang 6 hanya bersama Nara, juga Maretha, itu pun jika Nara ada. Teresa, Alia, Kaili, Lita dan Lina berada di ruang 5. Tapi entah ini sebuah keberuntungan atau apa, bangku Selvy berada dekat dengan bangku Nara. Yang mana denanya yaitu bangku Selvy, kemudian satu bangku di depan bangku yang berada di samping Selvy adalah milik Nara. Selvy bisa melihat bangku itu masih kosong hari ini.
"Siapa yang hari ini tidak masuk?" tanya seorang guru pengawas yang duduk di bangku guru itu.
Serentak mereka menjawab, "Nara, Bu." Namun tidak terdengar suara Selvy yang terselip diantara mereka.
"KemanㅡA-ah, Nara? Oh iya, gimana keadaannya Nara sekarang, nak?"
Kini mereka kompak menoleh ke arah Selvy, mengisyaratkan jika cewek itu yang tau. Karena, hampir setiap hari dia datang ke rumah sakit bersama yang lain. Selvy yang ditatap banyak mata itu mulai risih, dan mengalihkan pandangnya pada lantai yang dingin. Menghembuskan nafas panjang.
"Nak Selvy?"
Selvy mendongak, kemudian mulai mengatur nafas sebelum akhirnya berbicara. Atensi anak satu kelas juga tertuju pada Selvy saat ini.
"Ekhem! Sampai saat ini belum ada kabar baik, Bu. Sekarang Nara juga masih ada di ruang ICU."
"Yaallah, kita doakan dia cepet sadar ya, nak, biar bisa kumpul bareng kalian lagi, biar bisa ikut ujian bareng kalian, lulus bareng kalian."
"Amiinn." sahut mereka serempak, namun lagi lagi tak terdengar suara Selvy. Bukannya tak mau mengamini, tapi justru di dalam hati dia mengamini dengan keras dan sungguh-sungguh. Ia hanya takut terbawa emosi dan perasaan.
Ujian tulis tersebut pun dimulai hingga jam pukul menunjukan 09.30. Mereka diizinkan istirahat setengah jam sebelum kembali memulai ujian di mata pelajaran selanjutnya.
Waktu sesingkat itu dimanfaatkan oleh Selvy dan yang lain untuk berkumpul di tangga, mengingat ruangan kelas mereka yang berbeda-beda.
"Keadaan lo udah oke banget, Tha?" tanya Teresa.
Maretha mengangguk mantap. Ia berdiri lalu memutar badannya. "Sehat gini, bro. Alhamdulillah lah yaa, gak parah, koma 4 jam doang."
"Doang lo kata. Kita bahkan abis kecebur aja gak pake mandi cuma buat nungguin lo sama Narㅡoh ya, Nara?" kata Lina terjeda. Ia menggilir tatapannya pada satu persatu temannya disana yang hanya bisa terdiam. Ia belum menjenguk, karena setelah kejadian waktu itu ia dan Lita jatuh sakit. Demam berhari-hari.
"Guys," panggil Alia, membuat yang lain langsung menoleh ke arahnya. "Gue sempet searching, nih, sebelumnya. Kalo orang yang ngalamin kerusakan saraf otakㅡbiasanya berdampak ke ingatan mereka. Kalian mau Nara sadar tapi lupa sama kita atau tetep aja di situasi ini?"
"Nara sadar dan kita happy ending." jawab Teresa tanpa pikir panjang. Tapi mendapat toyoran sayang dari Lita.
"Gak ada di opsi, bodoh."
Seketika mereka berpikir keras. Sebenarnya tidak ada yang lebih baik dari kedua situasi tadi. Tapi yang namanya hidup, ada dua pilihan dan biasanya sih hanya ada satu jawaban. Itu yang membuat bimbang.
"Kalo Nara sadar tapi dia lupa sama kita, sih, percumㅡ" ujar Teresa yang seketika langsung disela oleh Selvy.
"Gak ada yang percuma. Kita bisa sama-sama ngelakuin yang terbaik. Di situasi itu, Nara udah berusaha buat bangun, dan seharusnya sebagai teman, kita bisa lah berusaha buat bantu dia nginget semuanya. Simbiosis mutualisme. Versi takdir." kata Selvy sedikit ketus. Ia hanya tak suka ada yang mengatakan jika semua yang tengah mereka lakukan ini percuma, walaupun secara tidak langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 💭. we are classmate's ㅡ re-upload
Novela JuvenilIni kisah milik mereka. Di dalam cerita ini semuanya terlihat lebih indah, dari aslinya. Ini mungkin juga tentang 'Bagaimana cara mereka untuk menikmati apapun yang telah mereka punya, dan menghargai apa yang telah ada.' Sebelum akhirnya penyesalan...