Malam ini ada acara api unggun di halaman villa. Anak IPA dan IPS menjadi satu. Berbaur satu sama lain.
Kini, anak kelas 3 IPS 4 berkumpul di teras villa, menjauh dari kerumunan yang lain. Ada yang membuat kopi sendiri, bermain gitar hasil pinjaman barusan, bernyanyi random, bercerita, bermain kartu uno, juga tidur-tiduran tidak jelas.
Puncak api unggunnya dimulai pukul delapan, sedangkan mereka semua sudah stand by di luar sejak ba'da isya' tadi. Terlalu excited. Padahal di luar udaranya sangat dingin, membuat merek harus mengenakan baju hangat.
Valen mulai memetik senar gitarnya, menghasilkan instrumen yang membuat mereka jadi tertarik untuk bernyanyi. Namun kali ini lagunya berbeda.
"Datang akan pergi..
Lewat kan berlalu..
Ada kan tiada, bertemu akan berpisah..""Awal kan berakhir..
Terbit kan tenggelam..
Pasang akan surut, bertemu akan berpisah.."Mereka menggoyangkan kepalanya seirama, menikmati suasana sekaligus mengikuti alunan petikan gitar dari Valen.
"Hey, sampai jumpa di lain hari..
Untuk kita bertemu lagi..
Ku relakan dirimu pergi..
Meski pun, ku tak siap untuk merindu..
Ku tak siap tanpa dirimu..
Ku harap terbaik untukmu.."Lagunya terus berputar. Nyanyian mereka semakin asik, hingga mampu membuat anak-anak dari kelas lain menoleh tertarik. Mereka benar-benar bernyanyi penuh penghayatan, dan lagunya seketika berhenti waktu salah satu dari mereka mulai menitihkan air mata.
"Anjing lo pada, nangis nih gue, gue gak mau pisah anjir, plis lah." Maretha mengusap ujung matanya. Bukannya berhenti, air matanya turun semakin deras waktu punggungnya ditepuk sekilas oleh Kaily.
"Hukum alam, Tha. Ada yang datang ada juga yang pergi. Gak ada yang abadi." balas Teresa.
"Kita bertemu dan kita berpisah dalam waktu yang tak terasa. Tiga tahun itu udah lumayan, lumayan nyesek kalo di inget beberapa bulan lagi udah kelulusan. Takut salah langkah abis ini, gak punya tempat pulang senyaman anak kelas 3 IPS 4 lagi." sahut Lina.
Anak-anak cewek mulai saling bersandar. Merenung memikirkan banyak hal.
"Gak akan ada lagi cerita soal kelas buronan guru, gak akan ada lagi cerita soal Dul yang bolak balik BK karena lagi-lagi berulah, gak akan ada lagi cerita soal Maretha yang selalu marah-marah karena selalu dia yang ditegur kalo kita-kita pada bandel suka bikin masalah, gak akan ada lagi cerita soal anak kelas yang masih pdkt pake cara kuno alias cepu-cepuan, gak akan ada lagi cerita soal cewek yang gamon sama yang belum sempat digenggam, gak ada lagi cerita soal kalian yang saling taksir bahkan sampe jadian sama anak kelas sebelah, gak akan ada lagi cerita soal predikat kelas terkotor, gak akan ada lagi cerita soal kita yang selalu ditegur karena terlalu banyak protes, gak akan ada lagi cerita soal kita yang suka ngomongin sekolah, guru, dan anak kelas lain, gak akan ada lagi cerita soal kita yang paling sering bikin geger seangkatan, juga gak akan ada lagi cerita soal kita yang selalu menolak keras untuk berpisah." Davi berujar panjang kali lebar, semakin membuat mereka berpikir semakin panjang. Apa kabar kelas 3 IPS 4 di era yang baru nanti?
"Perpisahan itu hal yang mutlak, bisa ditahan tapi gak bisa dicegah. Bertemu untuk berpisah itu emang udah biasa, tapi yang luar biasa itu ternyata anak-anak kelas buronan kaya kita juga bisa mikirin soal perpisahan yang udah pasti terjadi dan masa depan yang belum tentu pasti. Mana nangis-nangis lagi. Malu dong sama catatan merah di buku BK." kata Avan, seketika membuat mereka semua tertawa. Mencairkan suasana.
"Walau pun tiga tahun ini banyak drama, tapi gue lumayan gak nyangka kalo kita masih bisa sama-sama dalam keadaan utuh kayak semula. Di era kelas pendiem lain yang rawan kehilangan satu dua temennya, kita yang meski pun dateng kelas buronan masih stay sama-sama. Tapi apresiasinya mana?" ujar Dul, bercanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 💭. we are classmate's ㅡ re-upload
Teen FictionIni kisah milik mereka. Di dalam cerita ini semuanya terlihat lebih indah, dari aslinya. Ini mungkin juga tentang 'Bagaimana cara mereka untuk menikmati apapun yang telah mereka punya, dan menghargai apa yang telah ada.' Sebelum akhirnya penyesalan...